إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ﴿١﴾وَإِذَا النُّجُومُ انكَدَرَتْ﴿٢﴾وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ﴿٣﴾وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ﴿٤﴾وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ﴿٥﴾وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ﴿٦﴾وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ﴿٧﴾وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ﴿٨﴾بِأَيِّ ذَنبٍ قُتِلَتْ﴿٩﴾وَإِذَا الصُّحُفُ نُشِرَتْ﴿١٠﴾وَإِذَا السَّمَاءُ كُشِطَتْ﴿١١﴾وَإِذَا الْجَحِيمُ سُعِّرَتْ﴿١٢﴾وَإِذَا الْجَنَّةُ أُزْلِفَتْ﴿١٣﴾عَلِمَتْ نَفْسٌ مَّا أَحْضَرَتْ﴿١٤﴾
1. apabila matahari digulung, 2. dan apabila bintang-bintang berjatuhan, 3. dan apabila gunung-gunung dihancurkan, 4. dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak dipedulikan) 5. dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan, 6. dan apabila lautan dijadikan meluap 7. dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh) 8. dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, 9. karena dosa Apakah Dia dibunuh, 10. dan apabila catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka, 11. dan apabila langit dilenyapkan, 12. dan apabila neraka Jahim dinyalakan, 13. dan apabila surga didekatkan, 14. Maka tiap-tiap jiwa akan
Ayat pertama:
إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ ﴿١
Apabila matahari digulung
Jika ingin melihat kiamat, bayangkan matahari digulung.
Para ahli mengatakan, matahari adalah pusat tata surya kita. Bintang yang satu ini sangat istimewa karena perannya sangat menentukan bagi kehidupan di Bumi. Bahkan ia juga disebut sebagai “bintang yang membakar dirinya sendiri” (An-Najm Tsaqib). Sehari saja matahari tak menunaikan tugasnya, entah jadi apa bumi kita ini. Berikut ini sekilas fakta-fakta menarik tentang matahari: Diameternya sekitar 1.390.000 km. Bandingkan dengan diameter Bumi yang hanya sekitar 12.740 km. Nah, bila Bumi dimasukkan dalam Matahari, Matahari bisa menampung sebanyak 109 Bumi. Kemudian suhu inti Matahari berkisar dari 15.000.000 derajat Celsius pada inti dalam, dan pada inti luar suhu mencapai 7.000.000 derajat Celsius. Suhu pada permukaan matahari ‘hanya’ 6.000 derajat Celsius.
Ketika gunung Merapi meletus pada bulan lalu (Oktober 2010), magma panas yang dimuntahkannya hanya sekitar 600 derajat celsius. Tapi, lihatlah efek yang ditimbulkannya. Hampir seluruh desa di kawasan sekitar Merapi luluh lantak dihantam “wedhus gembel”. Bahkan tak kurang dari 100 orang menemui ajalnya karena hantaman panas Merapi, termasuk Mbah Marijan, sang juru kunci Merapi. Maka, tak terbayangkan jika makhluk hidup harus berhadapan dengan panas 6000 derajat celsius. Tak mungkin ada benda padat yang dapat bertahan melainkan ia akan segera mencair.
Allah swt mengungkapkan pada ayat pertama ini bahwa matahari kelak akan “digulung” atau (dalam bahasa Arab) “kuwirat”. Ungkapan “kuwwirat” ini menarik untuk dicermati. Menurut Imam Al-Alusi, kata ini diambil dari asal kata “kara” yang berarti melipat kain menjadi surban di kepala. Pada masyarakat Arab, memakai surban (imamah) adalah tradisi yang telah berlangsung ribuan tahun. Untuk menunjukkan betapa mudahnya menggulung matahari bagi Allah, maka Allah memberi perumpamaan sebagaimana mudahnya orang-orang Arab menggulung kain menjadi surban.
Ayat kedua:
Allah swt berfirman,
وَإِذَا النُّجُومُ انكَدَرَتْ﴿٢
Dan apabila bintang-bintang berjatuhan.
Diriwayatkan dari Abu Shaleh dari Ibn Abbas berkata, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Pada hari (kiamat) itu, tidak tersisa di langit satu bintang pun kecuali seluruhnya berjatuhan ke atas bumi. Hingga, hingga lapisan bumi ketujuh terbawa ke atas dan menimpa yang di atasnya.”
Bayangkan, bintang gemintang yang entah berapa jumlahnya, kelak akan hancur berjatuhan. Kata Ibn Abbas, sesungguhnya peredaran seluruh bintang dijaga oleh malaikat. Jika lonceng kematian dibunyikan, maka seluruh makhluk yang bernyawa akan mati. Malaikat penjaga bintang pun akan selesai menunaikan tugasnya. Pada posisi seperti itulah bintang akan berjatuhan.
Ayat ketiga:
Allah swt berfirman,
وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ ﴿٣
Dan apabila gunung-gunung dihancurkan,
Kita tahu, gunung adalah pasak bumi. (Lihat pembahasannya pada surah An-Naba’). Sebagai pasak, gunung berperan membuat bumi kokoh. Jika kita melihat puncak gunung yang menjulang tinggi, sesungguhnya bagian yang menghujam ke bumi jauh lebih panjang lagi. Ambil contoh sederhana, gunung Krakatau misalnya. Gunung itu meletus pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geographic mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.
Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Anak Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.
Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru. Gelombang laut naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.
Kini, setelah ratusan tahun, anak-anak Krakatau mulai aktif kembali. Jika satu gunung saja meledak mampu membuat dunia geger, maka bayangkanlah jika seluruh gunung dihancurkan oleh Allah swt.
Hal ini dipertegas oleh Allah swt dalam surah al-Kahfi ayat 47.
وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا﴿٤٧﴾
dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorangpun dari mereka. (QS Al-Kahfi 47)Ayat keempat,
Kemudian Allah SWT berfirman,
وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ ﴿٤
Dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak diperdulikan)
Pada masyarakat Arab tradisional, unta adalah harta yang paling berharga. Apalagi jika unta tersebut dalam kondisi hamil, maka nilainya pun menjadi semakin tinggi. Allah swt memberi gambaran pada mereka bahwa jika kiamat kelak, mereka tak lagi peduli dengan harta yang paling mereka sayangi sekalipun. Jangankan kiamat, bumi goyang sedikit saja, kita sudah lupa segalanya. Terutama buat mereka yang sehari-hari berada di gedung bertingkat, baik perkantoran ataupun apartemen.
Kiamat membuat manusia lupa dengan hartanya. Tak peduli lagi. Allah swt menggunakan kata Isyaru untuk merujuk makna unta. Dalam bahasa Arab, unta biasa disebut Ibil atau Jamal. Lalu mengapa pada ayat ini bukan kedua kata itu yang digunakan. Allah swt memilih isyaru untuk menjelaskan secara singkat bahwa üntanya dalam kondisi hamil. Bahkan, menurut Imam al-Qurtubi, isyaru menunjukkan secara tegas bulan kehamilan kesepuluh. Artinya, harta (unta) itu sudah betul-betul di puncak mahalnya. Namun, dengan peristiwa kiamat, manusia tak peduli lagi dengan hal itu.
Pada masyarakat modern, “unta hamil” ini dapat diqiyaskan dengan segala asset yang bernilai milyaran rupiah, baik itu berupa aset bergerak (movable property) atau asset tidak bergerak (immovable property). Kelak jika kiamat, tak ada lagi manusia modern yang peduli dengan hartanya itu.
Ayat kelima:
Allah swt berfirman:
وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ ﴿٥
Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan,
Menarik, mengapa pada ayat ini Allah swt menyebut “binatang liar dikumpulkan.” Ibn Abbas mengatakan, bahwa seluruh makhluk hidup lebih dulu dimatikan, termasuk binatang buas, kecuali bangsa jin dan manusia.
Ayat keenam:
وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ ﴿٦
Dan apabila lautan dijadikan meluap
Pada ayat ini kita mendapati bahwa kelak lautan akan meluap. Subhanallah, sekian tahun lalu, tak pernah dapat kita bayangkan bagaimana lautan dapat meluap. Tetapi, tsunami Aceh, 26 Desember 2004 membuka mata kita bahwa mudah sekali air laut “diterbangkan” ke daratan. Kata, “sujjirat”, menurut Imam Hasan dan Ad-Dhahak, berarti “penuh dan melimpah.” Peristiwa tersebut, kata Imam Qusyairi, sesungguhnya dapat dengan mudah dilakukan Allah swt apabila Dia telah membuka “dinding” yang membatasi dua lautan tersebut.
Bukankah Allah swt berfirman dalam surah Ar-Rahman ayat 19-20,
مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ ﴿١٩﴾ بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَّا يَبْغِيَانِ ﴿٢٠
Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu ()
Antara keduanya (lautan) ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.
Jelaslah di sini bahwa laut memiliki pembatas. al-Qusyairi mengatakan pembatas yang memisahkan antara air tawar dan air asin itu kelak dicabut, hingga banjir meluap di mana-mana.
No comments:
Post a Comment