Thursday 24 April 2014

Khasiat Surah Al-Quraisy







  1. Untuk menentramkan hati.
  2. Bila ada orang yangselalu kebingungan dan gelisah tanpa ada suatu sebab, maka tulislah Surah Al-Quraisy pada sebuah piring porselen dengan menggunakan tinta za'faran, lalu tulisan itu dilunturkan dengan air matang dan airnya diminumkan pada orang yang bersangkutan, Insya Allah hatinya akan menjadi tenang.
  3. Agar makanan menjadi berkah.
  4. Apabila suatu ketika anda mengadakan acara walimah (pesta pernikahan) atau apa saja yang membutuhkan makanan yang agak banyak, maka sebelum makanan itu disuguhkan kepada para tamu, bacakanlah dahulu Surah Al-Quraisy. Insya Allah makanan itu menjadi berkah dan bisa mencukupi semua kebutuhan. Dan jika Surah Quraisy ini dibacakan pada makanan yang akan anda makan, maka Insya Allah anda akan merasa awet kenyang.
  5. Untuk menawarkan bisa (racun) binatang
  6. Jika ada orang yang terkena gigitan binatang yang berbisa, maka tulislah Surah Al-Quraisy pada sebuah piring porselen dengan menggunakan tinta za'faran, lalu lunturkan tulisan tersebut dengan air matang dan minumkan pada orang yang terkena bisa (racun). Insya Allah racunnya menjadi tawar dann tidak lagi membahayakan.



sumber dari: ff-islami.blogspot.com/

SEBAB TURUNNYA SURAT QURAISY







"Karena kebiasaan orang-orang Quraisy" (Quraisy: 1)
 
Sebab turunnya ayat
 
Al-Hakim dan lainnya meriwayatkan dari Ummu Hani binti Abu Thalib yang berkata, 
 
"Rasulullah bersabda, 'Allah memberikan keistimewaan kepada suku Quraisy dengan tujuh hal. Saya dijadikan berasal dari mereka, kenabian ada pada mereka, tugas menjaga (Ka'bah) ada pada mereka, tugas memberi minuman (bagi jemaah haji) juga pada mereka, Allah telah menyelamatkan mereka dari serangan tentara bergajah, mereka menyembah Allah tujuh tahun lamanya, sementara tidak satu kaum pun yang menyembah Allah selama itu, dan sesungguhnya Allah telah menurunkan satu surah penuh dalam Al-Qur'an yang hanya mereka yang disebut di dalamnya" Setelah berkata demikian, Rasulullah lantas membacakan ayat ini."



sumber dari: historyarnab.blogspot.com/

asbabun nuzul surah alqur’an




1. karena kebiasaan orang-orang Quraisy,
2. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
3. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah).
4. yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
(Quraisy: 1-4)
 
*Orang Quraisy biasa Mengadakan perjalanan terutama untuk berdagang ke negeri Syam pada musim panas dan ke negeri Yaman pada musim dingin. dalam perjalanan itu mereka mendapat jaminan keamanan dari penguasa-penguasa dari negeri-negeri yang dilaluinya. ini adalah suatu nikmat yang Amat besar dari Tuhan mereka. oleh karena itu sewajarnyalah mereka menyembah Allah yang telah memberikan nikmat itu kepada mereka.
 
Diriwayatkan oleh al-Hakim dan lain-lain, yang bersumber dari Ummu Hani’ binti Abi Thalib bahwa Rasulullah saw bersabda, 
 
“Allah mengutamakan kaum Quraisy dengan tujuh perkara…”sampai akhir hadits. Di dalam hadits tersebut disebutkan : “…. Diturunkan satu surat khusus berkenaan dengan mereka (kaum Quraisy),  dan di dalam surat tersebut tidak disebut kaum lain”, yaitu surat 106 Quraisy ayat 1-4.


image014



sumber dari: alquranmulia.wordpress.com/

Tafsir Surat Al Quraisy




بسم الله الرحمن الرحيم




لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ
إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِ
الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ

1. Karena kesenangan orang – orang Quraisy.
2. (yaitu) kesenangan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas,
3. Maka hendaklah mereka menyembah Rabb Pemilik Rumah ini ( Ka’bah).
4. Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.

Dinamakan surat Al Quraisy karena dengan kaum Qurasiy yang di sebutkan di awal surat, untuk mengingatkan mereka akan segala nikmat Allah Subhanahuwata’ala pada mereka

لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ
“ karena kesenangan orang-orang Quraisy “

Keduanya mengandung, penyebutan nikmat dari sekian banyak nikmat Allah Ta’ala atas penduduk Mekkah. Pada surat ini menyebutkan nikmat yang lain yaitu terpenuhinya semua kebutuhan dan berbagai keperluan mereka hingga memungkinkan mereka melakukan perjalanan pada musim panas dan dingin dalam rangka berdagang dan mendapatkan bahan makanan.
Karena begitu eratnya hubungan kedua surat, maka Ubay bin Ka’ab mengagapnya satu surat hingga diriwayatkan darinya bahwa dia tidak memisahkan antara keduanya dengan basmallah.

Sebab turunnya surat.

Al hakim mengeluarkan sebuah hadist, demikian pula Al Baihaqy mengerluarkannya dari Al Hakim pada kitab Khilafiyyat dari Ummu Hani binti Abu Thalib, ia berkata :
Rasul bersabda : “ Allah mengutamakan Qurasiy dengan tujuh hal ( lalu beliau menyebutkan hadist tersebut secara lengkap, diantaranya) turun surat yang tidak di sebutkan pada seorang selain mereka.”

Makna Kosa Kata

لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ
Dikatakan “alifasy-syai iilaafan” artinya  terus menerus berada bersamanya dengan senang tanpa meninggalkanya ( karena kesenangan orang Quraisy)

قُرَيْشٍ
“ Quraisy”
Sebuah nama bagi kabillah-kabillah Arab keturunan Nahdri bin Kinanah.

مْ رِحْلَ
“ berpergian “
“irtihaalul-qaum” Artinya mereka mengikat kuat kelana untuk berangkat.

أَطْعَمَهُم
“ memberi makan pada mereka”
Meluaskan rizki mereka dan menyediakan bagi mereka jalan rezeki.

آمَنَهُم
“mengamankan mereka”
Menjadikan mereka berada dalam keamanan dari tindakan penganiyaan dan perampasan terhadap harta dan jiwa mereka.

Keutamaan surat ini

Al Hakim mengeluarkan sebuah hadist dan Al Baihaqy mengeluarkannya dari Al Hakim pada kitab Khilafiyyat dari Ummu Hani binti Abu Thalib, ia berkata : Rasul shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“ Allah Subhanahuwata’ala mengutamakan Quraisy dengan tujuh hal : saya berasal dari mereka, kenabian ada pada mereka, mahkamah ( pemberi keputusan ) dan pemberi minum ( bagi jama’ah haji ) adalah dari mereka, Allah Ta’ala  menolong mereka atas pasukan gajah, meraka menyembah  Allah Subhanahuwata’ala sepuluh tahun ( saat mana ) tidak ada yang menyembah Allah selain mereka, Allah menurunkan sebuah surat dalam Al Qur’an tentang mereka. Lalu Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam membaca “ Li iilaafi Qurasiyin….dan seterusnya.”

Imam Ibnu Katsir menyatakan hadist ini gharib ( hanya diriwayatkan oleh satu perawi dengan lafazh seperti ini )

Makna secara global

Banyak Ahli tafsir mengatakan sesungguhnya jar-majrur di awal surat Al Quraisy adalah muta’aliq ( berhubungan) dengan surat sebelumnya. Artinya : “ kami telah melaksanakan apa yang Kami lakukan terhadap tentara bergajah untuk Quraisy, agar mereka mendapatkan : keamanan, kebutuhan, dan kestabilan perjalanan mereka ke Yaman pada musim  dingin dan ke Syam pada musim panas untuk berdagang dan mencari mata pencaharian.”

Lalu Allah membinasakan orang-orang yang hendak berbuat keburukan terhadap mereka dan mengagungkan tanah Al Haram serta penduduknya di hati bangsa Arab, sehingga bangsa Arab menghormati mereka dan tidak menghalanginya dalam perjalanan kemanapun yang mereka inginkan.
Oleh sebab itu Allah memerintahkan mereka untuk bersyukur dia berfirman :

فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِ
( maka hendaklah mereka menyembah Rabb pemilik Rumah ini ( Ka’bah ) artinya hendaknya mereka mengesakan Nya dan mengikhlaskan ibadah untukNya :

الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ
( yang telah memberikan makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan )

Rezeki yang lapang dan keamanan adalah nikmat dunia terbesar yang mengharuskan untuk bersyukur kepada Allah Subhanahuwata’ala. Ya Allah bagiMulah segala pujian dan rasa syukur atas segala nikmatMu baik yang lahir maupun yang bathin.
Allah menghubungkan secara khusus ketuhanannYa dengan “ Rumah itu ( Ka’bah )”, dengan sebab keutamaan dan kemuliaanya walau sebenarnya dia adalah Rabb segala sesuatu.

وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ
“ dan mengamankan meraka dari ketakutan “

Artinya mengaruniakan meraka keamanan dan kestabilan, maka seharusnya mereka mentauhidkan Allah Ta’ala dalam beribadah tanpa mempersekutukanNya dan tidak menyembah selainNya.
Berkata Imam Ibnu Katshir : “ oleh sebab itu barang siapa yang merespon urusan ini, maka Allah akan mengumpulkan keamanan dunia dan akherat baginya. Sedang siapa yang bermaksiat kepadaNya maka Dia akan mencabut kedua hal itu darinya. Sebagai mana firman Allah Ta’ala :

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُّطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِّن كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
وَلَقَدْ جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِّنْهُمْ فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمُ الْعَذَابُ وَهُمْ ظَالِمُونَ
“ dan Allah membuat perumpamaan dengan sebuah kampung yang dulunya aman dan tentram, didatanginya ileh rezkinya secara lapang dari segala tempat. Lalu mereka kufur dengan karunia Allah, maka Allah membuat mereka sebagian lapar dan takut sebab apa yang telah mereka perbuat. Sungguh telah datang kepada mereka seorang Rasul dari mereka sendiri, lalu mereka mendustakannya maka Allah memberikan meraka azab sedang mereka dalam keadaan zholim”
( Al Nahl : 112-113)

Faedah dalam surat ini

1. memperlihatkan pengaturan, hikmah dan rahmat Allah ,Maha Suci Rabb Yang Maha Bijaksana dan Maha Penyayang.
2. Penjelasan tentang keutamaan yang Allah berikan kepada kaum Quraisy dan nikmatNya pada mereka dengan membinasakan tentara gajah dan menghalanginya masuk ke Mekkah serta keamanan dan keluasan rezki bagi kaum Quraisy. Semua nikmat itu menuntun mereka untuk bersyukur kepada Sang Pemberi nikmat, yaitu Allah.
3. Kewajiban beribadah kepada Allah saja dan meninggalkan ibadah kepada selain-NYa
4. Kewajiban mensyukuri nikmat dengan cara memuji Allah dan membelanjakan di jalan yang dia Ridhai.
5. Pemberian Allah berupa makanan untuk mengilangkan lapar dan keamanan dari ketakutan, yang keduanya adalah poros kehidupan.

(diambil dari buku Ad Durusil Muhimmah Li Ammatil Ummah, Cahaya Tauhid Pres)



sumber dari: shirotholmustaqim.wordpress.com/

Tuesday 22 April 2014

Anugerah Anak







Setiap orang yang telah berkeluarga, bisa dipastikan amat mendambakan keturunan. Segala cara akan mereka tempuh, walau harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit jumlahnya, guna memperoleh sang pelanjut generasi. Kondisi ini bukanlah sesuatu yang aneh, apalagi ganjil. Sebab Allah Swt. telah menjabarkan di dalam Alqur’an Surat Ali Imran ayat 14 dengan menyatakan bahwa pasangan hidup dan anak-cucu merupakan perhiasan (ziinah) kemanusiaan. Namun tidak banyak yang sadar di antara manusia tentang “sesuatu” yang mereka dambakan tersebut. Sebab bagi kebanyakan orang tua, anak hanya merupakan investasi masa depan, baik di dunia maupun akhirat, tanpa ada pandangan yang lebih jauh lagi tentang resiko dari investasi tersebut.

Berkaitan dengan masalah anak, Alqur’an telah menjelaskan ada 4 model anak manusia. Yang semuanya merupakan fase-fase yang senantiasa mengiringi eksistensi kita, meskipun kita sendiri mungkin saja sudah beranak cucu pula. Ialah tipe yang menjadi ujian bagi kedua orangtua, tipe yang mencelakakan orangtua, tipe yang menjadi seteru orang tua, dan tipe anak yang bisa membanggakan kedua orangtuanya.

Untuk tipe anak pertama, terdapat di dalam Alqur’an surat at-Taghabun ayat 15 dan al-Anfal ayat 28.

Di dalam surat at-Taghabun ayat 15 dinyatakan bahwa, “Harta benda dan anak-anakmu hanyalah menjadi ujian. Dan di sisi Allah ada pahala yang besar.” Sedangkan di dalam surat al-Anfal ayat 28 disebutkan sebagai berikut, “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu menjadi ujian dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.”

Dari dua ayat di atas bisa dipastikan bahwa pada dasarnya anak adalah ujian dari Allah Swt. yang bermakna ganda, sebagaimana sifat dasar dari sebuah ujian. Ia bisa membawa kebaikan, dan tidak menutup kemungkinan mengajak kejahatan. Meskipun sifat dasar dari anak manusia adalah cenderung pada kebajikan (‘ala al-fitrah).

Tipe kedua adalah anak yang menjadi model di dalam surat al-Munafiqun ayat 9 sebagai berikut, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikanmu dari mengingati Allah. Dan siapa yang berbuat begitu, itulah orang-orang yang menderita kerugian.” Contoh dari model anak kedua adalah seorang anak yang bisa memposisikan orang tuanya berada dalam situasi yang begitu bernafsu melanggar ketentuan-ketentuan Allah, terutama dengan berbekal senjata kasih sayang.

Di dalam surat at-Taghabun ayat 14 disebutkan model anak yang ketiga sebagai berikut, “Hai orang-orang beriman, sesungguhnya di antara isteri dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagi kamu. Sebab itu, berhati-hatilah terhadap mereka. Tetapi kalau kamu suka memaafkan, berhati lapang, dan memberikan ampun, sesungguhnya Allah itu maha pengampun lagi Maha Penyayang.” Anak yang paling tepat menjadi contoh dari tipe anak yang ketiga ini adalah Kana’an, putra Nabi Nuh As.

Keempat, anak yang bisa membanggakan dan menyenangkan hati kedua orang tuanya sebagaimana yang terdapat di dalam surat al-Furqan ayat 74 sebagai berikut ini, “Wahai Tuhan Kami, kurniakanlah kepada kami isteri dan keturunan yang menjadi cahaya mata (yang terdiri dari orang-orang yang beriman, berilmu, berbudi, dan taat beragama), dan jadikanlah Kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” Dan Nabi Ismail AS. adalah figur anak yang paling pas dalam memerankan model yang keempat ini. Bagaimana tidak, kala dimintai penyerahan jiwanya oleh sang ayah, Nabi Ibrahim AS, demi memenuhi amar Tuhan, dengan mudahnya Nabi Ismail memasrahkan dirinya. Itulah gambaran anak yang bisa membahagiakan dan membanggakan kedua orang tuanya. Semoga di bulan Ramadhan yang suci ini, kita bisa bisa menjadi Ismail-Ismail baru dan mempunyai “anak-anak Ismail” pula. Amin Ya Allah, Ya Mujibas Sa’ilin. Semoga.

Wallah A’lam bi ash-Shawwab



sumber dari: pahrurrojimbukhori.wordpress.com/

When One’s Family Becomes his Enemy







The final section of Surat At-Taghbun addresses the believers, warning them against failure in the test represented in the temptation of spouses, children and riches. They are required to remain God-fearing, be obedient to him and give willingly for his cause. They are warned against being stingy.

They are further promised the doubling of their provisions, forgiveness of their sins and success. They are finally reminded of God’s all-encompassing knowledge, power and wisdom:

{Believers, some of your spouses and children are enemies to you; so beware of them. Yet, if you overlook their faults, pardon and forgive, God is much forgiving, ever merciful. 
Your wealth and children are only a trial and a temptation, whereas with God there is a great reward. 
Therefore, remain God-fearing as best as you can, listen, obey and be charitable. That will be best for you. Those that are preserved from their own meanness are the ones who will achieve success. 
If you make a goodly loan to God, He will repay you in multiples, and will forgive you your sins. God is ever thankful, forbearing. 
He knows all that is beyond the reach of human perception and all that is witnessed; the Almighty, the Wise.} (At-Taghabun 64: 14-18)

A man asked Ibn `Abbas about the first verse in this section and it is reported that he told him that  there were some people in Makkah who accepted Islam and wanted to join the Prophet in Madinah, but their spouses and children prevented  them.

When they ultimately joined him, they realized that those who were already with the Prophet had acquired insight in their religion. Therefore, they wanted to punish their spouses and children from having kept them away. God then revealed this verse telling them:

{If you overlook their faults, pardon and forgive, God is much forgiving, ever merciful.} (At-Taghabun 64: 14)
Follow the Shari`ah Zone
FollowShariahTW2
FollowShariahFB2

This hadith is related by At-Tirmidhi who described it as authentic. The same opinion is expressed by `Ikrimah, Ibn `Abbas’ disciple.
The Qur’anic statement is wider in scope and import than this particular situation represents. For this warning is the same as in the following verse:

{Your wealth and children are only a trial and a temptation, whereas with God there is a great reward.} (At-Taghabun 64: 15)

Both caution against the temptation that wives, children and wealth present. The warning that some spouses and children may be one’s enemies refers to a true fact in human life. In this way, the verses touch upon some intricate and complex ties in man’s emotions and how they are influenced by life’s circumstances. 
One may be willing to face such hardship himself, but cannot bear that such hardship be suffered by his wife and children.

Spouses and children may divert person’s attention from God’s remembrance. They may also make a man fall short of discharging the responsibilities required of his faith; this in order to spare himself the troubles that he may face as a result of fulfilling such responsibilities.
A person who strives for God’s cause may be exposed to much loss and may have to sacrifice a great deal. He and his family may have to withstand much hardship. He may be willing to face such hardship himself, but cannot bear that such hardship be suffered by his wife and children.

As a result, he may be tight-fisted and cowardly in order to ensure that they are safe, free of trouble and financially secure. Thus, they become his enemies as they turn him away from doing what is good and stop him from fulfilling the ultimate objective of his existence. Indeed, they may even stand in his way, stopping him from fulfilling his duty. In doing so, they may wish to spare themselves what may happen as a result, or they may not share his belief.

In this way, man finds himself unable to separate himself from them and dedicate himself to God’s cause. This is also a form of enmity that may vary in degrees. Furthermore, such situations are faced by believers at all times.

This very complex situation merits such a caution from God as to alert believers’ hearts so that they do not allow such feelings and pressures to creep into their minds. The caution is stated again, this time as a warning against the temptation presented by wealth and children. The Arabic word used here is fitnah, which conveys two earnings:

The first is ‘trial’, which makes the verse mean that God puts you to trial by giving you riches and children. He tests you in this way, so always be on the alert in order to pass your test and dedicate yourself to God.

The second meaning is ‘temptation’, and in this sense the verse means that riches and children present temptations for you to indulge in sin. Beware then and do not allow such temptations to distract you from the way that leads to God’s acceptance. Both meanings are acceptable.



The Prophet’s Care for Children
Imam Ahmad relates on the authority of Buraydah, a Companion of the Prophet:

“The Prophet was delivering a sermon when Al-Hasan and Al-Husayn came wearing two red shirts and tripping as they walked. The Prophet got down from the pulpit and took them up, placing them next to him. He then said:

"God and His Messenger speak the truth: {Your wealth and children are only a trial and a temptation.} 
I saw these two young boys tripping as they walked, and I could not wait. I had to interrupt my speech to lift them up”.

Thus did the Prophet do with his two grandchildren. It is, then, a very serious matter. Therefore, alerting people to it and making them aware of what it may lead to is necessary, as God, Who created people and gave them  their natural feelings, knows. They can then restrain themselves so as not to allow such feelings to dictate their behavior, knowing that such loving bonds could end up causing them what an enemy tries to cause.

Therefore, when the warning is given and the encouragement is made to pass the test and to overcome the temptation, they are reminded of what God has in store for them, {whereas with God there is a great reward. } (At-Taghabun 64: 15)

The believers are admonished to do their best to remain God-fearing and to obey God's orders:

{Therefore, remain God-fearing as best as you can, listen, obey and be charitable} (At-Taghabun 64: 16)

Here, we see an aspect of God's care as He restricts what is expected of the believers to that which remains within their power and ability. He knows the limit of what they can do in obedience of Him. The Prophet says:

"When I give you an order, do it as best you can, and when I prohibit something, refrain from it completely." (Al-Bukhari and Muslim)

Limits cannot be set on obeying an order to do something. Therefore, what is within one's ability and power is sufficient. On the other hand, prohibition cannot be divided. It is required in full.
They are also called upon to be generous in what they donate:

{And be charitable. That will be best for you} (At-Taghabun 64: 16)


Feed, Greet and Pray

Normally, they spend their money on their own needs, God instructed them to spend in charity what is good for themselves. Thus when they are charitable, they are actually spending their money on what is good for themselves. The Surah also depicts meanness as a plague, one they must try to get rid of. He is happy who manages to achieve this:

{Those that are preserved form their own meanness are the ones who will achieve success.} (At-Taghabun 64: 16)

The Surah goes on encouraging them to be charitable, making it desirable for them. It describes such charity as a loan given to God. Who would want to lose the opportunity to give his Master a loan?
God accepts the loan, repays it many times over, forgives the lender his sins, thanks the lender and forbears with him when he falls short of thanking Him:

{If you make a goodly loan to God, He will repay you in multiples, and will forgive you your sins. God is ever thankful, forbearing.} (At-Taghabun 64: 17)

Blessed be God's name:  how generous and great He is! It is He who creates man, His servant, and then gives him all his provisions. He then asks him to give Him as a loan some of what is surplus to his needs. He Almighty repays this loan in multiples and thanks his servant and forbears when His servant is not as grateful as he should be.

God thus teaches us how to rise above our weaknesses and shortcomings and how to aspire to the sublime, trying to be like Him, albeit within our limited abilities. God breathed of His spirit into man, so that man will always aspire to achieve this ideal, within the scope of his nature and ability.

Therefore, the sublime remains open for man always to aspire to. He can try to rise, step after step, so that he can meet God presenting what He likes him to present and what earns him His pleasure.
The section then concludes with a statement of God's knowledge and wisdom:

{He knows all that is beyond the reach of human perception and all that is witnessed; the Almighty, the Wise.}  (At-Taghabun 64: 18)

Everything is within His knowledge, subject to His Power, conducted according to His wisdom. As they go through life, people should realize they remain under God's watchful eye, are subject to His power, and that everything takes place by His will. When this truth is appreciated by people, they will remain God-fearing and respond to Him only as they should



sumber dari: onislam.net/

Infaqlah Harta Anda Pasti Allah Gandakannya







Infaq Apa yang Kamu Cinta & Sayang

(Surah Ali Imran: 92)
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”


Mendekatkan Diri kepada Allah

(Surah At-Taubah: 99)

“Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukan mereka kedalam rahmat (surga)Nya; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”


Pinjaman kepada Allah (Infaq), Diampunkan Dosa

(Surah Al-Maidah: 12)

“Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik* sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus.”

*Maksudnya ialah: menafkahkan harta untuk menunaikan kewajiban dengan hati yang ikhlas.


(Surah At-Taghabun: 17)

Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun”


Rezeki – Allah Ganti Derma Kamu

(Surah Saba: 39)

“Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)." Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.”


Bisnes yang Tidak Rugi

(Surah Fatir: 29)

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,”


Infaq Sebelum Mati

(Surah Al-Munafiqun: 10)

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?"”



Tidakkah seruan-seruan ini mampu mengetuk pintu hati anda? Hakikatnya orang yang berinfaq adalah untuk kepentingan dirinya. Sebab menginfakkan (membelanjakan) harta akan memperoleh barakah dan keuntungan. Tidak menghairankan jika orang yang berinfaq diibaratkan orang yang melabur dan menabung disisi Allah dengan jalan meminjamkan pemberiannya kepada Allah. Balasan yang akan diperolehnya berlipatganda. Sesungguhnya, orang-orang beriman merasakan janji Allah s.w.t sebagai pendorong kepada dia untuk bekerja kuat, beramal soleh dan berjihad pada jalan-Nya. Janji-janji Allah itu benar dan Dia tidak sekali-kali akan memungkiri janji-janji-Nya. Jadi ayuh, sambutlah Ramadhan dengan semangat berderma dan bersedekah sebanyak-banyaknya di jalan Allah.
 
 
 
sumber dari:  misrihjbohari.blogspot.com/

cabaran-cabaran yang ditempuhi oleh umat Islam







Juzuk 28 merupakan himpunan surah-surah Madaniyah. Ia terdiri 9 buah surah, iaitu Al Mujadalah, Al Hasyr, Al Mumtahanah, As Saff, Al Juma’ah, Al Munafiqun, At Taghabun, At Tholaq dan At Tahrim.

Perbicaraan tentang surah-surah ini, membawa kita menghayati peristiwa-peristiwa dalam masyarakat Madinah. Kita akan bersama dengan masyarakat dan kerajaan Islam yang pertama, sedang berkembang untuk membawa tasawwur hidup Islam  di alam realiti keseluruh alam.

Tugas adalah satu tanggungjawab yang dipikul oleh umat Islam. Ia menuntut persediaan yang sempurna. Pentarbiahan dan penyediaan jiwa memerlukan usaha dan kerja yang teliti, kesabaran yang panjang dan rawatan yang berterusan dalam sekecil-kecil perkara sehinggalah sebesar-besarnya. Hampir kesemua juzuk ini membentangkan usaha yang hebat ini, selain dari teknik dan pendekatan al Quran dalam membina jiwa, menangani pelbagai peistiwa, adat kebiasaan dan kecenderungan.
Begitu juga juzuk ini menjelaskan cabaran-cabaran yang ditempuhi oleh umat Islam dalam memikul tanggungjawab antaranya diri mereka sendiri, anak-anak, isteri-isteri  dan harta kekayaan yang kadang menjadi beban dan menghalang perjalanan mereka.

Juzuk ini juga membentangkan pertembungan yang panjang antara Islam dan musuh-musuhnya. Mereka sentiasa merancang dan menanti peluang untuk menghapuskan Islam.Antara musuh-musuh yang dijelaskan dalam juzuk ini seperti kaum yahudi, golongan munafiq dan kaum musyrikin.

Intima’ dan al tabarru’

Objektif umum yang menjadi intipati ayat-ayat juzuk ke-28 adalah berkaitan dengan isu yang amat sensitif. Iaitu intima’ (pengabungan) hidup mati dengan Islam dan at tabarru’ (membebaskan) diri sepenuhnya dari kekufuran dan orang-orang kafir. Ia merupakan diantara perkara asas dalam Islam, yang tidak dapat ditampung dengan solat dan ibadat-ibadat lain. Persoalan ini wajib memenuhi seluruh minda dan menguasai sanubari setiap peribadi muslim, di mana mereka mesti memberi kasih sayang, wala’ dan pertolongan hanya kepada orang-orang yang beriman (mukminin) dan pada masa yang sama memusuhi sesiapa yang menjadi musuh Allah, Rasul dan orang-orang beriman.

Masyarakat Islam Madinah

Surah al Mujadilah membicarakan perkara ini dengan detail. Bermula dengan institusi kekeluargaan, dan apa kaitannya dengan intima’…? Ini kerana ikatan masyarakat dan perasaan terikat dengan masyarakat bermula dengan institusi kekeluargaan.

Adapun surah al Hasyr, as Saff dan al Jumu’ah membicarakan tentang masyarakat Islam dan kesatuannya (wehdah), di mana hubungan sesama mereka dibentuk berdasarkan perasaan intima’ mereka kepada Islam dan Muslimin.

Awasi ancaman mereka!

Manakala surah al Mumtahanah menjelaskan tentang ujian, halangan dan cabaran terhadap intima’, ada pun surah al Munafiqun pula menzahirkan fenomena nifaq (sifat munafiq) yang merosakkan intima’ dan memecah belah kesatuan umat.

Adapun surah at Taghabun, at Talaq dan at Tahrim membentangkan perkara-perkara yang menyibukkan umat Islam daripada tuntutan intima’ dengan sepenuh hati kepada Islam seperti harta dan anak isteri.

Mula dan penutup

Surah al Mujadilah bermula dengan firman Allah:

قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا
ۚ
“Sesungguh Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengadu kepada mu (wahai Muhammad) tentang suaminya dan mengadu halnya kepada Allah, dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua”

Ayat ini menjelaskan kepentingan institusi kekeluargaan dalam pembinaan masyarakat Islam, di mana seorang suami telah mengatakan isterinya sama seperti ibunya, lalu Allah menurunkan ayat-ayatNya bagi menerangkan bahawa tindakan suami tersebut adalah salah di sisi Islam, dan tidak sepatutnya si suami menzalimi isterinya dan merungkai ikatan kekeluargaan. Ini menggambarkan bahawa Islam begitu mengambil berat tentang kedudukan wanita dan institusi kekeluargaan. Apabila seseorang wanita merasai bahawa Islam telah memuliakan kedudukan mereka, nescaya dia akan mendidik anak-anaknya supaya intima’ dengan Islam.

Sebagaimana permulaan juzuk yang ke 28 menjelaskan tentang isu wanita, begitulah juga pengakhirannya, di mana contoh tauladan wanita kuat intima’ dengan agama dipaparkan, iaitu melalui kisah permaisuri Fir’aun dan Mariam binti Imran. Seolah-olah Allah menyatakan kepada kita agar memelihara hak-hak wanita kerana wanita merupakan lambang keimanan dan kesejahteraan masyarakat. Adakah di sana sesiapa lagi yang sanggup mendakwa Islam mengabaikan wanita…?

Cinta dan benci kerana Allah

Seterusnya Allah menjelaskan hal keadaan kelompok mukminin dengan firmanNya:

أُولَـٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“mereka itulah Hizbullah, ingatlah sesungguhnya Hizbullah itulah yang berjaya” (ayat 22)

Ayat sebelumnya menjelaskan tentang musuh-musuh Allah, iaitu hizbusy-syaitan. FirmanNya:

أُولَـٰئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“mereka itulah hizbusy- syaitan dan ketahuilah bahawa parti syaitan itulah yang rugi” (ayat 19)

Kitalah yang menentukan pilihan untuk diri kita sendiri, samada ingin bersama Hizbullah atau hizbusy-syaitan. Jika kita memilih untuk bersama Hizbullah, maka kewajipan kita adalah untuk mencintai Allah, rasulNya dan orang mukmin dan membenci semua yang memusuhi Allah. Sebaliknya, jika kita memilih parti syaitan maka ketahuilah bahawa hizbusy-syaitan akan rugi dan dikalahkan!

Kemudian Allah menegaskan bahawa seorang muslim mesti mencintai apa yang dicintai oleh Allah serta membenci apa yang dibenci oleh-Nya. Firman Allah:

لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ
“Engkau (Muhammad) tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu adalah bapanya, anaknya, saudaranya atau keluarganya…” (ayat 22).

Tidak sepatutnya seorang muslim yang mengaku beriman dengan Allah dan Rasul mengasihi musuh Allah dan RasulNya dalam masa yang sama, sekalipun mereka itu adalah terdiri daripada kaum kerabatnya.

Intima’ yang rapuh…

Surah al Hasyr diturunkan kerana Bani an-Nadhir salah satu suku yahudi, peristiwa ini berlaku di dalam tahun yang keempat hijrah selepas peperangan Uhud dan sebelum peperangan Azhab kerana mengkhianati perjanjian damai dengan Rasulullah saw. Akhirnya bagaimana mereka diusir keluar dari Madinah. Golongan Munafiqin memberi sokongan kepada yahudi Bani an-Nadhir yang diketuai oleh Abdullah bin Ubai bin Salul telah menghantar utusan kepada mereka supaya menolak tuntutan itu dan terus melawan.Golongan Munafiqin itu telah memberi kata yang tegas kepada mereka ‘Jika kamu tetap dengan pendirian kamu dan sanggup bertahan, maka kami tidak akan menyerahkan kamu dan jika kamu diperangi, kami tetap berperang bersama kamu, dan jika kamu diusir keluar, kami tetap keluar bersama kamu’. Hal ini telah diterangkan oleh Allah dengan firman-Nya:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لِإِخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلَا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِن قُوتِلْتُمْ لَنَنصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
“Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang munafiq yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir dari golongan ahli kitab, jika kamu diusir keluar, nescaya kami akan tetap keluar bersama kamu dan kami selama-lamanya tidak akan tunduk kepada sesiapa pun yang menentang kamu. Dan jika kamu diperangi, kami tetap akan membantu kamu, dan Allah menyaksi bahawa sesungguhnya mereka adalah pendusta” (ayat 11)

لَئِنْ أُخْرِجُوا لَا يَخْرُجُونَ مَعَهُمْ وَلَئِن قُوتِلُوا لَا يَنصُرُونَهُمْ وَلَئِن نَّصَرُوهُمْ لَيُوَلُّنَّ الْأَدْبَارَ ثُمَّ لَا يُنصَرُونَ
“Jika mereka(Yahudi) diusir keluar, mereka tidak akan keluar bersama kamu, jika mereka (Yahudi) diperangi, mereka tidak akan membantu, jika merekamembantu, mereka akan berpaling lari ke belakang kemudian mereka(Yahudi) tidak akan dapat bantuan” (ayat12)

لَأَنتُمْ أَشَدُّ رَهْبَةً فِي صُدُورِهِم مِّنَ اللَّهِ ۚ ذَ‌ٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَفْقَهُونَ
“Sesungguhnya kamu di dalam hati mereka lebih ditakuti mereka dari Allah, sebab mereka adalah golongan manusia yang tidak mengerti” (ayat 13)

Golongan Munafiqin tidak akan sekali-kali memberi bantuan kepada orang Yahudi Bani an Nadhir, seperti apa yang telah dijanjikan oleh ketua munafiq iaitu Abdullah bin Ubai bin Salul kerana intima’ mereka terlalu rapuh yang tidak mampu menghadapi ujian dan rintangan. Al Quran membandingkan  keadaan dan hakikat Bani an Nadhir dan kaum munafiqin, dengan syaitan yang menghasut manusia, yang mana pada akhirnya manusia yang menerima hasutan itu telah menerima nasib kesudahan yang  amat teruk. Firman Allah:

كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلْإِنسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِّنكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ
“(Pujukan kaum munafiqin itu) sama seperti pujukan syaitan yang berkata kepada manusia; kafirlah engkau, dan apabila manusia menjadi kafir ia berkata, aku tidak ada apa-apa hubungan dengan engkau, kerana aku sebenarnya takut Allah Tuhan semesta alam” (ayat 16)

Tiga contoh tauladan

Kemudian Allah membawa contoh bagaimana hubungan orang mukmin sesama mereka dan hubungan mereka dengan orang lain. Marilah kita menghayati firman Allah:

لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا
“Harta fai’i itu juga untuk orang-orang Muahjirin yang fakir yang telah diusirkan dari kampung halaman mereka dan harta benda mereka kerana mencari limpah kurnia dan keredhaan Allah” (ayat 8 )

Mereka keluar kerana mencari keredhaan Allah, mereka itu adalah golongan Muhajirin.

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ
“Juga untuk orang-orang Ansar yang menetap dalam negeri hijrah dalam keimanan sebelum kedatangan Muhajirin” (ayat 9).

Inilah intima’ dan kesatuan, mereka mengutamakan kepentingan Muhajirin dari kepentingan diri mereka sendiri walaupun diri mereka memerlukan, mereka itu adalah golongan Ansar.

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ
“Juga untuk orang-orang yang datang selepas mereka (Muhajirin dan Ansar) yang berdoa; Wahai Tuhan Kami! Ampunkan kami dan saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami” (ayat 10 )

Mereka berdoa kepada saudara mereka yang lebih dahulu beriman dan saudara-saudara mereka yang beriman semasa hidup bersama dengan doa:

وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
“dan janganlah Engkau jadikan di dalam hati kami perasaan dendam terhadap orang-orang yang beriman; Wahai Tuhan kami! Sesungguhnya Engkau Maha Penyayang dan Maha Pengasih” (ayat 10 )

Bagi mereka cinta dan kasih sayang, mereka itu adalah tabi’in yang datang selepas generasi Muhajirin dan  Ansar  dan mereka yang beriman selepas  itu  sehinggalah hari kiamat.

Sifat kebesaran dan kesempurnaan

Surah ini diakhiri dengan tasbih kepada Allah yang memiliki segala isi langit dan bumi dengan firman-Nya:

لَوْ أَنزَلْنَا هَـٰذَا الْقُرْآنَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ ۚ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“dan sekiranya Kami turunkan al Quran ini di atas sebuah gunung nescaya engkau melihat gunung itu tunduk patuh dan pecah terbelah kerana takut kepada Allah, itulah perumpaan yang Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir” (ayat 21)

Bagaimanakah orang-orang Yahudi menduga bahawa benteng perlindungan mereka teguh dan kuat sedangkan jika al Quran diturunkan ke atas gunung, ia akan hancur. Manakah yang lebih teguh dan kuat, gunung yang menjadi pasak bumi atau benteng-benteng yahudi? Fikirlah wahai orang-orang yang berakal!

Surah al Hasyr diakhiri dengan menyebut tasbih dan memuji nama Allah al husna,seolah-olah Allah berkata kepada kita, wahai muslim!kenapa kamu tidak memberi intima’ dan menyerah diri sepenuhnya kepada Allah SWT yang mempunyai kekuasaan Yang Maha Agung lagi gagah perkasa?

Intima’ atau tidak.

Seterusnya surah al Mumtahanah membicarakan tentang ujian dan cabaran wala’ terhadap masyarakat Islam. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ ۖ
“Wahai orang-orang mukmin apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka” (ayat 10 )

Bermakna hendaklah kamu kenalpasti keimanan mereka dan Allah lebih mengetahui hakikat keimanan mereka.

Surah ini juga melarang umat Islam dari memberi wala’ kepada mana-mana tamadun selain dari Islam, dan menuntut mereka agar menjadikan Islam sebagai pegangan dan ikatan yang teguh serta kukuh dalam membina dan membangun kehidupan mereka. Firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُم مِّنَ الْحَقِّ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jangan kamu mengambil musuh-Ku dan musuh mu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita Muhammad), kerana rasa kasih sayang, pada hal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepada mu” (ayat 1)

Justeru itu sesiapa yang mengaku beriman tetapi tidak memberi wala’ dan kasih sayang kepada orang-orang yang beriman, maka imannya ada kesamaran atau dia tidak memahami isu ini.

Bergaul dengan mereka, tetapi berbeza dari mereka

Ini bukan bermakna kita memulau terus semua tamadun yang tidak ada kaitan dengan Islam atau tidak berinteraksi dengan mereka atau tidak mengambil faedah dari mereka. Kita berinteraksi dengan mereka dalam perkara yang memberi faedah kepada agama dan umat manusia keseluruhannya. Interaksi ini tidak boleh membawa kepada leburnya identiti Islam kita. Allah SWT berfirman:

عَسَى اللَّهُ أَن يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُم مِّنْهُم مَّوَدَّةً ۚ وَاللَّهُ قَدِيرٌ ۚ
“Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka dan Allah adalah Maha Kuasa” (ayat 7)

Allah berfirman lagi:

لَّا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu kerana agama dan tidak mengusir dari negeri kamu dan berlaku adil kepada mereka” (ayat 8 )

Kebaikan adalah suatu yang perkara yang dituntut, tidak kira kepada orang Islam ataupun kepada orang bukan Islam. Selagi mana orang bukan Islam itu tidak memerangi umat Islam dan tidak memberi bantuan kepada orang yang memerangi umat Islam.

Ujian-ujian…

Kisah Hatib bin Abi Balta’ah merupakan kisah ujian pertama yang dibentangkan oleh Allah SWT dalam surah ini. Hatib bin Abi Balta’ah merupakan seorang sahabat yang terlibat dalam peperangan Badar al Kubra. Beliau telah menghantar surat kepada ahli keluarganya melalui seorang wanita, menceritakan tentang tujuan Rasulullah SAW untuk menyerang kota Mekah. Ini sememangnya merupakan satu kesilapan!

Tetapi Allah Maha Mengetahui kejujuran iman Hatib bin Abi Balta’ah, bahawa dia bukanlah seorang munafiq, tetapi sekadar ingin memberi perlindungan kepada ahli keluarganya. Justeru, Allah telah memberi keampunan kepadanya, lalu Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُم مِّنَ الْحَقِّ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jangan kamu mengambil musuh-Ku dan musuh mu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita Muhammad), kerana rasa kasih sayang, pada hal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepada mu” (ayat 1)

Lantaran itu, kisah ini menjadi pedoman kepada semua umat Islam di sepanjang zaman supaya tidak berbuat demikian selepas teguran tersebut.

Seterusnya kisah kekasih Allah Nabi Ibrahim a.s yang berjaya dalam ujian, Allah berfirman:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya ada suri teladan yang baik bagi mu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka; sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain dari Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya, sehinggalah kamu beriman kepada Allah” (ayat 4)

Inilah contoh mufasolah imaniah atau pemisahan yang berdasarkan keimanan yang tidak ada tolak ansur.

Ujian seterusnya supaya kita berlaku adil kepada orang bukan Islam selama mana mereka tidak memerangi umat Islam dan tidak menyokong dan memberi bantuan kepada orang-orang yang  memerangi umat Islam. Firman Allah:

لَّا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu kerana agama dan tidak mengusir  dari negeri kamu dan berlaku adil kepada mereka” (ayat 8 )

Seterusnya ujian terhadap intima’ wanita-wanita yang beriman dan berhijrah. Firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ ۖ
“Wahai orang-orang mukmin apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka” (ayat 10 )

Saff ar Rahman…

Surah ash Shaff terus mengukuh lagi isu wala’ dan intima’ kepada Islam dan umat Islam. Firman Allah:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُم بُنْيَانٌ مَّرْصُوصٌ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalanNya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kukuh” (ayat 4)

Begitulah sebaliknya orang-orang kafir, mereka sentiasa berusaha untuk menghancurkan Islam dan umat Islam. Allah memberi peringatan dengan firmanNya:

يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahayaNya, meskipun orang kafir benci” (ayat 8 )

Surah ini ditutup dengan seruan kepada orang-orang beriman supaya berpegang teguh dan memberi intima’ sepenuh hati kepada agama Allah, sebagaimana Nabi Isa a.s menyeru dan menuntut al hawariyun supaya mereka membantu dan menolongnya dalam menegakkan agama Allah. Firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا أَنصَارَ اللَّهِ كَمَا قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيِّينَ مَنْ أَنصَارِي إِلَى اللَّهِ ۖ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنصَارُ اللَّهِ ۖ
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa ibnu Mariam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama Allah); pengikut-pengikutnya yang setia berkata: kamilah penolong-penolong agama Allah” (ayat 14)

Lambang kesatuan umat…

Kemudian diikuti dengan surah al Jumu’ah yang menggambarkan kesatuan umat Islam melalui perhimpunan mingguan mereka untuk menunaikana solat Jumaat setiap minggu. Dalam solat Jumaat ada bacaan ayat-ayat Allah, ada tazkiyah, ada taalim kitab dan hikmah. Firman Allah:

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka, yang membaca ayat-ayat Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajar kepada mereka  Kitab dan Hikmah (as Sunnah” (ayat 2)

Adakah solat Jumaat yang ditunaikan pada hari ini telah mencapai objektif-objektif tersebut?
Surah ini dinamakan dengan solat Jumaat untuk menjelaskan kapada kita bahawa kesatuan umat Islam tertegak di atas asas taalim Rabbaniah. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan solat pada hari Jumaat, maka bersegeralah kamu kepada mengingatkan Allah dan tinggalkan jual beli” (ayat 9 )

Umat Islam tidak diberi kelonggaran untuk melewat-lewatkan kehadiran dalam solat Jumaat atau tidak hadir tanpa sebarang keuzuran yang syar’ie kerana ia merupakan lambang kesatuan umat.

Tidak memberi intima’ kepada mereka…

Surah ini juga menceritakan tentang sikap orang-orang Yahudi yang tidak pernah memberi intima’ kepada agama Allah. Firman Allah:

مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا ۚ بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ ۚ
“perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tidak memikulnya adalah seperti keldai yang membawa kitab-kitab yang tebal; amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim” (ayat 5)

Demikian pula Allah membentangkan kisah golongan munafiqin dalam surah al Munafiqun:

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
“Apabila orang-orang munafiq datang kepada mu, mereka berkata: kami mengakui bahawa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah; dan Allah mengetahui bahawa sesungguhnya kamu benar-benar RasulNya dan Allah mengetahui bahawa sesungguhnya orang-orang munafiq itu benar-benar pendusta” (ayat 1)

Hati orang-orang munafiq tidak pernah mencintai Allah dan orang-orang beriman, serta mereka juga tidak pernah beriman dengan Rasul yang Allah utuskan. Mereka ini sama seperti orang-orang Yahudi yang tidak pernah mengambil pengajaran dari kitab Taurat.

Virus Intima’

Surah al Munafiqun terus membentangkan sifat-sifat orang-orang munafiq dan memberi peringatan kepada orang-orang beriman tentang betapa merbahayanya virus intima’ yang dibawa kaum munafiq ini. Golongan munafiq ini berhasrat untuk memporak peranda kesatuan umat Islam dengan tindakan mereka secara terang-terangan mahupun secara senyap-senyap.

Surah ini juga menjelaskan beberapa perkara yang boleh menyebabkan kaum muslimin sibuk dari intima’ mereka seperti harta benda, anak-anak dan isteri-isteri. Firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ ۚ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta dan anak-anak kamu melalaikan kamu dari mengingati Allah” (ayat 9)

Seterusnya masalah harta, isteri dan anak yang melalaikan kaum muslimin dari tugas asasi mereka, iaitu mengabdikan diri kepada Allah SWT dan berjuang untuk mendaulatkan syariatNya di dunia ini. Ianya lebih tegas dan jelas, diberi peringatan oleh Allah melalui surah at Taghaabun, at Thalaq dan at Tahrim. Dalam surah at Taghaabun Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya isteri-isteri dan anak-anak kamu ada yang menjadi musuh kepada kamu maka berhati-hatilah kamu dengan mereka” (ayat 14)

Kemudian selepas ayat tersebut Allah memberi peringatan:

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَاللَّهُ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya harta dan anak-anak kamu hanyalah cubaan atau ujian bagi kamu, di sisi Allahlah pahala yang besar” (ayat 15)

Kecuali mereka yang mendapat rahmat dari Allah..

Allah SWT menarik perhatian kaum muslimin ketika menyebut anak-anak dan isteri-isteri kamu sebagai seteru dalam surah at Taghaabun, firmanNya:

إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ
“Sesungguhnya isteri-isteri dan anak-anak kamu ada yang menjadi musuh kepada kamu” (ayat 14)

Perkataan ‘min’ bukan bermakna semua anak-anak dan bukan semua isteri-isteri, kerana ‘min’ bermakna lit tab’iid yang bermaksud sebahagian atau bermaksud terdapat sebahagian dari anak-anak dan isteri-isteri kamu menjadi seteru kepada kamu maka hendaklah kamu berhati-hati.

Cuba kita perhatikan dalam surah at Tahrim, firmanNya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman peliharalah diri dan keluarga kamu dari api neraka yang bahan bakarnya ialah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak menderhakai Allah terhadap apa yang diperintah Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (ayat 6)

Dalam ayat ini jelas institusi kekeluargaan adalah paksi penting bagi keteguhan intima’ seseorang kepada Islam. Oleh itu menjaga atau memelihara institusi kekeluargaan adalah jaminan kepada lahirnya masyakat Islam yang prihatin terhadap anggota masyarakat muslim.

Allahu A’lam.



sumber dari: ustmuhammad.wordpress.com/

Istri & Anakmu Ada Yang Menjadi Musuhmu!







يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّ مِنۡ أَزۡوَٲجِكُمۡ وَأَوۡلَـٰدِڪُمۡ عَدُوًّ۬ا لَّڪُمۡ فَٱحۡذَرُوهُمۡ‌ۚ وَإِن تَعۡفُواْ وَتَصۡفَحُواْ وَتَغۡفِرُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampunkan (mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi 
Maha Penyayang.”  (Surah At-Taghabun: 14)


SEBAB PENURUNAN AYAT

Menurut satu riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Ibnu Jarir daripada ‘Ata Ibn Yasar, dia berkata: Surah At-Taghabun telah diturunkan keseluruhannya di Makkah kecuali ayat 14 dan ayat-ayat berikutnya diturunkan di Madinah. Ayat 14 dalam surah ini diturunkan berkenaan kejadian yang terjadi kepada ‘Auf Ibn Malik al-’Ashja’i. Beliau mempunyai seorang isteri dan seorang anak. Ketika ‘Auf hendak pergi berperang di jalan Allah, isteri dan anaknya menangis dan menahannya supaya tidak pergi sambil mereka berkata, “Kepada siapa kami akan kamu tinggalkan?” ‘Auf berasa simpati dengan mereka dan tidak jadi pergi. Maka turunlah ayat 14 dalam surah ini menceritakan peristiwa berkenaan.

Dalam riwayat lain yang dikeluarkan oleh Imam At-Tirmizi dan Imam al-Hakim daripada Ibnu Abbas, dia berkata: Ayat yang berbunyi: “Sesungguhnya antara isteri-isteri dan anak-anak kamu ada yang menjadi musuh bagimu, oleh karena itu berhati-hatilah kamu”,  diturunkan berkenaan dengan satu kaum dari penduduk Makkah yang telah memeluk agama Islam, tetapi isteri-isteri dan anak-anak mereka tidak mau berhijrah ke Madinah tempat Rasulullah SAW berada. Apabila sampai di Madinah dan melihat masyarakat yang telah faham Islam, maka timbullah keinginan untuk menghukum isteri-isteri dan anak-anak mereka tetapi Allah menurunkan ayat yang berbunyi: “dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi mereka serta mengampunkan (mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Meskipun dua riwayat di atas  berlainan antara satu sama lain, ia memberikan suatu gambaran latar belakang ayat yang diturunkan. Kedua-duanya menyentuh masalah ayah atau suami yang isteri dan anaknya menghalanginya atau melambatkannya untuk keluar di jalan Allah.  Kedua-dua riwayat itu juga memperlihatkan si ayah atau suami sebagai orang yang paling bertanggungjawab dalam rumah tangga memiliki kafa’ah dan usaha yang lebih daripada isteri dan anak-anakdari sudut ilmu, amal, iltizam, jihad dan lain-lain.

MEMILIH ANTARA  KELUARGA DAN PANGGILAN ALLAH
 
Perbedaan dari segi kefahaman dan iltizam ini kadangkala menampakkan hakikatnya dalam keadaan-keadaaan yang genting, seperti pergi untuk berperang atau berhijrah di jalan Allah karana perbuatan-perbuatan ini mungkin membawa kepada perpisahan keluarga. Keadaan ini memang menimbulkan masalah bagi seorang suami atau ayah dan di sinilah letaknya ujian-ujian Allah. Dalam keadaan ini, ia berada di tengah-tengah dua pilihan, antara memilih keluarga pada satu sisi, namun kefahaman dan keiltizamannya dengan panggilan Allah membuatnya ingin pergi. Apabila bersama keluarga lebih kuat menarik hatinya, maka isteri dan anak-anaknya tentu akan menahannya dan menjadikannya ragu untuk bergerak keluar rumah bahkan mungkin membatalkan niatnya sama sekali. Tetapi apabila  kefahaman dan keiltizaman seorang ayah atau suami lebih kuat, maka ia dapat melewati halangan-halangan itu seperti masa Nabi Ibrahim ketika diperintah menyembelih anaknya Ismail, atau seorang sahabat yang baru saja berumah tangga tetapi apabila berkumandang pangilan jihad ia pun meninggalkan isterinya dan terus berjihad sehingga syahid. Begitu juga jika kita lihat keadaan Imam Hasan Al-Banna yang tidak menghiraukan rayuan isterinya untuk menemaninya menjaga anaknya yang sedang demam. Beliau tetap meninggalkan rumah untuk menghadiri program penting dalam dakwahnya .

KEFAHAMAN DAN KEILTIZAMAN PERLU SEIMBANG
 
Jika sang suami - karena kepahamannya - berniat untuk menghukum istri dan anakanya karena  mereka menjadi penyebab dirinya bergerak lambat menyahut seruan Allah. Mungkin si ayah/suami menyangka isteri dan anak-anaknya telah sampai ke tahap kefahaman dan keiltizaman seperti dirinya yang bersedia menerima hukuman di atas kelambatan beramal. Ini adalah prasangka yang salah. Dalam hal ini  Allah melarang seorang suami menghukum isteri dan anak-anaknya karena menghalanginya menyahut panggilan Allah dengan firman-Nya :

“Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampunkan (mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Allah SWT memberikan tuntunan kepada ayah atau suami agar mengambil sikap pertengahan dan sederhana antara ‘tafrit’ dan ‘ifrat’ ketika terjadi seperti ini. Mengikuti ajakan keluarga dan mengabaikan seruan Allah adalah tafrit (tidak perduli). Karena itu Allah SWT memperingatkan kita dengan kata-kata, “berhati-hatilah kamu” atau “waspadalah kamu” dari ajakan keluarga. Tetapi ketika berniat untuk memukul atau menghukum keluarga, itupula adalah sifat ifrat (melampaui batas). Dalam hal ini Allah SWT menyuruh kita memaafkan mereka. Inilah dua sikap yang benar yang patut diambil oleh seorang ayah atau suami dalam menghadapi keluarga apabila terjadi seperti ini.

HAKIKAT MUSUH

Dalam ayat di atas Allah SWT menyatakan bahwa, “ada antara isteri-isterimu dan anak-anakmu yang menjadi musuh bagimu”. Menurut Ibnu Katsir pengertian musuh di sini adalah “sesuatu yang melalaikan daripada mengerjakan amal saleh” seperti firman Allah dalam surah al-Munafiqun ayat 9 yang bermaksud:

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah harta-harta dan anak-anakmu melalaikan kamu daripada memperingati Allah. Barangsiapa berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”

Daripada pendapat Ibnu Katsir ini dapatlah diambil pengertian umum bahwa apa saja yang  melalaikan kita dari mengingat Allah, beramal saleh dan mentaati perintah Allah adalah musuh kita.
Dalam hal ini musuh kita yang paling utama adalah syaitan karena ia sentiasa menyuruh kita untuk mengingkari Allah SWT dan perintah-Nya. Usaha dan pergerakan syaitan dalam menjerumuskan diri  dan keimanan kita kadangkala dengan membisikkan ide dan pemikiran yang berlawanan dengan kehendak Allah. Tetapi dalam banyak hal, syaitan menggoda manusia melalui berbagai wasilah seperti isteri, anak-anak, harta, kedudukan, pangkat dan lain-lain.

Apabila kita tidak berhati-hati dan berwaspada, wasilah-wasilah ini yang seharusnya membantu ke arah mencapai keridhaan Allah SWT, telah ditunggangi dan diperalat oleh syaitan. Ingatlah firman Allah ketika Dia mengusir Iblis dari syurga dan memberikan kesempatan kepadanya (iblis) untuk menyesatkan manusia dengan segala wasilah yang ada padanya. wallahu'alam..



sumber dari: ibnumushab.blogspot.com/

Sunday 20 April 2014

MELACAK LINGKUP BANJIR NABI NUH MELALUI PETA GOOGLE EARTH






Situs kapal yang dipercaya sebagai bekas kapal Nabi Nuh telah ditemukan di wilayah Turki dekat perbatasan Iran. Di sekitarnya ditemukan pula jangkar batu, reruntuhan bekas pemukiman, dan ukiran dari batu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di website www.noahsark-naxuan.com. Kayu dari perahu tersebut sudah tidak ada lagi. Yang ada hanya sebuah bentuk simetris raksasa seperti perahu. Diduga tanah, debu dan batuan vulkanis yang memiliki usia bebeda-beda telah masuk kedalam perahu tersebut selama bertahun-tahun sehingga memadat dan membentuk  sesuai bentuk perahu.

Pada situs tersebut juga diperlihatkan peta satelit yang menunjukan lokasi dari kapal Nabi Nuh beserta jangkarnya. Berdasarkan data ini, lokasi kapal Nabi Nuh dapat pula dilacak dalam peta satelit Google Earth. Peta satelit yang dapat melihat seluruh permukaan bumi sampai dasar laut ini dapat di “download” dengan gratis pada website www.earth.google.com

Dengan peta Google Earth ketinggian (altitude) setiap titik di permukaan bumi dapat diketahui. Berdasarkan peta ini, lokasi situs perahu Nabi Nuh terletak pada ketinggian/level sekitar 2000. Lokasinya di kaki bukit yang agak rata. Sedangkan di daerah sekitarnya masih ada lembah raksasa yang memiliki level jauh lebih rendah. Jadi, perahu Nabi Nuh mendarat pada saat banjir masih belum benar-benar surut. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi topografi di sekitar situs perahu Nabi Nuh sangat mendukung untuk terjadinya banjir besar  Daerah itu merupakan cekungan (basin) raksasa luasnya jauh melebihi luas cekungan Bandung yaitu  mencapai sekitar 9-10 juta Ha (70% luas pulau Jawa).  Banjir pada saat itu akan seperti lautan karena puncak bukit setinggi 5000 m tidak akan nampak pada jarak 250 km (sebab bumi bulat). Lingkup banjir pada saat perahu Nabi Nuh mendarat dapat dilacak dengan membuat garis ketinggian yang menelusuri level yang sama dengan level dimana perahu ditemukan. Jadi perlu membuat garis kontur yang melalui situs perahu tersebut. Google Earth memiliki fasilitas untuk membuat garis (path line)  yang dapat menelusuri permukaan bumi yang berlevel sama sehingga membentuk sebuah garis kontur. Berikut adalah gambar peta satelit Google Earth yang sudah diolah dengan teknologi komputer sehingga dapat memperlihatkan lokasi dan lingkup banjir Nabi Nuh.




Garis berwarna biru pada peta adalah kontur dengan level 1530 dimana pada lingkup banjir ini hanya ada satu saluran keluar (outlet I). Outlet ini dahulunya diduga berupa celah sempit kemudian melebar karena gerusan air bah. Karena hanya ada satu outlet  sempit yang berbentuk “V”, ini menyebabkan banjir surut menjadi semakin lambat. Namun, perahu sudah mendarat pada level sekitar 2000. Jadi cukup lama menunggu air benar-benar surut.

Luas area banjir pada level 1530 ini sekitar 4 juta ha. Panjang lingkup banjir ini sekitar 560 km (sekitar 3/4 panjang pulau Jawa).

Berapakah level maksimum banjir Nabi Nuh? Level maksimum banjir Nabi Nuh bisa di atas level 2000. Secara teoritis, banjir maksimum terjadi pada saat volume air yang masuk sama dengan volume air yang keluar dari area tersebut. Hal ini membutuhkan juga penelitian geologi untuk mencari bekas-bekas rendaman dan terjangan air yang mungkin masih ada disekitar lokasi. Dilengkapi pula dengan beberapa simulasi komputer.

Berdasarkan riwayat dalam sebuah Kitab Suci (Kitab Kejadian / Genesis), sumber air banjir Nabi Nuh adalah air hujan yang berlangsung 40 hari 40 malam ada juga yang menyatakan 150 hari. Yang penting adalah di daerah itu pernah terjadi hujan yang sangat dahsyat. Air hujan masuk area ini selain secara langsung jatuh dari awan juga melalui cara yang tidak langsung yaitu melalui mata air dari rembesan air danau tinggi yang sudah penuh, air permukaan yang lebih tinggi (catchment area), dan air bah atau air terjun dari danau tinggi yang meluap menuju lembah (lihat peta). Namun sumber utamanya adalah air hujan.

Hujan lebat dengan intensitas curah hujan tinggi turun ke lembah dan sekitarnya. Danau dekat lembah (wilayah Armenia, lihat peta) yang lokasinya lebih tinggi (sekarang +1900 m) akan penuh terlebih dahulu. Kemudian air akan mengalir meresap kedalam tanah menuju lembah (sekarang +850) membentuk banyak mata air. Kemudian setelah danau tersebut tidak mampu lagi menampung air hujan, limpahan airnya akan luber menjadi air bah dan air terjun menuju lembah membentuk gelombang besar. Nampaknya lebih jelas apabila dibuat sebuah gambar animasi sebagai simulasi.



sumber dari: farmasiparepare.wordpress.com/

Replika Kapal Nuh Ini Menjadi Wisata Favorit Di Eropa





Replika Kapal Nuh Ini Menjadi Wisata Favorit Di Eropa


Replika kapal Nuh yang ada di belanda ini telah menjadi salah satu wisata favorit di eropa sejak pembukaan resminya untuk umum pada akhir tahun 2012 lalu. Replika kapal Nuh ini dibuat oleh pengusaha belanda bernama Johan Huibers.

Menurut Johan Huibers replika kapal Nuh dilatar belakangi oleh mimpinya dimana dirinya bermimpi akan terjadi bencana seperti kisah Nuh. Sehingga ia membuat replika kapal Nuh. Dalam pembuatannya, Johan Huibers dibantu dengan 2 anaknya dan beberapa temannya untuk membangun kapal Nuh dengan ukuran panjang 130 meter, lebar 29 meter, dan tinggi 23 meter yang selesai pada 2005. Kapal buatannya ini dinamakan Bahtera Johan yang memiliki berat 3.000 ton.

Kapal yang dibuat menggunakan pohon pinus Swedia yang diperkuat baja tersebut selesai dalam waktu 20 tahun dengan modal USD 1,2 juta. Didalam kapal ini terdapat restoran, dua bioskop, dan koleksi hewan-hewan dari plastik. Pengunjung juga dapat melihat binatang yang tak terlalu berbahaya seperti anjing, domba, kelinci, kuda dan beberapa jenis burung eksotis.



sumber dari: nutrisijiwa.com/

Bahtera Nuh Terbesar dan Tercanggih Akan Dibangun Di Rusia




Bahtera Nuh baru dikembangkan oleh para arsitek asal Rusia. Kali ini, bahteranya berwujud hotel yang dinamai “Ark Hotel”. Bahtera yang berwujud hotel ini, dalam konsep yang ditunjukkan Senin (10/1/2011), dibangun untuk mengatasi bencana banjir akibat kenaikan permukaan air laut.



Ketika bencana banjir terjadi, hotel ini bisa melayang di air laut sehingga mampu menyelamatkan manusia yang ada di dalamnya. Dalam kondisi tersebut, hotel yang didesain berbentuk cangkang ini juga masih bisa menyediakan energi bagi penghuninya sebab bagian dalamnya ditanami pohon.

Selain mengatasi banjir, hotel ini juga dikatakan tahan gempa. Para arsitek yang membangunnya mengatakan, rangka dan desain hotel mampu menyebarkan berat secara merata sehingga bisa mengamankan penduduk dari bencana gempa bumi yang mungkin terjadi.

 

Hotel ini juga memiliki panel surya dan penampung air hujan yang akan memberikan energi dan air secara alami. Bagian dalam hotel dilengkapi dengan vegetasi tumbuhan yang selain memberikan kualitas udara yang baik juga bisa menjadi sumber bahan pangan.

Eksterior hotel terbuat dari bahan yang transparan untuk memastikan tercukupinya cahaya. Kontrol intensitas cahaya dilakukan dengan adanya filter di bagian dalam ruangan. Sementara, sebuah lapisan khusus juga digunakan untuk memastikan kualitas cahaya yang masuk ruangan.

Hotel ini dibangun oleh firma arsitektur Remistudio Rusia dan International Union of Architect. Alexander Remizow dari Remistudio mengatakan, “Hotel ini dibangun untuk menjawab tantangan yang ada saat ini. Dibangun untuk mendukung sistem kehidupan yang independen.”

Tantangan yang dimaksud diantaranya adalah kebutuhan pengamanan dan perlindungan dari efek perubahan iklim serta kondisi lingkungan yang ekstrim. Selain itu juga akan menjawab kebutuhan perlindungan dari aktivitas manusia yang merusak.

Untuk membangun sistem kehidupan yang independen, Remistudio mengatakan, “Semua tanaman telah dipilih berdasarkan kesesuaian, efisiensi dalam mengatur pencahayaan dan kemampuan dalam memproduksi oksigen. Atap yang transparan mebuat tanaman bisa mendapatkan cahaya yang cukup.”



sumber dari: gokilbo.wordpress.com/

KAPAL NABI NUH DITEMUKAN







Nabi Nuh dan KAPAL NABI NUH memang telah dikisahkan didalam Al-qur'an, dimana dijelaskan bahwa sekitar 4.800 tahun lalu, banjir bandang menerjang Bumi. kala itu nabi nuh di beri Wahyu untuk membuat kapal besar -- demi menyelamatkan umat manusia dan mahluk Bumi lainnya.

cerita tentang nabi nuh dan kapal nabi nuh tersebut membuat peneliti dari China dan Turki yang tergabung dalam 'Noah's Ark Ministries International' ingin membuaktikannya sehingga mereka selama bertahun-tahun mencari sisa-sisa perahu legendaris tersebut.
 

Setelah bertahun-tahun mencari sisa-sisa kapal nabi nuh, pada tanggal 26 April 2010 mereka mengumumkan mereka menemukan perahu Nabi Nuh di Turki. mereka menyatakan bahwa menemukan sisa-sia kapal nabi Nuh di ketinggian 4.000 meter di Gunung Agri atau Gunung Ararat, di Turki Timur.

Bahkan mereka mengclaim telah masuk dan mengambil foto-foto dari sisa-sia kapal nabi Nuh. walaupun belum bisa diapstikan benar tidaknya perahu nabi nuh tersebut, tetapi Menurut para peneliti, specimen yang mereka ambil memiliki usia karbon 4.800 tahun, cocok dengan apa yang digambarkan dalam sejarah. yang jelas jika kapal yang mereka temukan adalah kapal nabi Nuh asli maka mereka telah menemukan kapal paling bersejarah didunia. kapal nabi nuh.
 

Sebenarnya ada bebera cerita yang menarik sebelum ditenukannya akapl nabi nuh tersebut, pada tahu 2006 citra satelit secara detil menunjukan benda mirip kapal yang diduga kapal nabi Nuh itu adalah gunung yang dilapisi salju. bahkan pilot pesawat temput Turki dalam sebuah misi pemetaan NATO, mengaku melihat benda besar seperti perahu di Dogubayazit, Turki. semoga saja dengan penemuan arkeologi akapl nabi nuh tersebut , kita lebih sadar akan kuasa Tuhan Yang Maha Esa.



sumber dari: arifuddinali.blogspot.com/

Pencarian Bahtera Nuh





Selama berabad-abad, Gunung Ararat (foto di sini) telah digali oleh mereka yang mencari sisa-sisa Bahtera Nuh. 
Baru-baru ini Gunung Sabalan di Iran, lebih dari 300 km jauhnya, pun telah diselidiki.


Orang-orang yang percaya akan historisitas cerita dalam Kitab Kejadian merasa bahwa penemuan Bahtera itu akan mengesahkan pandangan-pandangan mereka tentang berbagai masalah, dari geologi hingga evolusi. "Bila banjir Nuh memang menyapu seluruh umat manusia dan peradabannya, seperti yang diajarkan oleh Alkitab, maka Bahtera ini merupakan salah satu mata rantai utama dengan Dunia pra-Air Bah. Tidak ada artifak penting yang jauh lebih tua atau lebih penting.... [dengan] dampak potensialnya yang besar terhadap kontroversi ciptaan-evolusi (termasuk evolusi teistik)..." [34]

Penelitian-penelitian telah dipusatkan pada Gunung Ararat itu sendiri, meskipun Kitab Kejadian sesungguhnya hanya merujuk kepada "pegunungan Ararat." Situs Durupinar, dekat tetapi bukan di Ararat, dan jauh lebih mudah dijangkau, telah menarik perhatian pada tahun 1980-an dan 1990-an; Pada awal 2004 seorang pengusaha Honolulu yang pergi ke Washington DC untuk “mengumumkan dengan gegap-gempita” sebuah ekspedisi yang direncanakan untuk menyelidiki situs yang disebutnya sebagai anomali Ararat tetapi National Geographic belakangan menyimpulkan bahwa itu hanyalah sebuah “usaha” sia-sia untuk “membujuk pemerintah Turki agar memberikan izin” sehingga “hanya beberapa ekspedisi yang benar-benar diperoleh.”[35];dan pada 2006 sempat muncul gelombang minat sebentar ketika sebuah ekspedisi melaporkan sebuah situs potensial di Iran. Meskipun telah dilakukan berbagai upaya ini, tak ada sesuatupun yang konkret yang berhasil ditemukan, dan keadaannya sekarang ini paling-paling dapat disimpulkan dengan konklusi kutipan dari Institut untuk Penelitian Ciptaan: "[K]ami mempunyai setiap alasan untuk berharap bahwa bukti akan segera mncul, tetapi sementara tulisan ini dibuat, penelitian masih berlanjut."



sumber dari: arifuddinali.blogspot.com/

Hipotesis dokumen dan Bahtera (Nuh)





Gulungan Torah, terbuka pada ‘’Nyanyian Musa’’ 
dalam Kitab Keluaran 15: British Library Add. MS. 4,707


Cerita Bahtera ini sesekali memberikan kesan kekacauan: mengapa cerita ini menyatakan dua kali bahwa manusia telah menjadi jahat tetapi bahwa Nuh akan diselamatkan (Kej. 6:5–8; 6:11–13)? Apakah Nuh diperintahkan untuk memasukkan sepasang dari masing-masing binatang yang tidak haram ke dalam Bahtera (Kej. 6:19–20) ataukah tujuh pasang (Kej. 7:2–3)? Apakah banjir itu berlangsung empat puluh hari (Kej. 7:17) ataukah 150 hari (Kej. 7:24)? Apa yang terjadi dengan burung gagak yang dikeluarkan dari Bahtera pada saat yang bersamaan dengan burung merpati itu dan " terbang pulang pergi, sampai air itu menjadi kering dari atas bumi" sekitar dua atau tiga minggu berikutnya (Kej. 8:7)? Mengapa naratif ini tampaknya mempunyai dua titik akhir yang logis (Kej. 8:20–22 dan 9:1–17)?[2] Pertanyaan-pertanyaan seperti ini bukanlah unik bagi cerita Bahtera ini, atau bagi Kitab Kejadian, dan upaya untuk menemukan pemecahannya telah melahirkan apa yang kini merupakan aliran pemikiran yang dominan tentang analisis tekstual dari kelima kitab pertama di dalam Alkitab, hipotesis dokumen.

Menurut hipotesis ini, kelima kitab dari Pentateukh—Kejadian, Kitab Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan—disunting bersama-sama pada abad ke-5 SM dari empat sumber yang independen. Naratif Bahtera ini diyakini terdiri dari dua sumber, yaitu sumber Priestis dan Yahwis. Sumber Yahwis[3] adalah sumber yang lebih awal dari keduanya, yang disusun pada masa kerajaan Yehuda dari teks-teks dan tradisi-tradisi yang bahkan lebih tua tak lama setelah pemisahan Yehuda dan Israel l.k. 920 SM. Naratif Yahwis agak lebih sederhana dibandingkan dengan kisah Priestis: Allah mengirim air bah-Nya (selama empat puluh hari), Nuh dan keluarganya dan semua binatang diselamatkan (tujuh pasang dari masing-masing binatang yang tidak haram, sepasang dari binatang-binatang yang haram), Nuh membangun sebuah mezbah dan memberikan kurban, dan Allah memutuskan untuk tidak membinasakan bumi lagi dengan air bah. Sumber Yahwis tidak menyebut-nyebut perjanjian antara Allah dan Nuh.

Teks Priestis [4](link is dead) diyakini disusun oleh para imam dari tradisi Harun di Bait Suci di Yerusalem setelah runtuhnya kerajaan Israel di utara pada 722 SM, dengan tujuan khusus yaitu membantah butir-butir tertentu dalam teks-teks J dan E. Bahan dari sumber Priestis ini mengandung jauh lebih banyak detail dibandingkan dengan sumber Yahwis—misalnya, pertunjukan tentang pembangunan Bahtera, dan kronologi yang terinci —dan juga memberikan inti teologis yang penting bagi cerita ini, yakni perjanjian antara Allah dan Nuh dalam Kej. 9:1–17, yang memperkenalkan metode pembantaian ritual khas Yahudi dan merupakan ‘’quid pro quo’’ untuk janji Allah untuk tidak menghancurkan bumi lagi. Sumber Priestis inilah yang memberikan kita burung gagak (sumber Yahwis menceritakan burung merpati) dan pelangi, dan yang memperkenalkan jendela-jendela (tingkap-tingkap) di langit serta “mata air samudera raya” (sumber Yahwis hanya menyebutkan bahwa hujan turun). Keempat teks ini yang kini membentuk Pentateukh ini disunting ke dalam bentuknya yang sekarang setelah kepulangan bangsa Yahudi dari pembuangan di Babel pada abad ke-5 SM.[5]

Tema cerita Bahtera tentang murka Allah atas kekejian manusia, keputusan-Nya untuk melakukan pembalasan yang mengerikan, dan penyesalan-Nya di kemudian hari, adalah ciri khas si pengarang atau para pengarang Yahwis, yang menggambarkan Allah seperti figur manusia yang muncul secara pribadi dalam naratif Alkitab. Sebaliknya, sumber Priestis, biasanya menggambarkan Allah sebagai Allah yang jauh dan tidak dapat dihampiri kecuali melalui imamat Harun. Jadi, misalnya, sumber Yahwis menuntut tujuh pasang dari masing-masing binatang yang tidak haram untuk memungkinkan kurban Nuh, sementara sumber Priestis menguranginya hingga satu pasang saja, karena tidak ada kurban yang dapat dipersembahkan di bawah kepemimpinan para imam hingga imam yang pertama (Harun) dibentuk pada masa Exodus.



sumber dari: arifuddinali.blogspot.com/