Showing posts with label Al-Ahqaaf. Show all posts
Showing posts with label Al-Ahqaaf. Show all posts

Friday, 18 April 2014

membukakan mata yang buta, telinga yang tuli







Al-Qur'an adalah firman Allah, muncul dari dzat-Nya dalam bentuk ucapan yang tak dapat dilukis keindahannya. Diturunkan kepada Rasul-Nya dalam bentuk wahyu, orang-orang mukmin mengimaninya dengan keimanan yang sempurna. Mereka beriman tanpa keraguan, bahwa Al-Qur'an adalah firman Allah yang nyata. Bukan ciptaanNya, seperti layaknya perkataan makhluk, barang siapa mendengarnya dan menganggap sebagai perkataan manusia, maka ia telah kafir.

Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan sifat kepadanya, sebagaimana disebutkan dalam firmanNya:
Dan sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.
{Fushshilat 41:41-42}
Di dalam ayat yang lain Allah juga mensifatinya dengan firman-Nya:
(inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.
{Huud 11:1}
Sungguh ayat-ayat Al-Qur'an ini sangat cermat dan teliti, jelas dan terperinci, yang telah ditetapkan oleh yang Maha Bijaksana, dan yang telah diuraikan oleh yang Maha Tahu. Kitab ini akan terus menjadi mukjizat dari segi keindahan bahasa, syariat, ilmu pengetahuan, sejarah dan lain sebagainya. Sampai Allah mengambil kembali bumi dan yang ada di dalamnya, tidak akan terdapat sedikitpun penyelewengan dan perubahan terhadapnya.
sebagai bukti akan kebenaran firman Allah:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
{Al-Hijr 22:9}
Dunia secara keseluruhan belum pernah memperoleh sebuah kitab seperti Al-Qur'an yang mulia ini, yang mencakup segala kebaikan, dan memberi petunjuk kepada jalan yang paling lurus, serta mencakup semua hal yang akan membahagiakan manusia.
Allah berfirman:
Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.
{Al-Isra 17:9}
Al-Qur'an ini diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan, menuju cahaya.
Allah berfirman:
(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.
{Ibrahim 14:1}
Dengan Al-Qur'an, Allah telah membukakan mata yang buta, telinga yang tuli dan hati yang lalai. Bila dibaca dengan benar, dipahami setiap surat dan ayat-ayatnya, dipahami secara mendalam setiap kalimat dan kata-katanya, tidak keluar dari batas-batasnya, melaksanakan perintah-perintah yang ada di dalamnya, menjauhi larangan-larangan, berakhlak dengan apa yang disyariatkan, dan menerapkan prinsip-prinsip dan nilai terhadap dirinya, keluarga dan masyarakatnya, maka akan menjadikan umat Islam merasa aman, tenteram dan bahagia di dunia dan akhirat.
Allah berfirman:
Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya.
{Al-Baqarah 2:121}
Ibnu Abbas berkata: "Mereka mengikutinya dengan sebenarnya, menghalalkan yang telah dihalalkan dan mengharamkan yang telah diharamkan serta tidak menyelewengkannya dari yang semestinya". Dan Qatadah berkata: "Mereka itu adalah sahabat-sahabat Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam. Beriman kepada kitab Allah, lalu membenarkannya, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram serta melaksanakan apa yang ada di dalamnya".

Makhluk jin sangat terkesan sekali tatkala mendengarkan bacaan Al-Qur'an, hati mereka dipenuhi dengan kecintaan dan penghargaan terhadapnya, dan mereka bersegera mengajak kaumnya untuk mengikutinya.
sebagaimana yang disebutkan Allah dalam firman-Nya:
lalu mereka berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur'an yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami, dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak".
{Jinn 71:1-3}
Allah telah bercerita tentang mereka dalam Al-Qur'an:
Mereka berkata: Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan setelah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih.
{Al-Ahqaf 46:30-31}
Oleh karenanya, kitab yang mulia ini mengungguli kitab-kitab samawi sebelumnya. Dan kedudukannya pun di atas kitab-kitab itu.
Allah berfirman:
Dan sesungguhnya Al-Qur'an itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah.
{Az-Zukhruf 43:4}
Dan firman Allah dalam ayat yang lain:
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.
{Al-Maidah 5:48}
Diantara keunggulan Al-Qur'an juga, bahwa Allah menjadikan gaya bahasanya mengandung mukjizat, sekalipun kitab-kitab lain juga mengandung mukjizat dari segi pemberitaan tentang yang gaib dan hukum-hukum, namun gaya bahasanya biasa-biasa saja, maka dari segi ini Al-Qur'an lebih unggul.
Hal ini diisyaratkan oleh firman Allah:
Dan sesungguhnya Al-Qur'an itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah.
{Az-Zukhruf 43:4}
Dan firman Allah:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia.
{Al-Imran 3:110}
Al-Hafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya, Fadhailul Qur'an (keutamaan-keutamaan Al-Qur'an) halaman:102-123, mengatakan: "Hal ini mereka raih berkat Al-Qur'an yang agung, yang mana Allah telah memuliakannya dari semua kitab yang pernah diturunkan-Nya, dan Dia jadikan sebagai batu ujian, penghapus dan penutup bagi kitab-kitab sebelumnya, karena semua kitab terdahulu diturunkan ke bumi dengan sekaligus, sedangkan Al-Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa yang terjadi, demi untuk menjaganya dan menghargai orang yang diberi wahyu. Setiap kali ayat Al-Qur'an turun, seperti keadaan turunnya kitab-kitab sebelumnya".

Kitab yang mulia ini telah mengungkap banyak sekali kebenaran ilmiah kosmos, dalam ayat-ayat yang membuktikan wujud Allah, kekuasaan dan keesaan-Nya.
Allah berfirman:
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
{Al-Anbiya 21:30}
Al-Qur'an juga menganjurkan agar memanfaatkan apa yang dapat ditangkap oleh indra mata dalam kehidupan sehari-sehari dari ciptaan Allah.
sebagaimana difirmankan:
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi".
{Yunus 10:101}
Dan Allah berfirman:
Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir.
{Al-Jathiya 45:13}
Kaum muslimin hendaknya mempelajari ilmu-ilmu alam, serta menikmati manfaat dari kekuatan-kekuatan yang tersimpan di langit dan bumi. Sesungguhnya pembicaraan tentang Al-Qur'an tidak akan ada habis-habisnya. Al-Qur'an yang menganjurkan kaum muslimin untuk bersikap adil dan bermusyawarah, dan menanamkan kepada mereka kebencian terhadap kezaliman dan tindakan semena-mena. Syiar para pemeluknya adalah kekuatan iman, tidak sombong, solidaritas dan bersikap kasih sayang antara sesama mereka.

Hendaknya kita hidup dengan Al-Qur'an, membaca, memahami, mengamalkan dan menghafal. Hidup dengan Al-Qur'an adalah perbuatan yang paling terpuji, yang patut dilakukan oleh orang mukmin.
Allah berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mengerjakan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.
{Fatir 35:29-30}
Dalam dua ayat tersebut di atas, Allah menganjurkan bagi orang-orang yang membaca Al-Qur'an agar disertai dengan perenungan, sehingga akan menimbulkan pengetahuan yang pada gilirannya akan menimbulkan pengaruh. Tidak diragukan lagi bahwa pengaruh membaca Al-Qur'an adalah melaksanakan dalam bentuk perbuatan.

Oleh karena itu Allah iringi amalan membaca Al-Qur'an dengan mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rezki yang dikarunia Allah secara diam-diam dan terang-terangan, kemudian dengan demikian orang-orang yang membaca Al-Qur'an itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan merugi. Mereka mengetahui bahwa karunia Allah lebih baik dari apa yang mereka infakkan. Oleh karena mereka mengadakan perniagaan di mana Allah menambahkan karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Berterima kasih, mengampuni kelalaian, dan berterima kasih atas pelaksanaan tugas.

Oleh karena itu kita harus selalu membaca Al-Qur'an dengan perenungan dan kesadaran, sehingga dapat memahami Al-Quran secara mendalam. Bila seorang pembaca Al-Qur'an menemukan kalimat yang belum dipahami, hendaknya bertanya kepada orang yang mempunyai pengetahuan.
Allah berfirman:

Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.
{An-Nahl 16:43}
Mempelajari Al-Qur'an sangat diperlukan. Disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasul Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda: "Tidaklah suatu kaum berkumpul di sebuah rumah Allah, membaca kitab Allah dan mempelajarinya, melainkan akan diturunkan kepada mereka ketenangan, diliputi oleh rahmat, dan dikelilingi oleh malaikat, dan mereka akan disebut-sebut Allah dihadapan orang-orang yang ada di sisi-Nya (para malaikat), dan barang siapa amalnya kurang, tidak dapat ditambah oleh nasabnya. {Diriwayatkan oleh Muslim, 2699}. Sabda Rasul dalam hadis ini, "Tidaklah suatu kaum berkumpul di sebuah rumah Allah", "Rumah" di sini bukanlah batas, terbukti dengan sebuah hadis riwayat Muslim yang lain yang mengatakan: "Tidaklah suatu kaum berzikir kepada Allah, melainkan akan diliputi oleh para malaikat" Jika berkumpul di tempat lain, selain rumah Allah (mesjid) maka bagi mereka keutamaan yang sama dengan mereka yang berkumpul di mesjid. Pembatasan "di rumah Allah" dalam hadis di atas, hanyalah karena seringnya tempat itu dijadikan tempat berkumpul, akan tetapi tidak ada keharusan berkumpul untuk membaca dan mempelajari ayat-ayat Al-Qur'an dan kandungan hukumnya, di mana pun tempatnya akan mendapatkan keutamaan yang sama. Adapun jika berkumpul untuk belajar di mesjid lebih utama, hal itu dikarenakan mesjid mempunyai keistimewaan dan kekhususan yang tidak dimiliki oleh tempat yang lain.

Diriwayatkan oleh ibnu Masud ra. ia berkata, Rasul Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:
"Barang siapa membaca satu huruf dari Al-Qur'an, maka ia akan memperoleh kebaikan. Kebaikan itu berlipat sepuluh kali. Aku tidak mengatakan, Alif Laam Miim satu huruf, akan tetapi, Alif adalah huruf, Lam huruf, dan Mim huruf. {H. R. Tirmizi. Nomor:3075}.Dari Usman bin Affan ra. dari Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam ia bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya kepada orang lain".{Bukhari. Nomor:4739}. Hadis ini menunjukkan akan keutamaan membaca Al-Qur'an. Suatu ketika Sufyan Tsauri ditanya, manakah yang engkau cintai orang yang berperang atau yang membaca Al-Qur'an? Ia berkata, membaca Al-Qur'an, karena Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya kepada orang lain" Imam Abu Abdurrahman As-Sulami tetap mengajarkan Al-Qur'an selama empat puluh tahun di mesjid agung Kufah disebabkan karena ia telah mendengar hadis ini. Setiap kali ia meriwayatkan hadis ini, selalu berkata: "Inilah yang mendudukkan aku di kursi ini".

Al hafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya Fadhail Qur'an halaman 126-127 berkata: [Maksud dari sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam. "Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkan kepada orang lain" adalah, bahwa ini sifat-sifat orang-orang mukmin yang mengikuti dan meneladani para rasul. Mereka telah menyempurnakan diri sendiri dan menyempurnakan orang lain. Hal itu merupakan gabungan antara manfaat yang terbatas untuk diri mereka dan yang menular kepada orang lain.
Allah berfirman:

Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan.
{An-Nahl 16:88}
Sebagaimana firman Allah:
Mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al-Qur'an dan mereka sendiri menjauhkan diri daripadanya.
{Al-An'am 6:158}
Penafsiran yang paling benar dalam ayat di atas, dari dua penafsiran ahli tafsir adalah bahwa, mereka melarang orang-orang untuk mengikuti Al-Qur'an, sementara mereka sendiri pun menjauhkan diri darinya. Mereka menggabungkan antara kebohongan dan berpaling.
Sebagaimana firman Allah:
Atau agar kamu (tidak) mengatakan: "Maka siapakah yang lebih lalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling daripadanya?"
{Al-An'am 6:157}
Beginilah perihal orang-orang kafir yang jahat, sedangkan orang-orang mukmin yang baik dan pilihan selalu menyempurnakan dirinya dan berusaha menyempurnakan orang lain, sebagaimana tersebut dalam hadis di atas.
Allah berfirman:
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?".
{Fushilat 41:33}
Ayat ini menggabungkan antara seruan kepada Allah, baik dengan azan atau yang lainnya, seperti mengajarkan Al-Qur'an, hadis, fikih dan lainnya yang mengacu kepada keridaan Allah. dan dengan perbuatan saleh, dan juga berkata dengan ucapan yang baik.

Rahmat Allah akan dilimpahkan kepada orang-orang yang membaca Al-Qur'an dan mereka yang menegakkan hukumnya, juga mencakup orang-orang yang mendengarkan bacaannya.
Allah berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mengerjakan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.
{Al-Anfal 8:2-4}
Dari Abdullah Ibnu Masud ra. ia berkata, Rasul Shalallahu 'Alaihi Wassalam. berkata kepadaku: 430 - Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra. ia berkata: Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam. bersabda kepadaku: Bacakan Al-Qur'an kepadaku. Aku bertanya: Wahai Rasulullah! Aku harus membacakan Al-Qur'an kepada Anda, sedangkan kepada Andalah Al-Qur'an itu diturunkan? Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam. bersabda: Sesungguhnya aku senang bila mendengarkan dari orang selainku. Aku lalu bacakan surat An-Nisa. Ketika sampai pada firman yang berbunyi:

فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلَاءِ شَهِيدًا
Maka bagaimanakah "halnya orang kafir nanti", jika Kami mendatangkan seorang saksi "rasul" dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu "Muhammad" sebagai saksi atas mereka itu "umatmu".

Beliau berkata: "Cukup", lalu aku menoleh kepada beliau, tiba-tiba aku lihat beliau mencucurkan air mata. {H.R. Bukhari nomor:4582, Muslim nomor:800 dan Abu Daud Nomor:3668}.
Imam Nawawi berkomentar: [Ada beberapa hal yang dapat dipetik dari hadis ini, di antaranya: sunat hukumnya mendengarkan bacaan Al-Qur'an, merenungi, dan menangis ketika mendengarnya, dan sunat hukumnya seseorang meminta kepada orang lain untuk membaca Al-Qur'an agar dia mendengarkannya, dan cara ini lebih mantap untuk memahami dan mentadabburi Al-Quran, dibandingkan dengan membaca sendiri].

Setiap orang muslim hendaknya tahu akan hak-hak Al-Qur'an; menjaga kesuciannya, komitmen terhadap batas-batas yang telah ditetapkan oleh agama saat mendengarkan bacaannya, dan meneladani para salaf (pendahulu) saleh dalam membaca dan mendengarkannya. Sungguh mereka itu bagaikan matahari yang menerangi hati dan dapat diteladani dalam kekhusyukan yang sempurna dalam meresapi,dan mengimani.
Firman Allah:
Dan sesungguhnya Al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.
{Asy-Syu'ara 26:192-195}
Memang benar adanya, bahwa Al-Qur'an, baik lafal maupun makna adalah firman Allah, yang merupakan sistem dari langit untuk seluruh makhluk, khususnya manusia. Selain itu ia merupakan rujukan utama perkara-perkara agama dan sandaran hukum. Hukum-hukum yang ada di dalamnya tidaklah diturunkan sekaligus, akan tetapi diturunkan secara berangsur selama masa kerasulan; ada yang turun untuk menguatkan dan memperkokoh pendirian Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam, ada yang turun mendidik umat yang baru saja tumbuh dan ada pula yang diturunkan oleh karena peristiwa keseharian yang dialami oleh umat Islam di tempat dan waktu yang berbeda-beda. Setiap kali ada peristiwa, turunlah ayat Al-Qur'an yang sesuai dan menjelaskan hukum Allah atas peristiwa itu. Di antaranya adalah kasus-kasus dan peristiwa yang terjadi pada masyarakat Islam, pada masa pensyariatan hukum, di mana umat Islam ingin mengetahui hukumnya, maka turunlah ayat yang menjelaskan hukum Allah, seperti larangan minuman keras.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Abu Hurairah ra. ia berkata, Rasul Shalallahu 'Alaihi Wassalam. datang ke Madinah dan mendapati orang-orang meminum minuman keras, dan makan dari hasil berjudi. Lalu mereka bertanya kepada Rasul Shalallahu 'Alaihi Wassalam tentang masalah itu.
Maka Allah menurunkan ayat:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.
{Al-Baqarah 2:219}
Lalu orang-orang berkata: "Tidak diharamkan, hanya saja pada keduanya dosa yang besar". Selanjutnya mereka masih juga banyak yang minum khamar (minuman keras), sampai pada suatu hari, seorang dari Kaum Muhajirin mengimami sahabat-sahabatnya pada shalat Magrib. Bacaannya campur aduk antara satu dengan yang lain, sehingga Allah menurunkan ayat Al-Qur'an yang lebih keras dari ayat sebelumnya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.
{An-Nisa 4:43}
Akan tetapi, Orang-orang masih juga banyak yang meminum minuman keras, hingga salah seorang melakukan shalat dalam keadaan mabuk.
Lalu turunlah ayat Al-Qur'an yang lebih keras lagi:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
{Al-Maidah 5:90}
Mereka berkata: "Kami tidak akan melakukannya lagi wahai Tuhan!" Lalu orang-orang berkata: "Wahai Rasulullah banyak orang yang terbunuh di jalan Allah, atau mati di atas kasurnya, padahal mereka telah meminum khamar dan makan dari hasil perjudian, sedangkan Allah telah menjadikan keduanya, najis yang merupakan perbuatan setan".
Maka turunlah ayat:
Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebaikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.
{Al-Maidah 5:93}
Nabi bersabda: "Jika diharamkan atas mereka sebelumnya, niscaya mereka akan meninggalkannya sebagaimana halnya kalian meninggalkan.{Musnad Ahmad 2/251 dan 252}. Dalam sahih Bukhari, hadis nomor:4620, disebutkan, dari Anas bin Malik ra. ia berkata: "Dulu aku pernah jadi penyuguh minuman (khamar) di rumah Abu Thalhah, dan turunlah ayat pengharaman minuman keras. Lalu diutuslah seseorang untuk menyerukan larangan ini. Abu Thalhah berkata, "Keluarlah dan lihat suara apakah itu". Lalu aku keluar, dan aku berkata: "Sungguh minuman keras telah diharamkan". Ia berkata kepadaku: "Pergi, dan tumpahkanlah". Anas berkata: "Aku pun keluar dan menuangkannya. Saat itu khamar mengalir di jalan-jalan Madinah." Anas berkata: "Jenis khamar pada saat itu adalah yang terbuat dari kurma." Sebagian orang berkata: "Telah banyak yang terbunuh, sedangkan minuman itu ada di dalam perut mereka". Ia berkata, lalu turunlah ayat: "Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu".

Dari yang disebutkan di atas, kita mengetahui bahwa larangan meminum khamar (minuman keras)terjadi dalam tiga tahap, yaitu ketika turun surat Al-Baqarah: "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".

Ayat ini mengandung larangan meminum minuman keras dengan cara yang halus. Maka yang meninggalkannya ketika itu hanya sekelompok orang yang tingkat ketakwaan mereka sangat tinggi. Umar ra. berkata, "Ya Allah, berikanlah penjelasan yang terang tentang hukum meminum minuman keras". Lalu turunlah ayat yang berbunyi: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sholat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan". Lalu umat Islam menghindari untuk meminumnya pada waktu-waktu mendekati shalat. Umar ra. berkata, "Ya Allah, berikanlah penjelasan yang terang tentang minuman keras". Maka turunlah surat Al-Ma'idah: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan, Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).

Saat itulah ketika diserukan dan dibacakan ayat ini, Umar ra. berkata, "Kami berhenti (dari melakukannya)". Demikianlah proses pensyariatan yang bertahap, di mana Allah menyucikan umat Islam dari adat istiadat yang bertentangan dengan sistem Islam, dan melengkapi mereka dengan sifat-sifat yang mulia, seperti: pemaaf, penyabar, kasih sayang, jujur, menghormati tetangga, berlaku adil dan perbuatan baik yang lain.

Hanya Allah semata yang menetapkan syariat untuk para hambanya.
Allah berfirman:
Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.
{Al-An'am 6:57}
Syariat itu ditetapkan tiada lain kecuali hanya untuk kebaikan dan kebahagiaan manusia, baik hikmah yang terkandung di dalamnya tampak atau pun tidak. Al-Qur'an adalah sumber pertama syariat. Adapun sumber kedua adalah sunah, dan tidak ada perselisihan antara para ulama bahwa sunah merupakan hujah dalam syariat di samping Al-Qur'an.
Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
{An-Nisa 4:59}
Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.
{An-Nahl 16:44}
Dan firman Allah:
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.
{Al-Hasyr 59:7}
Imam Ibnu Qayimil Jauziah dalam bukunya "A,lamul Muwaqqi,in ,An Rabil Alamin", halaman, 263, menjelaskan tentang peran sunah terhadap Al-Qur'an, ia berkata: "Peran sunah terhadap Al-Qur'an ada tiga: Pertama, Mempunyai maksud sama dengan Al-Quran dilihat dari semua segi. Sehingga masing-masing ayat Al-Qur'an dan hadis Nabi yang sama-sama menunjukkan kepada hukum yang sama termasuk dalam kategori suatu yang hukum mempunyai lebih dari satu dalil. Kedua, Menjelaskan maksud dari Al-Qur'an dan penafsirannya. Ketiga, Menetapkan suatu hukum, wajib atau haram, yang tidak ada terdapat dalam Al-Qur'an. Peran itu tidak keluar dari tiga hal ini dan tidak ada pertentangan sama sekali antara Al-Qur'an dan sunah.

Oleh karenanya, sunah menegaskan suatu hukum dari Al-Qur'an, kadang kala ia menafsirkan teks Al-Qur'an atau menguraikan hukum yang dijelaskan secara ringkas dalam Al-Qur'an, bahkan juga menetapkan suatu hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur'an. Namun demikian sunah tidak menetapkan sebuah hukum, kecuali bila di dalam Al-Qur'an tidak diketemukan hukum yang dimaksud. Sunahlah yang menjelaskan kepada kita -umat Islam- bahwa shalat yang diwajibkan adalah lima kali sehari semalam, darinya juga diketahui jumlah rakaat dalam shalat dan rukun-rukunnya, menjelaskan hakikat zakat, dan ke mana disalurkan serta berapa nisabnya. Dan sunah juga yang menjelaskan kepada kita cara-cara haji dan umrah, dan bahwa ibadah haji hanya wajib sekali dalam seumur hidup, dan ia pula yang menerangkan tentang miqat-miqat haji, zamani dan makani (waktu dan tempat) dan jumlah putaran tawaf.

Maka bagi mereka yang hanya berpegang terhadap Al-Qur'an dengan meninggalkan sunah, hendaknya segera memperbaharui keimanannya dan segera kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allah berfirman:
Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.
{Taha 20:82}
Al-Qur'an dan Sunah, kedua-duanya merupakan wahyu Allah kepada Rasul-Nya, dan dua sumber syariat Islam yang mengembalikan manusia pada fitrahnya, dan menjadikan manusia mengetahui jalan hidupnya. Allah berfirman:
Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk.
{Al-A'raf 7:43}



sumber dari: ichsanafriadi.com/

Monday, 14 April 2014

kelebihan surah Al Ahqaaf






surah al ahqaaf ialah surah yang ke46 didalam al quran,mengandungi 35 ayat,diturunkan dimakkah.
ia dinamakan surah al ahqaaf kerana didalamnya menceritakan kisah kaum 'aad yakni penduduk lembah al ahqaaf yang telah dibinasakan oleh allah kerana kekufuran mereka mendustakan agama allah yang disampaikan oleh nabi hud alaihis salam.
allah swt menceritakan kisah ini untuk menjadi perbandingan terhadap umat manusia terutama kaum musyrikin yang menolak kerasulan nabi saw,demikian juga contoh kerasulan diantara anak yang soleh dan taat dengan anak yang engkar,derhaka kepada ibubapa dan tuhan mereka.
diterangkan juga sifat sifat anak yang soleh,yang mendoakan kebaikan ke2 ibubapa nya disamping bersyukur akan segala nikmat allah,amal soleh hendaklah terus menerus dikerjakan bagi mendapat keredhaan allah swt dan menjadikan sifat sifat kebaikan itu meresap hingga ke jiwa zuriat keturunannya,akhirnya diterangkan pula sifat sifat anak yang derhaka dan balasan allah terhadap mereka.
surah ini adalah satu daripada 7 surah sederet didalam  al quran yang dimulai dengan "haa miim".
diantara fadhilat surah ini,pada hari kiamat kelak surah ini akan berusaha agar mereka yang membaca dan menghayati surah ini tidak akan dimasukkan kedalam neraka jahanam.
hadis rasulullah saw yang diriwayatkan oleh baihaqi dan khalil menyatakan bahawa didalam al quran terdapat 7 surah yang dimulai dengan haa miim , diakhirat kelak akan datang kepada setiap pintu neraka jahanam dan memohon kepada allah swt "ya allah janganlah engkau masukkan kedalam neraka ini orang orang yang percaya dan membaca ku"



sumber dari: alhishamz.blogspot.com/

Sunday, 13 April 2014

bacaan yang betul






Menurut kaedah secara general, hamzah wasal (alif yang di atasnya ada huruf saad kecik) perlulah dibunyikan mengikut baris huruf ketiga.

Jika huruf ketiga berbaris depan, maka alif itu pun berbaris depan.
Jika huruf ketiga berbaris bawah, maka alif itu pun berbaris bawah.

Cuma jika huruf ketiga berbaris atas, lain sikit. Alif tak jadi baris atas juga, tapi dibaca dengan baris bawah.

Tapi dalam surah Al-Ahqaaf ini, huruf ketiga berbaris depan. Maka kalau nak ikutkan kaedah, sepatutnya alif tu kena baca baris depan la kan?

Tapi kat sini pelik sikit.

Kita kena baca:

ii-tuu-nii

Bukannya

Uk-tuu-nii



sumber dari: effysaiful.blogspot.com/

pesakit slipped disc





Corset premium beautiful boleh mengurangkan sakit belakang akibat slipped disc


Rawatan moden

Dalam kebanyakan kes, slipped disc akhirnya akan mengecut kembali secara spontan.
Kesakitan biasanya akan berkurangan apabila cakera berhenti menekan pada saraf yang terjejas. Selalunya pihak hospital akan memberi ubat penahan sakit sebagai permulaan rawatan.
Selain itu, fisioterapi boleh membantu anda untuk mempercepatkan proses penyembuhan.
Fisioterapis akan melatih dan mengajar jenis-jenis senaman yang bersesuaian untuk anda lakukan. Sebaiknya senaman itu dilakukan setiap hari untuk keputusan yang lebih baik dan ianya boleh dilakukan di rumah juga.

Anda juga boleh berunding dengan pengamal osteopath, atau chiropractor untuk merawat keadaan ini. Kedua-dua kiropraktik dan osteopati menggunakan terapi manual, iaitu, manipulasi otot dan tulang melalui urutan dan teknik manual yang lain.
Pembedahan mungkin perlu jika rawatan lain tidak membuahkan hasil yang diharapkan, atau telah gagal untuk memperbaiki keadaan.

Rawatan penyakit slipped disc dengan menggunakan ayat-ayat al-Quran

Di Pusat Rawatan Islam Al-Hidayah, pesakit slipped disc akan diberi ayat-ayat berikut untuk mereka amalkan dan seterusnya disertai dengan doa kepada Allah untuk memohon penyembuhan. Ayat-ayat tersebut adalah:

1. Surah Qaff ayat 16 hingga 45.
2. Surah Mukminun ayat 60 hingga 80.
3. Surah Shod ayat 34 hingga 61.
4. Surah Al-Ahqaaf ayat 21 hingga 28.
5. Surah Adz-Dzariyaat ayat 31 hingga 60.

Cara amalan ayat-ayat al-Quran tersebut ialah, pesakit hendaklah membaca surah pertama iaitu surah Qaff tiga kali pada waktu malam dan surah kedua iaitu surah Mukminun tiga kali pada waktu siang. Pembacaan ini hendaklah diamalkan setiap hari selama tiga hingga empat minggu. Selepas membaca tiga kali, pesakit perlu memohon doa kepada Allah SWT untuk penyembuhan. Selepas membaca dua surah pertama tadi, pesakit hendaklah mengulang amalan-amalan tersebut dengan surah-surah yang berikutnya.

Selain dari amalan ayat-ayat al-Quran, kami juga menggunakan teknik menekan di tempat-tempat tulang belakang yang bermasalah. Selalunya pesakit akan merasa sedikit tidak selesa bila tempat yang bermasalah itu disentuh oleh perawat kami.

Adalah lebih baik sekiranya pesakit dan keluarga datang untuk berjumpa dengan perawat-perawat Al-Hidayah terlebih dahulu supaya dapat kami memeriksa jikalau ada sebarang gangguan makhluk halus dan bolehlah dirawat dan diberi ayat-ayat al-Quran yang lain yang boleh merawat gangguan tersebut.

Dalam sebuah hadis sahih daripada Safiyah r.a. dijelaskan bahawa Rasulullah SAW ada bersabda: “Sesungguhnya iblis dan syaitan itu berlari dalam tubuh anak Adam menuruti pembuluh (saluran) darah. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)."



sumber dari: m.utusan.com.my/

Saturday, 12 April 2014

Ketahui Rahsia Di Sebalik Umur 40







Ramai tidak sedar dalam Al-Quran ada menyentuh tentang usia 40. Tentu ada yang sangat penting, perlu diperhatikan dan diambil serius akan perkara ini.

Allah swt. berfirman yang maksudnya,
Apabila dia telah dewasa dan usianya sampai empat puluh tahun, ia berdoa, “Ya Tuhanku, tunjukkanlah aku jalan untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapaku dan supaya aku dapat berbuat amal yang soleh yang engkau redhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim.” (al-Ahqaf: 15)

Usia 40 tahun disebut dengan jelas dalam ayat ini. Pada usia inilah manusia mencapai puncak kehidupannya baik dari segi fizikal, intelektual, emosi, mahupun spiritualnya. Benar-benar telah meninggalkan usia mudanya dan melangkah ke usia dewasa yang sebenar.

Doa yang terdapat dalam ayat tersebut dianjurkan untuk dibaca oleh mereka yang berusia 40 tahun dan ke atas. Di dalamnya terkandung penghuraian yang jelas bahawa mereka; telah menerima nikmat yang sempurna, kecenderungan untuk beramal yang positif, telah mempunyai keluarga yang harmoni, kecenderungan untuk bertaubat dan kembali kepada Allah.

Pada ayat yang lain, firman Allah yang maksudnya,

“Apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam tempoh yang cukup untuk berfikir bagi orang-orang yang mahu berfikir, dan (apakah tidak) datang kepadamu pemberi peringatan?” (al-Fathir: 37)

Menurut Ibnu Abbas, Hasan al-Bashri, al-Kalbi, Wahab bin Munabbih, dan Masruq, yang dimaksud dengan “umur panjang dalam tempoh yang cukup untuk berfikir” dalam ayat tersebut tidak lain adalah ketika berusia 40 tahun.

Menurut Ibn Kathir, ayat ini memberikan petunjuk bahawa manusia apabila menjelang usia 40 tahun hendaklah memperbaharui taubat dan kembali kepada Allah dengan bersungguh-sungguh.

Apabila itu berlaku menjelang usia 40 tahun, maka Allah memberikan janjiNya dalam ayat selepas itu: (maksudnya) “Kematangan”.

Usia 40 tahun adalah usia matang untuk kita bersungguh-sungguh dalam hidup. Mengumpulkan pengalaman, menajamkan hikmah dan kebijaksanaan, membuang kejahilan ketika usia muda, lebih berhati-hati, melihat sesuatu dengan hikmah dan penuh penelitian. Maka tidak hairan tokoh-tokoh pemimpin muncul secara matang pada usia ini.

Bahkan Nabi s.a.w, seperti yang disebut oleh Ibn ‘Abbas: “Dibangkitkan Rasulullah s.a.w pada usia 40 tahun” (riwayat al-Bukhari).

Nabi Muhammad saw. diutus menjadi nabi tepat pada usia 40 tahun. Begitu juga dengan nabi2 yang lain, kecuali Nabi Isa as. dan Nabi Yahya as.

Mengapa umur 40 tahun begitu penting.

Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah usia manusia diklasifikasikan menjadi 4 (empat) period, iaitu

1. Kanak-kanak (sejak lahir hingga akil baligh).
2. Muda atau syabab (sejak akil baligh hingga 40 tahun).
3. Dewasa (40 tahun hingga 60 tahun).
4. Tua atau syaikhukhah (60 tahun hingga mati).

Usia 40 tahun adalah usia ketika manusia benar-benar meninggalkan masa mudanya dan beralih kepada masa dewasa penuh.

Kenyataan yang paling menarik pada usia 40 tahun ini adalah meningkatnya minat seseorang terhadap agama sedangkan semasa mudanya jauh sekali dengan agama.

Seolah-olah macam satu fitrah di usia ini ramai yang mula menutup aurat dan mendekati kuliah-kuliah agama.

Salah satu keistimewaan usia 40 tahun tercermin dari sabda Rasulullah SAW; “Seorang hamba muslim bila usianya mencapai 40 tahun, Allah akan meringankan hisabnya (perhitungan amalnya). Jika usianya mencapai 60 tahun, Allah akan memberikan anugerah berupa kemampuan kembali (bertaubat) kepadaNya. Bila usianya mencapai 70 tahun, para penduduk langit (malaikat) akan mencintainya. Jika usianya mencapai 80 tahun, Allah akan menetapkan amal kebaikannya dan menghapus amal keburukannya. Dan bila usianya mencapai 90 puluh tahun, Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan dosa-dosanya yang dahulu, Allah juga akan memberikan pertolongan kepada anggota keluarganya, serta Allah akan mencatatnya sebagai tawanan Allah di bumi. (riwayat Ahmad)

Hadis ini menyebut usia 40 tahun paling awal memiliki komitmen terhadap penghambaan kepada Allah swt. sekaligus konsisten terhadap Islam, maka Allah swt. akan meringankan hisabnya.

Orang yang usianya mencapai 40 tahun mendapatkan keistimewaan berupa hisabnya diringankan. Tetapi umur 40 tahun merupakan saat harus berhati-hati juga. Ibarat waktu, orang yang berumur 40 tahun mungkin sudah masuk senja.

Abdullah bin Abbas ra. dalam suatu riwayat berkata, “Barangsiapa mencapai usia 40 tahun dan amal kebajikannya tidak mantap dan tidak dapat mengalahkan amal keburukannya, maka hendaklah ia bersiap-siap ke neraka.”

Imam asy-Syafi’i tatkala mencapai usia 40 tahun, beliau berjalan sambil memakai tongkat. Jika ditanya, jawab beliau, “Agar aku ingat bahawa aku adalah musafir. Demi Allah, aku melihat diriku sekarang ini seperti seekor burung yang dipenjara di dalam sangkar. Lalu burung itu lepas di udara, kecuali telapak kakinya saja yang masih tertambat dalam sangkar. Komitmenku sekarang seperti itu juga. Aku tidak memiliki sisa-sisa syahwat untuk menetap tinggal di dunia. Aku tidak berkenan sahabat-sahabatku memberiku sedikit pun sedekah dari dunia. Aku juga tidak berkenan mereka mengingatkanku sedikit pun tentang hiruk pikuk dunia, kecuali hal yang menurut syara’ lazim bagiku. Diantara aku dan dia ada Allah.”

Lantas, apa yang harus kita lakukan ketika menginjak usia 40 tahun?

1. Meneguhkan tujuan hidup
2. Meningkatkan daya spiritual
3. Menjadikan uban sebagai peringatan
4. Memperbanyak bersyukur
5. Menjaga makan dan tidur
6. Menjaga istiqamah dalam ibadah.

Jika ada yang mengatakan bahawa, Life began at fourty, saya cenderung berpendapat kehidupan yang dimaksudkan ialah kehidupan terarah kepada mendekatkan diri kepada penciptaNya dengan sebenar-benarnya.

Tetapi satu perkara yang kita harus sentiasa sedar bahawa kematian memanggil kita bila-bila masa tanpa tanda, tanpa alamat dan tanpa mengira usia. Jika kita beranggapan harus menunggu usia 40 tahun untuk baru memulakan kehidupan yang dimaksudkan di atas, maka rugi dan sia-sialah hidup kita jika umur kita tidak panjang.

Maksud sabda Nabi Muhammad S.A.W, “Orang yang bijak adalah orang yang selalu mengingati mati”.



sumber dari: lmmerah.blogspot.com/

Life Survival Guide- PARENTS






Assalamu’alaikum everyone :)

Here are some tips for us kids to make it through those tear-out-your-hair situations with our tormentors…ahem, I mean our parents :P (I apologise for the small Arabic font, wasn’t able to make it bigger. Maybe you guys can zoom in on the page)

Many a times we come across countless books, articles and the like for parents, advising them on how to deal with their rebellious, uncontrollable, monster of a teenager; kind of annoying how they present a rather one-sided picture, right? I mean, sometimes we weren’t the ones to cause the spark. Most of the times, the last thing we want is actually to get into a rut with our mums and dads.
Even though some of us may actually take pride in the fact that we have the ability to cause psychologists to go through the pains of writing an entire book about us, we can’t deny that the sticky situations we get stuck in with our parents takes a toll on us and our parents, mentally and even physically.

So here are a couple of tips that inshaa’Allah will help us keep our cool when World War III appears imminent…

#1 Remember whats in it for you:

When we are caught in an argument with our parents, many of us tend to just keep quiet and listen to whatever our parents have to say to us. Don’t ever think that we are biting tongues and stopping ourselves from snapping at our parents simply because they are our caregivers and they are older than us…we are keeping our words of anger and frustration under ­extremely tight wraps because Allah told us to, and it’s really interesting to see His choice of words in the Qur’an regarding this matter.

“…وَبِٱلْوَٲلِدَيْنِ إِحْسَـٰنًا…”
Surah Al-Isra’ Ayah 23

Many of us may be very familiar with this part of the ayah, especially if our parents quote it often. It is often translated as “…And that you be dutiful to your parents…” Yes, no doubt, we are to have the best possible conduct with regards to our parents (which we will discuss in the next tip inshaa’Allah), but it is also helpful to know what actually comes right before this part of the ayah.

“وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ…”
“And your Lord declared that you will not be enslaved to anyone except Him alone…”

By starting out the ayah by declaring that we, as creations of Allah , will not be enslaved to anyone except Him assures us that He comes first in our lives. Everything that He taught us, instructed us and commanded us takes priority, and everything else is secondary. We are to obey our parents at all times, unless something that they told us to do goes against the Command of Allah . At that point, we are to graciously explain to them that we fear Allah and that we do not feel that we should be doing such and such.

Another cool thing about this ayah is that Allah used the word “وَٲلِدَيْنِ” (pronounced: waalidayn) in the ayah. Hang in there, this may sound like an Arabic lesson, but trust me, you’re going to want to know this. This word means two parents, and comes from the singular word “وَالِد”(pronounced: waalid) and the verb “وَلَدَ” (pronounced: walada). Those of us who know a little bit of Arabic will know that this word means “father”, and the feminine version of the word used for mother is “وَالِدَة” (pronounced: waalidah). We also know that there is another pair of words in Arabic used for father and mother: “أَب” (pronounced: ab) and “أم” (pronounced: oom)respectively. These two words are more respectable, are sort of a higher status. An “أَب” issomeone who not only fathered you, but also cared for you and contributed to your upbringing. However, a “وَالِد” is someone who only fathered you; that is he is your biological father and had nothing to do with your upbringing. The same goes for the words “أم” and “وَالِدَة”. So every “أَب” is a“وَالِد” but every“وَالِد” is not necessarily an “أَب”. Since Allah used the word “وَٲلِدَيْنِ” in the ayah, it goes to show that we are to have the best conduct towards our parents even if they did not show us any kind of care or concern. So we can’t tell our parents “you were never there for me” and thus be granted the license to shut them out of our lives and treat them unkindly. Another nugget of wisdom we can extract from this is that Allah Knows that we have the potential to be merciful, kind, patient and charitable! And He wants us to give our best in these characteristics to our parents.

Many of us feel that our own parents are different, they are really unlike any other set of parents; completely psychotic and unreasonable perhaps and therefore these guidelines in the Qur’an don’t really apply to us. Don’t we know that Allah Knows exactly what kind of parents he had given us to? That it’s all part of the Master Plan that we would get difficult parents? He Knows, man, He Knows, and He purposely gave us the parents we have right now, all to see if we are willing to obey Him and strive to get the ultimate reward of Paradise, where not a single hardship will remain.
“Do you think that We had created you in play (without any purpose), and that you would not be brought back to Us?” [1]
Having patience with our parents is definitely worth it…
“…Only those who are patient shall receive their reward in full, without reckoning.”[2]

2 Dont forget their status with Allah (swt):

After obedience to Allah , obedience to our parents comes next; they really do hold a pretty high rank with Him.
Allah is our Rabb; our Sustainer. He takes care of our needs and takes charge of us. In this world, He gave the momentary responsibility to our parents. Whether we remember it or not, our parents took care of us when we were in the most helpless and embarrassing states. They cleaned us, fed us, dressed us, protected us and taught us. When we were just out of the womb, our mothers especially didn’t get an MC for a week, or even a day so that she could recover from delivery. She had to get to work immediately! Carrying a baby is truly a difficult task, so painful and challenging that Allah says in the Qur’an:

”وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَـٰنَ بِوَٲلِدَيْهِ إِحْسَـٰنًا‌ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ ۥ كُرْهً۬ا وَوَضَعَتْهُ كُرْهً۬ا‌ۖ وَحَمْلُهُ ۥ وَفِصَـٰلُهُ ۥ ثَلَـٰثُونَ شَہْرًا‌… “
Surah Al-Ahqaf Ayah 15

“And We have enjoined on man to be dutiful and kind to his parents. His mother bears him with hardship. And she brings him forth with hardship, and the bearing of him, and the weaning of him is thirty months…”

It’s also good to note that the word “أم” was used in this ayahto refer to the mother. This goes to show that all our mothers actually graduate from “وَالِدَة” immediately as bearing, delivering and weaning us already count as contributing to our upbringing and caring for us. That is why great emphasis is placed on giving our mums the best company and treating her with great respect and kindness. Child bearing and delivery is not cheap, if a woman dies while having a child in her, she attains martyrdom![3]

When we were little, our parents didn’t ask us for any pay nor did they ask for anything in return for those sleepless nights with us, but they do feel that they are entitled to some respect and some authority over us, and rightfully so.

Allah continues in Surah Al-Israa’:

…”إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْڪِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ۬ وَلَا تَنْہَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً۬ ڪَرِيمً۬ا (٢٣) وَٱخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيرً۬ا (٢٤) رَّبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا فِى نُفُوسِكُمْ‌ۚ إِن تَكُونُواْ صَـٰلِحِينَ فَإِنَّهُ ۥ ڪَانَ لِلْأَوَّٲبِينَ غَفُورً۬ا (٢٥) “
Surah Al-Isra’ Ayaat 23-25

“…If one of them or both of them attain old age in your life, say not to them “Uff” , nor shout at them but address them in terms of honour. And lower to them the wings of shade through mercy, and say: ‘My Lord! Bestow on them Your Mercy as they did bring me up when I was young.’ Your Lord knows best what is in your inner-selves. If you are righteous, then, verily, He is Ever Most Forgiving to those who turn to Him again and again in obedience, and in repentance.”

As people get older, it’s natural for them to get more dependent on others. When it comes to our parents, they will be asking more of us as they get older and older, and it’s normal that we would get increasingly frustrated as well. This is a particular challenge as people get harder to deal with because they can become unreasonable, but at this time Allah tells us not to even say “Uff!” to our parents. The word “أُفٍّ۬” in Arabic is used as a show of frustration. We can’t even show them we are frustrated even if they are yelling at us or not! I know it’s easier said than done, but hey, if Allah tells us to do it, it must certainly be possible because He says:

“And strive hard in Allah’s Cause as you ought to strive. He has chosen you, and has not laid upon you in religion any hardship…”[4]

Besides, Allah is also giving us the opportunity to say that we did not say uff! to our parents, and thus have fulfilled His Words.

When He tells us to lower the wings of mercy to our parents, it means to lower our ego and to cover our parents out of mercy. No matter what they do to us, the motivation to be good to them is out of mercy. In Surah Al-Isra’ we learnt about a little prayer we should make for our parents in private, where we ask Allah to Bestow His Mercy on them. Allah did not tell us to ask Him to forgive them as that would imply that they are doing something wrong. Instead, we ask Him to Bestow on them His Mercy because we are unable to show them all the mercy that they had shown us when we were little. Only Allah can pay them back in full.

He also says that He knows exactly what is in our inner-selves. Kind of creepy because on our tongues many of us say that we are being good to our parents, but deep down we know that we are not doing enough and that there is room for improvement. But even then, if we are really righteous with regards to this matter, and if we come clean with Allah and acknowledge our mistakes and ask Him for forgiveness, He has always been exceedingly forgiving.

It’s really amazing to see what a high status our parents hold with Allah …

#3 Develop selective hearing:

Selective hearing is the art of listening to only that which is important or beneficial to you. Our parents are human beings just like us, and they have their fair share of bad days. We should be empathetic and let them be a little emo every now and then because come on, sometimes everyone needs to vent their frustration. At times, we are often hit by some of the waves of negative energy radiating out from our parents (even though we try our best to avoid them on such days) when they say really hurtful things to us, or accuse us of doing something when we had nothing to do with it in the first place. Do bear in mind that they actually do not mean what they are saying as they are only overcome with heavy feelings at that point that they are unable to filter the words that are coming out of their mouths.

It’s also good to know that our parents know exactly what to say to get right under our skins…and make it burn really bad, and I mean worse than salt on an open wound. Sometimes we just wonder how they can get our blood to boil so quickly, and it can get so bad that we feel like our heads are going to explode! Do remember that they say those “corrosive” words merely just to see our reaction; to see how much patience we really have. One way you can end such blood-pressure-raising conversations is by playing along with them. They’ll be totally stumped by your response to their taunts. Give it a shot, at least you’ll be able to buy some argument-free time before they come up with something else that would make you tick, and trust me, they will :)

Nevertheless, when similar situations come about, it is time to switch on the selective hearing, and hear only the words that have some value to it and let all the harsh words bounce right off our ears. Be forgiving, then verily Allah is the Oft-Forgiving, Most Merciful.[5]

Selective hearing is to be used with the utmost CAUTION! We are creatures of intellect, as our Creator has fashioned us, so we are able to discern during one of our disagreements with our parents who it is that had slipped and messed up. When that little voice inside you tells you that maybe something you had done resulted in this admonition from your parents, resist the temptation to flick on the selective hearing switch! Take this as an opportunity to rectify your mistake and look on the bright side, after experiencing the consequences of your misdeed, you know you will not be repeating it in the future inshaa’Allah :P

#4 Find a good punching bag:

Not literally…unless you enjoy boxing as a sport! We all need some way to relieve the pent-up stress and frustration in one way or another. Search for a healthy outlet that will calm your nerves and lighten up your mood. I do not advise the television or music, but try to find an activity that won’t cause you any harm in any way, and is productive at the same time. Maybe some of us are good at a particular sport, or would like to put our culinary skills to the test, or perhaps would like to write some stories or compose poems. Drain out the pain in a fun way, but do try talking to Allah too about your feelings and problems. You don’t necessarily have to stand on the prayer mat to do so; you can talk to Him any time in your heart, because you know,

“…Verily in the remembrance of Allah do hearts find rest.”[6]

There is no flaw in the Deen, and any mistakes in this article are my own. This article is intended as a reminder for me, and my fellow brothers and sisters in Islam. Allah Knows the Best, and may He Grant us the ability to obey Him in all respects, and may He Grant us and our parents patience, put love between us, and may He reunite us in Paradise, Ameen.



sumber dari: msfatvs.wordpress.com/

Friday, 28 March 2014

berbakti kepada dua ibubapa







Di dalam pusingan ini, al-Quran mengatakan tentang fitrah manusia yang jujur dan yang menyeleweng dan akibat yang akan menimpa mereka masing-masing. Ia memulakan dengan pesanan berbakti kepada dua ibubapa. Pesanan seperti ini sering kali disebut selepas membicarakan persoalan aqidah mengenali Allah atau disebut serentak dengannya.

Ini adalah kerana hubungan ibubapa dan anak itu merupakan hubungan pertama selepas hubungan keimanan kepada Allah dari segi kekuatan dan kepentingannya dan hubungan paling utama yang harus diambil perhatian yang berat dan diberi penghormatan.

Sebutan seiringan ini mengandungi dua maksud. Maksud pertama ialah menyatakan kepentingan hubungan ibubapa dan anak, dan maksud kedua ialah menyatakan bahawa hubungan iman kepada Allah itu merupakan hubungan pertama yang didahulukan kemudian diiringi pula dengan hubungan darah dalam bentuknya yang paling erat.

Di dalam pusingan ini, dikemukakan dua contoh fitrah manusia. Dalam contoh yang pertama, hubungan keimanan kepada Allah bertemu dengan hubungan dua ibubapa dalam perjalanan keduanya yang lurus, jujur serta mendapat hidayat yang menyampaikan mereka kepada Allah. Dalam contoh yang kedua, hubungan keturunan terputus dari hubungan keimanan.

Kedua-duanya tidak mempunyai titik pertemuan. Contoh yang pertama berakhir dengan kesudahan mendapat syurga dan berita gembira, sedangkan contoh yang kedua berakhir ke dalam Neraka dan menerima nasib azab sengsara. Sesuai dengan keadaan ini, al-Quran menayangkan gambaran azab dalam satu pemandangan dari pemandangan-pemandangan hari Qiamat, iaitu gambaran yang menggambarkan akibat kefasiqan dan keangkuhan.

15. “Dan Kami telah berpesan kepada manusia supaya berbuat kebaikan kepada dua ibu bapanya …”

Ini adalah pesanan kepada seluruh umat manusia. Dan pesanan ini pula dibuat di atas asas kemanusiaan semata-mata tanpa memerlukan kepada mana-mana sifat lain di sebalik sifatnya sebagai manusia. Ia merupakan pesanan supaya membuat kebaikan dan kebaktian yang bebas dari segala syarat dan ikatan terhadap ibubapa, kerana sifat keibubapaan itu sendiri memerlukan kebaktian seperti itu, tanpa memerlukan kepada mana-mana sifat yang lain lagi.

Ia adalah pesanan yang terbit dari Allah yang menciptakan manusia, dan mungkin pula pesanan ini adalah khusus untuk jenis manusia sahaja, kerana tidak pernah diketahui di alam burung atau di alam haiwan atau di alam serangga bahawa anak-anak yang kecil itu diwajibkan menjaga ibubapa mereka yang tua.

Apa yang dilihat dan disaksi ialah fitrah makluk-makhluk ini hanya ditaklifkan supaya yang tua menjaga yang muda di dalam setengah-setengah jenis binatang sahaja. Kerana itu pesanan ini mungkin khusus untuk jenis manusia sahaja.

Pesanan membuat kebaikan dan kebaktian kepada dua ibubapa berulang-ulang kali disebut di dalam al-Quran al-Karim dan di dalam hadis-hadis Rasulullah saw. Tetapi tidak ada pesanan yang ditujukan kepada ibubapa supaya berbuat kebaikan kepada anak-anaknya melainkan jarang-jarang sekali iaitu kerana adanya suatu sebab atau keadaan-keadaan tertentu, kerana dorongan fitrah insan itu sahaja sudah cukup untuk menggerakkan ibubapa menjaga dan memelihara anaknya secara spontan yang tergerak dengan sendiri tanpa memerlukan kepada peransang atau pendorong yang lain.

Fitrah inilah yang membuat ibubapa sanggup melakukan pengorbanan yang luhur, sempurna dan aneh, iaitu pengorbanan yang seringkali sampai kepada had mati, apatah lagi menderita kesakitan dan kesengsaraan.

Mereka berbuat demikian tanpa teragak-agak, tanpa menunggu ganjaran, tanpa membangkit-bangkit dan tanpa keinginan untuk mendapatkan terima kasih.

Tetapi bagi generasi anak-anak pula, mereka tidak banyak menoleh kebelakang. Mereka tidak banyak menoleh kepada generasi ibubapa yang berkorban, memberi dan sudah tua, kerana giliran mereka ialah maju ke depan mendapatkan generasi baru dari anak-anak mereka pula, dan untuk generasi inilah mereka mengambil giliran berkorban dan memeliharanya.

Demikianlah berlalunya hidup ini.

Islam menjadikan keluarga sebagai kepingan-kepingan bata asas dalam pembinaan masyarakat Islam dan tempat belaan dan asuhan, di mana anak-anak yang masih mentah itu perlahan-lahan dapat berkembang dan membesar, di samping menerima bekalan kasih sayang, bantu membantu, sanggup menyanggup dan bina membina.

Kanak-kanak yang tidak mendapat tempat belaan keluarga akan membesar dengan kelakuan-kelakuan yang ganjil/abnormal di dalam beberapa segi kehidupannya walaupun ia menerima kerehatan dan didikan yang secukupnya di luar lingkungan keluarga. Bekalan utama yang tidak dapat diperolehinya di tempat belaan yang lain dari belaan keluarga ialah perasaan kasih sayang.
Umum di akui bahawa kanak-kanak dengan tabiat semulajadinya suka membolot ibunya dalam dua tahun yang pertama dari umur hidupnya. Dalam masa ini, dia tidak sanggup berkongsi ibu dengan sesiapa pun.

Ini tidak dapat dinikmati kanak-kanak di tadika-tadika, kerana pengasuh-pengasuh yang bertugas di sini adalah berkewajipan mengasuh beberapa orang kanak-kanak yang lain dalam satu masa.  Mereka berdengki-dengki satu sama lain untuk mendapat ibu tiruan bersama itu. Disinilah tumbuhnya di dalam hati mereka perasaan marah dan dendam menyebabkan perasaan kasih sayang tidak dapat tumbuh di hati mereka.

Begitu juga kanak-kanak memerlukan satu kuasa yang tetap yang menjaga dan mengawasinya supaya ia dapat membina syakhsiyahnya yang teguh. Ini tidak mungkin terlaksana melainkan di tempat belaan keluarga, kerana di tadika-tadika tidak terdapat satu kuasa syakhsiyah yang tetap, kerana pengasuh-pengasuh di sana berubah-ubah dan bergilir-gilir menjaga kanak-kanak yang lain. Ini menyebabkan syakhsiyah kanak-kanak itu tidak teguh dan kukuh.

Ujian-ujian dan pengalaman-pengalaman di tadika-tadika setiap hari mendedahkan hikmat kebijaksanaan tulen mengapa keluarga itu dijadikan batu asas yang pertama bagi pembinaan masyarakat yang sejahtera, iaitu masyarakat yang menjadi matlamat perjuangan Islam untuk membangunkannya di atas landasan fitrah yang sejahtera.

Di sini al-Quran menggambarkan pengorbanan yang luhur yang diberikan oleh seorang ibu kepada anaknya, iaitu satu pengorbanan yang tidak dapat dibalas selama-lamanya oleh anak-anaknya walau bagaimana besarnya kebaktian mereka menjunjung perintah Allah membuat baik kepada kedua ibubapa mereka :

15. “… Ibunya telah mengandungkannya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah. Tempoh mengandungnya sampai lepas susunya ialah tiga puluh bulan …”

Susunan kata-kata ayat ini dan bunyi kata-kata itu sendiri memberi gambaran yang hidup betapa teruknya kesusahan, kepenatan, kepayahan dan kesulitan yang dialami seseorang ibu.
Ungkapan ini seolah-olah keluhan penat lelah memikul tanggungan yang berat yang membuat seseorang itu termengah-mengah menarik nafas. Itulah gambaran ibu yang mengandung terutama di hari-hari akhir, dan itulah keadaan ibu yang melahirkan anak dengan penuh penderitaan dan kesakitan.

Ilmu genetik telah menerangkan kepada kita betapa besarnya pengorbanan seorang ibu dalam proses mengandung dan melahirkan seorang anak. Ia menerangkan kepada kita dengan gambaran yang amat menarik dan jelas.

Sebaik saja telur perempuan itu berkahwin (bersenyawa) dengan sel mani lelaki, ia berusaha melekatkan dirinya di dinding rahim. Ia dilengkapkan dengan sifat pemakan. Ia mengoyak dinding rahim tempat ia melekat itu dan memakannya, maka darah si ibu pun mengalir ke tempatnya, di mana telur yang bersenyawa dengan sel mani itu sentiasa tergenang dalam darah ibu yang kaya dengan berbagai-bagai zat.

Ia menghisapkan darah itu untuk hidup subur. Ia sentiasa memakan dinding-dinding rahim itu, sentiasa menghisap bahan hayat, sedangkan si ibu makan dan minum, mencerna dan menghisap untuk membekalkan darah yang bersih dan berzat kepada telur yang lahap dan rakus itu.

Dalam masa pembentukan tulang-temalang janin, ia banyak menghisap zat kapur dari darah ibunya, ini menyebabkan di ibu itu memerlukan zat kapur kerana ia memberikan larutan tulang-tulangnya dalam darah untuk membentuk tulang bayi yang comel itu. Ini hanya sebahagian kecil dari pengorbanan si ibu yang banyak.

Di samping itu, melahirkan anak pula merupakan proses yang sukar dan mengoyakkan anggota, tetapi kesakitan dan kemeranaan melahirkan anak itu tidak dapat menghalang  keinginan fitrah si ibu. Ia tidak dapat menjadikan si ibu lupa kepada kemanisan mendapat anak yang memenuhi keinginan fitrahnya. Ibarat benih yang menumbuhkan tumbuhan yang baru, ia hidup dan menjalar subur sedangkan benih itu sendiri mengering dan mati.

Kemudian diikuti pula dengan kerja menyusu dan membela. Si ibu memberi jus daging dan tulang-temalangnya di dalam susu. Ia memberi jus hati dan sarafnya untuk membela bayinya. Walaupun demikian, dia tetap gembira, bahagia, pengasih dan penyayang. Dia tidak pernah jemu dan tidak pernah bosan dengan kepenatan melayani bayinya. Yang menjadi cita-cita si ibu ialah ia mahu melihat anak itu sihat dan subur. Itulah satu-satunya ganjaran yang diingininya.

Masakan seorang itu dapat membalas pengorbanan di ibu ini biarpun bagaimana besar ia berbakti dan membuat baik kepada, kerana apa yang dibuat olehnya adalah terlalu kecik dan sedikit.

Amatlah benar sabda Rasulullah saw apabila beliau ditemui seorang lelaki dalam masa tawaf. Lelaki itu mengendung ibunya mengerjakan tawaf, lalu ia bertanya Rasulullah saw : “Adakah hamba telah menyempurnakan haknya?” Jawab Beliau saw : “Tidak, tidak sampai pun dengan sepenarik keluhannya.” (Riwayat oleh al-Hafiz Abu Bakar dengan isnadnya dari Buraydah dari bapanya)

Setelah selesai menerangkan pesanan berbakti kepada dua ibubapa dan menggerakkan hati manusia dengan pengorbanan ibu-ibu, al-Quran membawa kita kepada peringkat di bayi itu meningkat usia dewasa yang matang, mempunyai fitrah yang jujur dan hati yang mendapat hidayat :

15. “… Sehingga apabila ia sampai ke peringkat dewasa dan meningkat usia empat puluh ia pun berdoa : “Wahai Tuhanku, Dorongkan daku supaya mensyukuri nikmatMu yang telah engkau kurniakannya kepadaku dan kepada dua ibubapaku dan supaya aku mengerjakan amalan yang soleh yang Engkau redhakannya dan kurniakanlah kesolehan dalam zuriat keturunan ku. Sesungguhnya aku bertaubat kepadaMu dan sesungguhnya aku dari golongan Muslimin.”

Peringkat umur dewasa yang matang ialah peringkat umur di antara tiga puluh dan empat puluh. Dan peringkat usia empat puluh tahun itu merupakan kemuncak kematangan, di waktu ini segala kekuatan dan tenaga seseorang itu subur dengan sempurna dan di waktu inilah juga ia cukup bersedia untuk memikirkan sesuatu dengan mendalam dan tenang. Dan di dalam peringkat usia ini juga fitrah manusia yang jujur dan lurus mulai memberi perhatiannya kepada hakikat di sebalik hidup dan selepas hidup ini memikirkan nasib kesudahan hayatnya.

Di sini al-Quran menggambarkan perasaan dan fikiran yang terlintas di dalam jiwa yang jujur itu semasa ia berada dipersimpangan jalan di antara peringkat umurnya yang telah berlalu dengan peringkat akhir umurnya yang hampir-hampir kelihatan, disinilah ia berdoa kepada Allah swt :

15. “…“Wahai Tuhanku, Dorongkan daku supaya mensyukuri nikmatMu yang telah engkau kurniakannya kepadaku dan kepada dua ibubapaku …”

Inilah seruan kalbu yang mengenangkan nikmat Allah, kalbu yang merasa nikmat Ilahi itu begitu besar dan begitu banyak. Nikmat itu telah melimpahi dirinya dan dua ibubapanya sebelum ini, iaitu nikmat Ilahi yang telah begitu lama diketahuinya. Kalbu yang merasa kesyukuran dan terima kasihnya adalah terlalu kecil, kerana ia berdoa kepada Allah supaya ia dapat mensyukuri semuanya.
Ia memohon supaya Allah dorongkannya agar dapat ia menunaikan kewajipan kesyukuran itu dengan sempurna dan janganlah tenaganya dan perhatiannya berbelah bagi di dalam kesibukan-kesibukan yang lain dari menyempurnakan kewajipan yang besar ini.

15. “… Dan supaya aku mengerjakan amalan yang soleh …”

Ini satu lagi permohonannya iaitu ia berdoa agar ia dikurniakan pertolongan dan taufiq kepada amalan-amalan yang soleh yang sempurna hingga mendapat keredhaan Allah, kerana Allah itu merupakan satu-satunya matlamat dan harapan yang dicita-citakannya.

15. “… Dan kurniakanlah kesolehan dalam zuriat keturunanku …”

Inilah permohonan ketiga . Setiap hati yang mukmin bercita-cita supaya amalannya yang soleh itu bersambung pada zuriat keturunannya dan agar hati merasa tenang bahawa di dalam zuriat keturunannya yang akan datang terdapat anak cucunya yang menyembah Allah dan memohon keredhaanNya.

Zuriat keturunan yang soleh itulah cita-cita dan impian setiap hamba yang soleh. Ia lebih menyenangkan hatinya dari segala perhiasan dunia. Doa ini bermula dari ibubapa kepada sekalian anak cucu-cicit supaya generasi yang bersilih ganti itu bersambung di dalam ketaatan kepada Allah
Ia mengemukakan permohonan syafaatnya kepada Allah dan syafaatnya yang dikemukakan di hadapan doanya yang tulus ikhlas itu ialah taubat dan penyerahan diri kepada Allah (Islam) :

15. “… Sesungguhnya aku bertaubat kepadaMu dan sesungguhnya aku dari golongan Muslimin.”

Itulah sikap hamba yang soleh yang mempunyai fitrah yang bersih dan jujur terhadap Allah, sedangkan sikap Allah terhadap mereka telah diterangkan oleh al-Quran seperti berikut :

16. “Merekalah orang-orang yang Kami terima dari mereka sebaik-baik amalan yang dikerjakan mereka dan Kami ampunkan kesalahan-kesalahan mereka. Mereka adalah dari penghuni-penghuni syurga sebagai memenuhi janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.”

Maksudnya, balasan itu mengikut hisab yang sebaik-baiknya dan kesalahan-kesalahan akan diampuni. Dan tempat kembalinya ialah syurga bersama penghuni-penghuninya. Itulah penunaian janji yang benar yang dijanjikan kepada mereka di dunia. Dan Allah tidak akan memungkiri janjiNya. Dan balasanNya adalah balasan nikmat yang melimpah ruah.



sumber dari: http://mykonsis.wordpress.com/

Friday, 3 January 2014

Take a Lesson from the Demise




landscape


  All through history, societies that have opposed Allah, his messengers and religion, have been destroyed by great disasters, in such a way as to leave no trace of them. The end of such societies must be a lesson for all people, to turn to Allah and fear His wrath.

Say: "Travel about the earth and see the final fate of the evildoers." (Surat an-Naml: 69)

Say: "Travel about the earth and see the final fate of the deniers." (Surat al-An'am: 11)


Say: "Travel about the earth and see the final fate of those before. Most of them were idolaters." (Surat ar-Rum: 42)

We destroyed the cities round aboud you and have variegated the signs that hopefully they will turn back. (Surat al- Ahqaf: 27)



sumber dari: harunyahya.com

AFTER THE UNIVERSE DIES




A graphic impression of a star becoming a supernova


Do they not see that Allah, Who created the heavens and Earth, has the power to create the like of them, and has appointed fixed terms for them of which there is no doubt? But the wrongdoers still spurn anything but unbelief. (Surat al-Isra', 99)

Do they not see that Allah—Who created the heavens and Earth and was not wearied by creating them—has the power to bring the dead to life? Yes indeed! He has power over all things. (Surat al-Ahqaf, 33)

On the Day Earth is changed to other than Earth, and the heavens likewise, and they parade before Allah, the One, the All-Conquering. (Surah Ibrahim, 48)

How can you reject Allah, when you were dead and then He gave you life, then He will make you die and then give you life again, then you will be returned to Him? (Surat al-Baqara, 28)

"You tarried in accordance with Allah's Decree until the Day of Resurrection. And this is the Day of Resurrection, but you did not know it." On that Day the excuses of those who did wrong will not help them, nor will they be able to appease Allah. (Surat ar-Rum, 56-57)


They swear by Allah with their most earnest oaths that He will not raise up those who die, when, on the contrary, it is a binding promise on Him; but most people do not know it. So that He can make clear to them the things they differed about, and so that those who did not believe will know that they were liars. (Surat an-Nahl, 38-39)

"If you were to obey a human being like yourselves, you would, in that case, definitely be the losers. Does he promise you that when you have died and become dust and bones that you will be brought forth again? What you have been promised is sheer nonsense! What is there but our life in this world? We die and we live, and we will not be raised again." (Surat al-Mu'minun, 34-37)


He makes likenesses of Us and forgets his own creation, saying: "Who will give life to bones when they are decayed?" Say: "He Who made them in the first place will bring them back to life. He has total knowledge of each created thing; He Who produces fire for you from green trees so that you use them to light your fires." Does He Who created the heavens and Earth not have the power to create the same again? Yes indeed! He is the Creator, the All-Knowing. His command when He desires a thing is just to say to it: "Be!" and it is. Glory be to Him Who has the Dominion of all things in His Hand. To Him you will be returned. (Surah Ya Sin, 78-83)

Among His Signs is that you see the earth laid bare, and then when We send down water on it, it quivers and swells. He Who gives it life is He Who gives life to the dead. Certainly He has power over all things. (Surah Fussilat, 39)

The Trumpet will be blown, and those in the heavens and those in the earth will all lose consciousness, except those Allah wills. Then it will be blown a second time, and at once they will be standing upright, looking on. (Surat az-Zumar, 68)

Say: "Allah gives you life, then causes you to die, and then will gather you together for the Day of Resurrection, about which there is no doubt. But most people do not know it." (Surat al-Jathiya, 26)



sumber dari: judgementday.org

Saturday, 22 June 2013

Quran & Mothers






Allah says in Sura Luqman:

And We have enjoined man in respect of his parents – his mother bears him with faintings upon faintings, and his weaning takes two years – saying : “Be grateful to Me and to both your parents, to Me is the eternal coming.    (31:14)

And in Sura Ahqaf  He says:

And We have enjoined on man doing of good to his parents; with troubles did his mother bear him and with troubles did she bring him forth; and the bearing and the weaning of him was thirty months. (46:15)

In both the above verses, although both parents are mentioned, the mother is singled out as she bears a greater responsibility and ultimately a greater reward.

Two mothers are mentioned by name in the Qur’an. When Bibi Maryam, the mother of Prophet Isa (a) suffered the pangs of childbirth, she wished she was dead. She was all alone and worried about what was about to happen to her. At that time Allah consoled her and told her not to grieve. She was provided with fresh dates and water. She was also told to fast for three days by abstaining from talk, and Allah made the baby talk to prove that he was a miraculous baby (19:23-26). The mother is shown concern and consideration for her state. Allah does not abandon her, or reprove her by telling her that she is privileged to give birth to a Prophet. Although that was true, motherhood entails great difficulty, a fact recognized by the Qur’an.

Another mother mentioned by the Qur’an is the mother of Prophet Musa (a). When she was told to put her baby in the river, she was given an assurance that the baby would be returned to her. Allah knows the love of the mother, and knows it is difficult to give away one’s child. When the baby was picked up by the Pharaoh’s wife, he refused to suck the milk of any foster mother. Prophet Musa’s sister then suggested that they try her mother. Mother and baby unite, and Allah’s promise was fulfilled. (Sura TaHa 37-40, Qasas 7-13).


sumber dari: thejourneytoislam.wordpress.com