Showing posts with label Al-A'laa. Show all posts
Showing posts with label Al-A'laa. Show all posts

Saturday, 12 April 2014

Rasul tidak akan lupa pada wahyu



Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) Maka kamu tidak akan lupa,
(al-A’laa: 6)
 
Diriwayatkan ole hath-Thabarani yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Di dalam sanadnya terdapat Juwaibir, perawi yang sangat daif, bahwa apabila Jibril datang membawa wahyu kepada Nabi saw, beliau suka mengulang kembali wahyu itu sebelum Jibril selesai menyampaikannya, karena takut lupa lagi. Maka Allah menurunkan ayat ini (al-A’laa: 6) sebagai jaminan bahwa Rasul tidak akan lupa pada wahyu yang telah diturunkan.


Al-A’la.png



sumber dari: alquranmulia.wordpress.com/

SURAU AL-A'LAA TAMAN DESA SENA








sumber dari: suraudesasena.blogspot.com/

Masjid AL-A'LAA





MASJID AL-A'LAA Perum UNS IV Triyagan




sumber dari: masjid-al-alaa.blogspot.com/


beribadah dengan dhohir dan batin mereka







"Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi. Yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya). Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk. Dan yang menumbuhkan rumput-rumputan. Lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman."
(QS. Al A'laa : 1 - 5)

Di dalam surat Al A'laa dari ayat 1 - 5 mengajarkan kepada kita agar kita tahu tentang Allah Swt bahwa Allah Swt yang menciptakan alam semesta, dan kita dianjurkan untuk ber-tasbih (memuji Allah Swt dengan mengucapkan subhanallah) ketika kita "membaca" tentang alam semesta, ketika kita melihat keindahan alam semesta, ketika kita mengetahu manfaat semua bagian dari alam semesta.

"Kami akan membacakan (Al Qur'an) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa. Kecuali kalau Allah menghendaki, sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi. Dan Kami akan memberi kamu taufik kepada jalan yang mudah."
(QS. Al A'laa : 6 - 8)

Pada ayat ke 6 - 8 surat Al A'laa menjelaskan tentang alam yang tampak atau pun tidak. Apabila kita menghayati alam semesta lahir dan batin maka kita akan dipermudah untuk memahami fenomena-fenomena kehidupan yang sebenarnya.

"Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat. Orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran. Orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka)."
(QS. Al A'laa : 9 - 12)

Ayat ke 9 - 12 dari surat Al A'laa menjelaskan bahwa agar kita menerima peringatan atau nasehat dari semua orang selama nasehatnya atau peringatannya itu baik (sesuai dengan Rasulullah Muhammad Saw lewat ulama' yang khoir). Apabila kita tidak mau menerima peringatan atau nasehat dari orang lain maka kita akan celaka di dunia dan di akhirat. Yaitu celaka yang benar-benar celaka (nanti akan dibakar di neraka dan termasuk orang yang sombong karena tidak mau menerima kebaikan)!

Jika sudah celaka seperti itu, maka di ayat selanjutnya (yaitu ayat ke-13) dijelaskan bahwa kita akan "gentayangan" yaitu tidak hidup dan tidak mati, artinya kita tidak akan mempunyai harapan hidup. Kita akan sama sekali hampa jika tidak mau menerima nasehat berupa kebaikan dari orang lain.

"Kemudian dia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup."
(QS. Al A'laa : 13)

Di ayat ke-14 dan ke-15, yaitu :
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang."
(QS. Al A'laa : 14 - 15)

Di dua ayat tersebut kita diperintah oleh Allah Swt untuk mengingat Allah Swt, mengingat tentang dzat pencipta alam semesta, mengingat (dzikir) dengan lesan kita yaitu mengucapkan wirid-wirid dan mengingat dengan menggunakan badan kita yaitu sholat.

Sebagaimana Rasulullah Muhammad Saw menerangkan bagaimana yang sebenarnya tentang dzikir, tentang mengingat Allah Swt dan tentang sholat. Ingatlah, orang yang melakukan syari'at dengan sungguh-sungguh adalah orang yang beruntung di dunia dan di akhirat. Jika kita berdzikir dengan lesan kita dan kita melakukan sholat yang diikuti dengan pembersihan jiwa maka kita termasuk orang yang beruntung di dunia dan di akhirat.

"Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu. (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa."
(QS. Al A'laa : 16 - 19)

Sebagaimana tertera di ayat ke-16 sampai dengan ayat ke-19 bahwa akhirat itu lebih kekal kebaikannya, lebih kekal kenikmatannya jika dibandingkan dengan kebaikan dan kenikmatan yang ada di dunia. Inilah yang dijelaskan di dalam kitab-kitab sebelum Alqur'an yaitu kitab nabi Ibrohim As dan kitab nabi Musa As.

Arti keseluruhan dari surat Al A'laa ini adalah semua manusia dari manapun dia berasal dan dari agama apapun dia dianjurkan oleh Allah Swt untuk beribadah dengan dhohir mereka dan dengan batin mereka. Dhohir berupa dzikir (lewat lesan dan perbuatan misalnya perbuatan mengingat Allah Swt dengan jasad yang paling utama adalah sholat) dan batin merupakan pembersihan jiwa. Sebagaimana yang tertera di dalam kitab-kitab terdahulu sebelum Alqur'an. Wallahu a'lam bishshowab.



sumber dari: majlismajlas.blogspot.com/

9 Waktu Dianjurkan Membaca Surat Al-Ikhlas




Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ’ala Rosulillah wa ’ala alihi wa shohbihi ajma’in.

Pada kesempatan kali ini, kami akan membahas waktu yang dianjurkan membaca surat Al Ikhlas. Semoga kita bisa mendapatkan keberkahan dengan mengamalkannya.

Pertama: waktu pagi dan sore hari.

Pada waktu ini, kita dianjurkan membaca surat Al Ikhlash bersama dengan maw’idzatain (surat Al Falaq dan surat An Naas) masing-masing sebanyak tiga kali. Keutamaan yang diperoleh adalah: akan dijaga dari segala sesuatu (segala keburukan).

Dari Mu'adz bin Abdullah bin Khubaib dari bapaknya ia berkata,

خَرَجْنَا فِى لَيْلَةِ مَطَرٍ وَظُلْمَةٍ شَدِيدَةٍ نَطْلُبُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِيُصَلِّىَ لَنَا فَأَدْرَكْنَاهُ فَقَالَ « أَصَلَّيْتُمْ ». فَلَمْ أَقُلْ شَيْئًا فَقَالَ « قُلْ ». فَلَمْ أَقُلْ شَيْئًا ثُمَّ قَالَ « قُلْ ». فَلَمْ أَقُلْ شَيْئًا ثُمَّ قَالَ « قُلْ ». فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَقُولُ قَالَ « (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ حِينَ تُمْسِى وَحِينَ تُصْبِحُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ تَكْفِيكَ مِنْ كُلِّ شَىْءٍ »

Pada malam hujan lagi gelap gulita kami keluar mencari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk shalat bersama kami, lalu kami menemukannya. Beliau bersabda, "Apakah kalian telah shalat?" Namun sedikitpun aku tidak berkata-kata. Beliau bersabda, "Katakanlah". Namun sedikit pun aku tidak berkata-kata. Beliau bersabda, "Katakanlah". Namun sedikit pun aku tidak berkata-kata. Kemudian beliau bersabda, "Katakanlah". Hingga aku berkata, "Wahai Rasulullah, apa yang harus aku katakan?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Katakanlah (bacalah surat) QUL HUWALLAHU AHAD DAN QUL A'UDZU BIRABBINNAAS DAN QUL A'UDZU BIRABBIL FALAQ ketika sore dan pagi sebanyak tiga kali, maka dengan ayat-ayat ini akn mencukupkanmu (menjagamu) dari segala keburukan."
(HR. Abu Daud no. 5082 dan An Nasai no. 5428. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Kedua: sebelum tidur.

Pada waktu ini, kita dianjurkan membaca surat Al Ikhlash, Al Falaq, An Naas dengan terlebih dahulu mengumpulkan kedua telapak tangan, lalu keduanya ditiup, lalu dibacakanlah tiga surat ini. Setelah itu, kedua telapak tangan tadi diusapkan pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Cara seperti tadi diulang sebanyak tiga kali.

Dari ‘Aisyah, beliau radhiyallahu ‘anha berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا ( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ) ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika berada di tempat tidur di setiap malam, beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu kedua telapak tangan tersebut ditiup dan dibacakan ’Qul huwallahu ahad’ (surat Al Ikhlash), ’Qul a’udzu birobbil falaq’ (surat Al Falaq) dan ’Qul a’udzu birobbin naas’ (surat An Naas). Kemudian beliau mengusapkan kedua telapak tangan tadi pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Beliau melakukan yang demikian sebanyak tiga kali.”
(HR. Bukhari no. 5017)

Ketiga: ketika ingin meruqyah (membaca do’a dan wirid untuk penyembuhan ketika sakit).

Bukhari membawakan bab dalam shohihnya ‘Meniupkan bacaan ketika ruqyah’. Lalu dibawakanlah hadits serupa di atas dan dengan cara seperti dijelaskan dalam point kedua.

عَنْ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ نَفَثَ فِى كَفَّيْهِ بِقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَبِالْمُعَوِّذَتَيْنِ جَمِيعًا ، ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا وَجْهَهُ ، وَمَا بَلَغَتْ يَدَاهُ مِنْ جَسَدِهِ . قَالَتْ عَائِشَةُ فَلَمَّا اشْتَكَى كَانَ يَأْمُرُنِى أَنْ أَفْعَلَ ذَلِكَ بِهِ

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, dia berkata, "Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hendak tidur, beliau akan meniupkan ke telapak tangannya sambil membaca QUL HUWALLAHU AHAD (surat Al Ikhlas) dan Mu'awidzatain (Surat An Naas dan Al Falaq), kemudian beliau mengusapkan ke wajahnya dan seluruh tubuhnya. Aisyah berkata, “Ketika beliau sakit, beliau menyuruhku melakukan hal itu (sama seperti ketika beliau hendak tidur, -pen)."
(HR. Bukhari no. 5748)

Jadi tatkala meruqyah, kita dianjurkan membaca surat Al Ikhlash, Al Falaq, An Naas dengan cara: Terlebih dahulu mengumpulkan kedua telapak tangan lalu keduanya ditiup lalu dibacakanlah tiga surat tersebut. Setelah itu, kedua telapak tangan tadi diusapkan pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Cara seperti ini diulang sebanyak tiga kali.

Keempat: wirid seusai shalat (sesudah salam).

Sesuai shalat dianjurkan membaca surat Al Ikhlash, Al Falaq dan An Naas masing-masing sekali. Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata,

أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ الْمُعَوِّذَاتِ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan padaku untuk membaca mu’awwidzaat  di akhir shalat (sesudah salam).” (HR. An Nasai no. 1336 dan Abu Daud no. 1523. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Yang dimaksud mu’awwidzaat adalah surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Naas sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani. (Fathul Bari, 9/62)

Kelima: dibaca ketika mengerjakan shalat sunnah fajar (qobliyah shubuh).

Ketika itu, surat Al Ikhlash dibaca bersama surat Al Kafirun. Surat Al Kafirun dibaca pada raka’at pertama setelah membaca Al Fatihah, sedangkan surat Al Ikhlash dibaca pada raka’at kedua.

Dari’ Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نِعْمَتِ السُّوْرَتَانِ يَقْرَأُ بِهِمَا فِي رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الفَجْرِ : { قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ } وَ { قُلْ يَا أَيُّهَا الكَافِرُوْنَ

Sebaik-baik surat yang dibaca ketika dua raka’at qobliyah shubuh adalah Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) dan Qul yaa ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun).” (HR. Ibnu Khuzaimah 4/273. Syaikh Al Albani mengatakan dalam Silsilah Ash Shohihah bahwa hadits ini shahih. Lihat As Silsilah Ash Shohihah no. 646). Hal ini juga dikuatkan dengan hadits Ibnu Mas’ud yang akan disebutkan pada point berikut.

Keenam: dibaca ketika mengerjakan shalat sunnah ba’diyah maghrib.

Ketika itu, surat Al Ikhlash dibaca bersama surat Al Kafirun. Surat Al Kafirun dibaca pada raka’at pertama setelah membaca Al Fatihah, sedangkan surat Al Ikhlash dibaca pada raka’at kedua.

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

مَا أُحْصِى مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقْرَأُ فِى الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَفِى الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الْفَجْرِ بِ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) وَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

Aku tidak dapat menghitung karena sangat sering aku mendengar bacaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat pada shalat dua raka’at ba’diyah maghrib dan pada shalat dua raka’at qobliyah shubuh yaitu Qul yaa ayyuhal kafirun (surat Al Kafirun) dan qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash).” (HR. Tirmidzi no. 431. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

Ketujuh: dibaca ketika mengerjakan shalat witir tiga raka’at.

Ketika itu, surat Al A’laa dibaca pada raka’at pertama, surat Al Kafirun pada raka’at kedua dan surat Al Ikhlash pada raka’at ketiga.

Dari ‘Abdul Aziz bin Juraij, beliau berkata,  “Aku menanyakan pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, surat apa yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (setelah membaca Al Fatihah) ketika shalat witir?”

‘Aisyah menjawab,

كَانَ يُوتِرُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ يَقْرَأُ فِى الأُولَى بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَفِى الثَّانِيَةِ بِ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) وَفِى الثَّالِثَةِ بِ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca pada raka’at pertama: Sabbihisma robbikal a’la (surat Al A’laa), pada raka’at kedua: Qul yaa ayyuhal kafiruun (surat Al Kafirun), dan pada raka’at ketiga: Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) dan mu’awwidzatain (surat Al Falaq dan An Naas).” (HR. An Nasai no. 1699, Tirmidzi no. 463, Ahmad 6/227)

Dalam riwayat yang lain disebutkan tanpa surat al mu’awwidzatain.

عَنْ أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُوتِرُ بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) وَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ)

Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya melaksanakan shalat witir dengan membaca Sabbihisma robbikal a’la (surat Al A’laa), Qul yaa ayyuhal kafiruun (surat Al Kafirun), dan Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash)” (HR. Abu Daud no. 1423 dan An Nasai no. 1730)

Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah mengatakan,

وَحَدِيثُ عَائِشَةَ فِي هَذَا لَا يَثْبُتُ ؛ فَإِنَّهُ يَرْوِيهِ يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ ، وَهُوَ ضَعِيفٌ .وَقَدْ أَنْكَرَ أَحْمَدُ وَيَحْيَى بْنُ مَعِينٍ زِيَادَةَ الْمُعَوِّذَتَيْنِ .

“Hadits ‘Aisyah tidaklah shahih. Di dalamnya ada seorang perowi bernama Yahya bin Ayyub, dan ia dho’if. Imam Ahmad dan Yahya bin Ma’in telah mengingkari penambahan “mu’awwidzatain”.” (Al Mughni, 1/831)

Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan,

تعليق شعيب الأرنؤوط : صحيح لغيره دون قوله : والمعوذتين وهذا إسناد ضعيف عبد العزيز بن جريج لا يتابع في حديثه

“Hadits ini shahih kecuali pada perkataan “al mu’awwidzatain”, ini sanadnya dho’if karena ‘Abdul ‘Aziz bin Juraij tidak diikuti dalam haditsnya.” (Tahqiq Musnad Al Imam Ahmad bin Hambal, 6/227)
Jadi yang tepat dalam masalah ini, bacaan untuk shalat witir adalah raka’at pertama dengan surat Al A’laa, raka’at kedua dengan surat Al Kafirun dan raka’at ketiga dengan surat Al Ikhlas (tanpa mu’awwidzatain).

Namun bacaann ketika witir ini sebaiknya tidak rutin dibaca, sebaiknya diselingi dengan berganti membaca surat lainnya. Syaikh ‘Abdullah Al Jibrin rahimahullah mengatakan,

والظاهر أنه يكثر من قراءتها، ولا يداوم عليها فينبغي قراءة غيرها أحياناً حتى لا يعتقد العامة وجوب القراءة بها

“Yang nampak dari hadits yang ada, hendaklah bacaan tersebut seringkali saja dibaca, namun tidak terus-terusan. Sudah seharusnya seseorang membaca surat yang lain ketika itu agar orang awam tidak salah paham,ditakutkan mereka malah menganggapnya sebagai perkara yang wajib.” (Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin, 24/43)

Kedelapan: dibaca ketika mengerjakan shalat Maghrib (shalat wajib) pada malam jum’at.

Surat Al Kafirun dibaca pada raka’at pertama setelah membaca Al Fatihah, sedangkan surat Al Ikhlash dibaca pada raka’at kedua.

Dari Jabir bin Samroh, beliau mengatakan,

كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَقْرَأُ فِي صَلاَةِ المَغْرِبِ لَيْلَةَ الجُمُعَةِ : ( قَلْ يَا أَيُّهَا الكَافِرُوْنَ ) وَ ( قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika shalat maghrib pada malam Jum’at membaca Qul yaa ayyuhal kafirun’ dan ‘Qul ‘ huwallahu ahad’. ” (Syaikh Al Albani dalam Takhrij Misykatul Mashobih (812) mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Kesembilan: ketika shalat dua rak’at di belakang maqom Ibrahim setelah thowaf.

Dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang amat panjang disebutkan,

فجعل المقام بينه وبين البيت [ فصلى ركعتين : هق حم ] فكان يقرأ في الركعتين : ( قل هو الله أحد ) و ( قل يا أيها الكافرون ) ( وفي رواية : ( قل يا أيها الكافرون ) و ( قل هو الله أحد )

Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan maqom Ibrahim antara dirinya dan Ka’bah, lalu beliau laksanakan shalat dua raka’at. Dalam dua raka’at tersebut, beliau membaca Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas) dan Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun). Dalam riwayat yang lain dikatakan, beliau membaca Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun) dan Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas).” (Disebutkan oleh Syaikh Al Albani dalam Hajjatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal. 56)

Semoga sajian ini bermanfaat dan bisa diamalkan. Alhmadulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ’ala nabiyyina Muhammad wa ’ala alihi wa shohbihi wa sallam.






sumber dari: indonesian.iloveallaah.com/

Tuesday, 14 January 2014

Membaca surah selepas al-Fatihah






Setelah membaca al-Fatihah, disunatkan membaca ayat al-Quran dari surah lazim atau ayat al-Quran yang dihafal. Seorang imam perlu berhenti seketika (saktah) sebelum memulakan bacaan surah ini. Saktah itu sekira-kira panjangnya makmum selesai membaca surah al-Fatihah. Ketika ini imam bolehlah membaca surah yang hendak dibaca secara sir (perlahan). Sebagai contoh, imam ingin membaca surah Al-Fiil, maka bolehlah dia membaca surah al-Humazah secara sir sebelum membaca surah al-Fiil secara jahar (kuat).

Dalam solat imam membaca secara jahar (solat fardhu Subuh, Maghrib dan Isya’), imam perlulah membaca ayat-ayat al-Quran mengikut muwaalat (turutan sususan surah dalam al-Quran). Bacaan surah tidak harus membaca secara menyongsang misalnya membaca surah An-Nash pada rakaat pertama, kemudian membaca al-Kaafiruun pada rakaat kedua. Bacaan surah selepas membaca al-Fatihah dalam rakaat pertama dan kedua hukumnya sunat haiat. Pun begitu, sebagai mencapai kesempurnaan solat bacaan ini tidak harus diabaikan. Rasulullah S.A.W membaca surah yang lebih panjang pada rakaat pertama berbanding rakaat kedua kecuali dalam solat Jumaat dan sunat hari raya. Dalam solat-solat ini nabi membaca surah al-A’laa (sabbihis) pada rakaat pertama dan al-Ghaasyiah pada rakaat kedua. Surah al-Ghaasyiah lebih panjang daripada al-A’laa iaitu 26 ayat. Sedangkan al-A’laa hanya 19 ayat. Selain daripada ini, bacaan surah hendaklah mengikut keutamaan (al-Aulaa) iaitu dari segi muwaalatnya.

Bagaimana dengan seseorang membaca surah al-Falaq pada rakaat pertama kemudian an-Naas pada rakaat kedua? Jika dilihat, an-Naas lebih panjang daripada al-Falaq. Jika an-Naas dibaca keseluruhannya, ia disebut sebagai membelakangkan sunnah (Khilaf as-Sunnah). Manakala jika dibaca secara menyongsang, ia disebut sebagai membelakangkan keutamaan (Khilaf al-Aulaa). Ulama membahaskan hal ini dengan menyebut, surah An-Naas perlulah dibaca pada rakaat kedua dengan syarat ayat yang dibaca menyamai bilangan ayat surah al-Falaq atau lebih pendek daripada itu. Contoh kedua khilaf al-Aulaa berlaku sebagaimana berikut. Seseorang membaca surah al-Humazah dalam rakaat pertama, kemudian membaca surah al-Quraisy dalam rakaat kedua. Walhal jika dilihat muwaalat surah, al-Fiil lebih utama dan lebih pendek juga berbanding dengan surah al-Humazah. Hal ini berbeza jika membaca surah at-Tiin dalam rakaat pertama, kemudian membaca surah al-Qadr dalam rakaat kedua. Hal ini bermakna jika membaca surah al-‘Alaq (19 ayat), tindakan itu sudah termasuk dalam khilaf as-Sunnah, melainkan kalau dibaca setakat ayat yang kelapan kerana surah at-Tiin mengandungi 8 ayat sahaja.
Begitu juga halnya dengan amalan solat sunat Taraweh. Imam memulakan bacaan bermula surah At-Takaatsur kemudian membaca surah al-Ikhlaash dalam rakaat kedua. Bacaan dalam rakaat kedua diulang-ulang. Adalah lebih elok sekiranya dibaca mengikut muwaalat surah sehingga lengkap dua puluh  rakaat Taraweh tersebut.



sumber dari: naimisa.blogspot.com

Perlaksanaan Solat Istisqa’




bacaan-sujud-sahwi-460x250


Istisqa’ bermaksud meminta siraman air. Istisqa’ juga bermakna doa meminta hujan kepada Allah S.W.T dengan cara yang tertentu seperti berdoa ketika khutbah Jumaat, berdoa setelah selesai solat, doa secara sendirian (tanpa solat atau khutbah) dan mengerjakan solat Istisqa’. Oleh itu solat sunat Istisqa’ adalah solat yang dikerjakan secara spesifik untuk memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menurunkan hujan di saat terjadinya musim kemarau. Kejadian kemarau ini merupakan salah satu tanda kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai balasan terhadap hamba-hamba-Nya yang tidak menurut perintah-Nya. Sebagai contohnya telah diriwayatkan daripada Ibnu ‘Umar radhiallahu’ anh bahawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
 
...وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلاَّ أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ
 
وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلاَّ مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ...
 
…Dan tidak akan ada suatu kaum yang mengurangi sukatan dan timbangan kecuali Allah akan mencabut nikmat-Nya dan menjadikan penguasa zalim memerintah mereka. Tidak ada orang yang menahan zakat daripaa harta-harta mereka kecuali Allah akan menahan turunnya titisan air dari langit… – Hadis riwayat Ibnu Majah dalam Sunannya, Kitab al-Fitan, no: 4009
 

 Justeru itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajar umatnya agar mengerjakan solat Istisqa’, memperbanyakan doa serta istighfar (memohon keampunan) agar Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menurunkan hujan dan mengembalikan nikmat rezeki kepada para hamba-Nya. Hukum solat Istisqa’ ini adalah sunat dan tidak wujud satu dalilpun yang mewajibkannya.

Bacaan Dalam Solat Istisqa’ Adalah Secara Jahar (Kuat).
 
عَنْ عَبَّادِ بْنِ تَمِيمٍ عَنْ عَمِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ بِالنَّاسِ يَسْتَسْقِي
 
فَصَلَّى بِهِمْ رَكْعَتَيْنِ جَهَرَ بِالْقِرَاءَةِ فِيهَا.
Maksudnya:
Daripada ‘Abbad bin Tamim daripada pakciknya (‘Abdullah bin Zaid al-Mazini) dia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keluar bersama orang banyak untuk mengerjakan solat Istisqa’. Baginda bersolat dua rakaat dan menguatkan bacaan dalam kedua rakaat itu. - Hadis Riwayat Imam al-Tirmidzi dalam Sunannya, Kitab al-Jumu’ah, no: 510.
 

Sebagaimana solat Hari Raya  dianjurkan juga untuk membaca surah Qaf atau surah al-Qamar pada rakaat pertama dan bacaan semasa rakaat kedua sama ada surah al-A’laa atau al-Ghaasyiah.



sumber dari: hafizfirdaus.com

Wednesday, 4 September 2013

Surat Apa yang Dibaca dalam Shalat Jum’at





Surat apa saja dari al-Qur’an yang dibaca imam setelah al-Fatihah maka telah mencukupi. Namun ada beberapa surat yang disunnahkan untuk dibaca pada shalat Jum’at yaitu surat Al-Jumu’ah dan surat Al-Munafiqun atau surat Al-A’la
(سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى)
dan surat Al-Ghasyiyah
(هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ).
Hal ini berlandaskan hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu membaca surat al-Jumu’ah dan surat al-Munafiqun dalam shalat Jum’at (HR. Muslim no. 879)

Dari sahabat an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca :
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى
dan
هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ
pada shalat ‘Ied dan Jum’at.” (HR. Muslim 878)

Ulama menyebutkan di antara hikmah membaca surat al-Jumu’ah karena ia memuat tentang wajibnya Jum’atan dan hukum-hukum Jum’atan. Adapun hikmah dibacanya surat al-Munafiqun karena orang-orang munafik tidaklah berkumpul pada suatu majelis yang lebih banyak daripada saat Jum’atan. Oleh karena itu, dibaca surat ini sebagai celaan atas mereka dan peringatan agar mereka bertobat. (lihat Syarh Shahih Muslim 6/404 karya an-Nawawi rahimahullah)

Bacaan al-Fatihah dan surat pada shalat Jum’at itu dengan jahr (dikeraskan) sebagaimana dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini tentu menjadi salah satu bukti bahwa shalat Jum’at tidak sama dengan shalat zhuhur. Adapun bacaan-bacaan yang lain di saat sujud, ruku’, dan semisalnya, serta gerakan-gerakannya sama dengan shalat-shalat yang lain.


sumber dari: darussalaf.or.id

Tuesday, 27 August 2013

Oneness of Allah




surah-a'la


Surah Al-A’la (chapter 87 of the Qur’an) was revealed in Makkah. The main themes of this Surah are:
a) Oneness of Allah
b) Life after death
c) Recommended deeds to achieve eternal success

SUMMARIZED INTERPRETATION OF SURAH AL-A’LA:  
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
[In the Name of Allah, the Most Beneficent, the Most Merciful.]

SOME SUBLIME ATTRIBUTES OF ALLAH:

1) سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى
[Glorify the Name of your Lord, the Most High,]

2) الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّىٰ
[Who has created (everything), and then proportioned it.]
This verse means Allah created everything and then He fashioned every creation in the best of forms. [Tafsir Ibn Kathir]

3) وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَىٰ
[And Who has measured (preordainments for everything); and then guided (i.e. showed mankind the right as well as the wrong paths, and guided the animals to pasture).]
Allah has preordained everything with His Divine wisdom. Prophet Muhammad (peace and blessings of Allah be upon him) said:
“Verily, Allah ordained the measure of all creation fifty thousand years before He created the heavens and the earth, and His Throne was over the water.” [Narrated by Muslim]

It is a fundamental part of Islamic belief that everything that happens in the universe happens by the will and decree of Allah and no one’s faith (Iman) is complete without this belief. The aspects of belief in Divine will and decree are:
a) Divine Knowledge: The knowledge of Allah encompasses all things and not a single atom in the heavens or on earth falls outside of His knowledge. Allah knew all of His creation before He created them. He knew what they would do by means of His ancient and eternal knowledge. Allah says (interpretation of the meaning):
It is Allah Who has created seven heavens and of the earth the like thereof (i.e. seven). His Command descends between them (heavens and earth), that you may know that Allah has power over all things, and that Allah surrounds all things in (His) Knowledge.” [Al Qur’an 65:12]

b) Divine Writing: Allah has written the decrees concerning all created beings in Al-Lauh Al-Mahfûz based on His foreknowledge. Allah says (interpretation of the meaning):
Know you not that Allah knows all that is in the heaven and on the earth? Verily, it is (all) in the Book (Al-Lauh Al-Mahfûz). Verily, that is easy for Allah.” [Al Qur’an 22:70]

c) Divine Will: Everything that happens in the universe happens by the will of Allah, whatever Allah wills happens and whatever He does not will does not happen. Allah says (interpretation of the meaning):
You cannot will unless (it be) that Allah wills – the Lord of the ‘Alamîn (mankind, jinn and all that exists).” [Al Qur’an 81:29]

d) Creation: Allah is the Creator of all things, including people’s actions. Nothing happens in the universe but He is its Creator. Allah says (interpretation of the meaning):
Allah has created you and what you make.” [Al Qur’an 37:96]
It is important to note that everyone has free will by means of which he acts, but his will and ability do not operate outside the will and decree of Allah, Who is the One Who has given him that ability and made him able to distinguish (between good and evil) and to make his choice.

4) وَالَّذِي أَخْرَجَ الْمَرْعَىٰ
[And Who brings out the pasturage (i.e. all types of vegetation and crops),]

5) فَجَعَلَهُ غُثَاءً أَحْوَىٰ
[And then makes it dark stubble.]
There is a parable of the transient nature of the life of this world in verses 4 and 5 of this Surah. The lifecycle of man consists of weakness in childhood, maturity in youth and then again weakness in the old age. Allah says (interpretation of the meaning):
It is He, Who has created you (Adam) from dust, then from a Nutfah [mixed drops of male and female sexual discharge (i.e. Adam's offspring)] then from a clot (a piece of coagulated blood), then brings you forth as an infant, then (makes you grow) to reach the age of full strength, and afterwards to be old (men and women) – though some among you die before – and that you reach an appointed term in order that you may understand.
It is He Who gives life and causes death. And when He decides upon a thing He says to it only: “Be!” – and it is.” [Al Qur’an 40:67-68]


sumber dari: beginnerinislam.wordpress.com

Maha Tinggi......Tertinggi







sumber dari: abdulharisbooegies.blogspot.com

Al-A'la------The Most High








Glorify Allah; Allah has taken the responsibility of the Prophet's
memory about The Qur'an. 

It is a reminder and those who
heed its reminders will be successful in the Hereafter. 


sumber dari: pearls-in-islam.blogspot.com

The Most High







sumber dari: xeniagreekmuslimah.wordpress.com

The Virtues of Surat Al-A`la






This Surah was revealed in Makkah before the migration to Al-Madinah. The proof of this is what Al-Bukhari recorded from Al-Bara’ bin `Azib, that he said, “The first people to come to us (in Al-Madinah) from the Companions of the Prophet were Mus`ab bin `Umayr and Ibn Umm Maktum, who taught us the Qur’an; then `Ammar, Bilal and Sa`d came. Then `Umar bin Al-Khattab came with a group of twenty people, after which the Prophet came. I have not seen the people of Al-Madinah happier with anything more than their happiness with his coming (to Al-Madinah). This was reached to such an extent that I saw the children and little ones saying, `This is the Messenger of Allah who has come.’ Thus, he came, but he did not come until after I had already recited (i.e., learned how to recite)


sumber dari: xeniagreekmuslimah.wordpress.com

Thursday, 23 May 2013

kematian sebagai pemberi nasihat




13354066361991769410


Dan memang kehidupan seseorang di dunia ini dimulai dengan dilahirkan-nya seseorang dari rahim ibunya. Kemudian setelah ia hidup beberapa lama, iapun akan menemui sebuah kenyataan yang tidak bisa dihindari, kenyataan sebuah kematian yang akan menjemput-nya.

Allah SWT berfirman: “Tiap-tiap jiwa akan merasakan kematian dan sesungguhnya pada hari kiamatlah akan disempurnakan pahalamu, barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung dan kehidupan dunia hanyalah kehi-dupan yang memperdaya-kan”. (Ali-Imran: 185)

Ayat suci di atas adalah merupakan ayat yang agung yang apabila dibaca mata menjadi berkaca-kaca. Apabila didengar oleh hati maka ia menjadi gemetar. Dan apabila didengar oleh seseorang yang lalai maka akan membuat ia ingat bahwa dirinya pasti akan menemui kematian.

Memang perjalanan menuju akhirat merupakan suatu perjalanan yang panjang. Suatu perjalanan yang banyak aral dan cobaan, yang dalam menempuhnya kita memerlukan perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit. Yaitu suatu perjalanan abadi yang menentukan apakah kita termasuk penduduk surga atau neraka.

Perjalanan abadi itu adalah kematian yang akan menjemput kita, yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan kita dengan alam akhirat. Karena keagungan perjalanan ini, Rasulullah Saw bersabda:“Andai saja engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan sedikit tertawa dan banyak menangis”. (Mutafaq ‘Alaih)

Maksudnya apabila kita tahu hakekat kematian dan keadaan alam akhirat serta kejadian-kejadian di dalamnya, niscaya kita akan ingat bahwa setelah kehidupan ini akan ada kehidupan lain yang lebih abadi.
Allah SWT berfirman:

“Dan kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. (Al-A’la: 17).

Sayangnya di zaman kita sekarang, kebanyakan kita kadang lebih memprioritaskan dunia, tidak sedikit dari kita yang melupakan kehidupan akhirat. kita kejar dunia dengan berbagai cara kita tempuh dengan banyak jalan hingga lupa akan kata-kata bijak bahwa kita di dunia tak lebih hanya seorang anak manusia yang tengah safar (perjalanan) yang hanya sekejap. Kita lupa akan perjalanan panjang itu dan lebih memilih kehidupan dunia yang tidak kekal. Kita korbankan akhirat dan menggantinya dengan dunia

Sahabatku,

Tentang mengingat kematian, Nabi Saw memberi kita nasehat, “Wa Kafaa Bil Mauti Wa Idzho, Cukuplah kematian sebagai pemberi nasehat”

Nabi seolah mengingatkan kita, cukuplah kematian sebagai penasehat kamu, cukuplah kematian menjadikan hatimu bersedih, menjadikan mata-mu menangis, perpisahan dengan orang-orang yang kamu cintai, penghilang segala kenikmatanmu, pemutus segala cita-citamu. Wahai orang yang tertipu oleh dunianya,wahai orang yang berpaling dari Allah , wahai orang yang lengah dari ketaatan kepada Rabbnya, wahai orang yang setiap kali dinasihati, hawa nafsunya menolak nasihat ini, wahai orang yang dilalaikan oleh nafsunya dan tertipu oleh angan-angan panjangnya… Pernahkah engkau memikirkan saat-saat kematian sedangkan engkau tetap dalam keadaanmu semula?

Dalam hadits di atas, Nabi Saw juga seolah mengingatkan kepada kita ummatnya, “Wahai ummatku, sekaya apapun kamu, sesukses apa-pun karirmu, sepandai apapun kamu, secantik apapun kamu, sekuat apapun badanmu, sekeras apapun kerjamu untuk mengumpulkan harta yang banyak, ingat ya, seperti ini lho nanti kamu, terbujur kaku dan tidak berdaya. Hendaklah kamu mengambil nasehat dan pelajaran dari kematian itu. Sebab manakala kamu tidak bisa mengambil pelaaran dari kematian, niscaya nasehat apapun tidak akan berguna bagimu. 

Oleh karena itu, ketika kamu dinasehati saat kami ditinggalkan oleh orang yang kamu kasihi atau sosok yang berharga bagimua, bahwa kematian pasti akan menghampiri-mu, dan rumah terakhir ini menjadi keharusann bagimu, maka kamu harus bersiap-siap untuk menyambutnya, mengevaluasi diri-mu sebelum diri-mu dievaluasi (dihisab). Engkau dulu lahir telanjang dan tidak membawa apa-apa, dan sekarang kembali pada Allah juga telanjang dan tidak membawa apa-apa, selain amal saleh-mu”

Tentang kematian sebagai nasehat, dalam hadits yang lain, Rasulullah Saw bersabda : “…..aku tinggalkan dua penasehat, yang satu pandai bicara dan yang satu pendiam. Yang pandai bicara yakni Al Qur’an, dan yang diam saja ialah kematian …”

Semampang hayat masih dikandung badan, marilah kita siapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk menyempurnakan perjalanan keabadian itu, yaitu dengan melakukan ketaatan-ketaatan kepada Allah, menjalankan perintah-perintahNya dan menjauhi semua larangan-larangan-Nya, serta marilah kita perbanyak taubat dari segala dosa-dosa yang telah kita lakukan.

Marilah kita mencoba merenungi sisa-sisa umur kita, muhasabah pada diri kita masing-masing. Tentang masa muda kita, untuk apa ia kita pergunakan. Apakah untuk melaksanakan taat kepada Allah ataukah hanya bermain-main saja ? Tentang harta kita, dari mana kita peroleh, halalkah ia atau haram ? Dan untuk apa kita belanjakan, apakah untuk kita belanjakan di jalan Allah, bersedekah ataukah hanya untuk berfoya-foya? Dan terus kita muhasabah terhadap diri kita dari hari-hari yang telah kita lalui.

Jadi  sahabatku, sekarang marilah kita tanyakan kepada diri kita masing-masing. Apakah kematian sudah menjadi penasehat kita? Kalau memang iya, lantas apa yang menjadikan diri kita terperdaya dengan kehidupan dunia, padahal kita tahu akan meninggalkannya. Perlu kita ingat bahwa pangkat, harta dan kekayaan dunia yang kita miliki tidak akan bisa kita membawa untuk mendekat dan menemui Allah Swt.

Hanya amal saleh yang akan kita bawa nanti, yang dapat membawa kita menemui Allah.
Suatu ketika Imam Ali Bin Abu Thalib kw melewati daerah pekuburan. Beliau mengucapkan salam lalu berkata, “Wahai para penghuni kubur, istri kalian maka telah dinikahi, rumah kalian telah dihuni dan harta kalian telah dibagi. Inilah kabar dari kami, maka bagaimana kabar kalian?” [Tasliyah Ahl al-Mashā'ib, hal. 194 dan al-`Āqibah fī Dzikri'l Maut, hal. 196.]

Nabi Saw pernah ditanya, “Siapakah yang paling cerdas dari kalangan kaum mukminin?” Beliau menjawab, Orang yang paling cerdas ialan yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya untuk setelah kematian. Mereka itulah orang-orang yang cerdik.” [Shahīh at-Targhīb wa't Tarhīb III/164/3335.]

Sebagai penutup dari tulisan ini, saya kutipkan Hadits lain yang sama, diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah sebagai berikut. 

“Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi, ” Siapakah orang mukmin yang paling baik? ‘ Beliau menjawab, ‘ Yang paling baik akhlak nya.’ Ia bertanya, ‘ Siapakah orang mukmin yang paling beruntung?’ Beliau menjawab, ‘ Yang paling banyak mengingat kematian, dan yang paling baik persiapan nya untuk (alam) setelah kematiannya. itulah orang-orang yang beruntung.” (HR.Ibnu Majah)

Semoga Allah Swt menjadikan kita dan anak keturunan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang cerdas, yang paling banyak mengingat kematian dan mengumpulkan sebanyak-banyak amal untuk persiapan bekal setelah kematian. Amiin YRA.

Selamat beraktifitas menjemput rezeki Allah dan jangan lupa untuk saling berlomba dalam kebaikan & saling berpesan dalam kebenaran & kesabaran.

Allahumma shali ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.

Bâraka Allâh fîkum. Amiin


sumber dari: krisrianto.blogspot.com

Wednesday, 14 November 2012

apakah makna kehidupan kita.....






”Kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS: Al-A’laa : 17).

Hidup adalah kumpulan hari, bulan, dan tahun yang berputar tanpa pernah kembali lagi. Setiap hari umur bertambah, usia berkurang. Hal itu berarti kematian kian dekat. Semestinya kita kian arif dan bijak menjalaninya, tetap dalam kesalehan, bertambah kuat akidah, semakin khusyuk dalam beribadah, dan mulia akhlak. Pada puncak kebaikan itu lalu kita wafat, itulah husnul khatimah.

Kehidupan jasad hanyalah sementara di dunia. Sedangkan kehidupan roh mengalami lima fase, yaitu: arwah, rahim, dunia, barzah, dan akhirat. Berarti hidup di dunia hanya terminal pemberhentian menuju akhirat. Allah SWT mengingatkan,

”Kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS: Al-A’laa [87]: 17).

Rasulullah saw menggambarkan bahwa hidup ini tak ubahnya seorang musafir yang berteduh sesaat di bawah pohon yang rindang untuk menempuh perjalanan tanpa batas. Karena itu, bekal perjalanan mesti disiapkan semaksimal mungkin.

Sebaik-baik bekal adalah takwa (QS Albaqarah [2]: 197).

Orang bertakwa adalah orang yang sangat cerdas. Ia tidak mau terjebak pada ”keenakan” sesaat, tetapi menderita berkepanjangan. Karenanya, ia mengolah hidup yang sesaat ini menjadi berarti untuk kehidupan panjang tanpa akhir nanti.

”Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS Al-Ankabuut [29]: 64).

Hidup ini di bawah tatapan dan aturan Allah. Segalanya digulirkan dan digilirkan: hidup, lalu mati; kecil, akhirnya membesar; muda, lama-lama tua; dan muncul kesenangan, terkadang berganti kesedihan. Semua fana. Tetapi, di tengah kefanaan itu, umat Rasulullah yang paling sukses –sebagaimana dijelaskan dalam hadis –adalah yang paling banyak mengingat mati, lalu mempersiapkan hidup setelah mati.

================================================

Akhirnya, orang-orang cerdas akan tahu, sadar, dan yakin bahwa hidup bukan untuk mati, tetapi mati itulah untuk hidup. Hidup bukan untuk hidup, tetapi untuk Yang Mahahidup. Karenanya, jangan takut mati, jangan cari mati, jangan lupa mati, dan rindukanlah mati. Mengapa? Karena, kematian adalah pintu berjumpa dengan-Nya — perjumpaan terindah antara kekasih dengan Kekasihnya.

Subhanallaah, ternyata hidup ini surga, saudaraku.



sumber dari: sarikata.com

posisi neraka dan bahan bakarnya




لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَـٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍۢ [٩٥:٤]
ثُمَّ رَدَدْنَـٰهُ أَسْفَلَ سَـٰفِلِينَ [٩٥:٥]
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍۢ [٩٥:٦]

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (At-Tiin [95]: 4-6)

وَلَقَدْ زَيَّنَّا ٱلسَّمَآءَ ٱلدُّنْيَا بِمَصَـٰبِيحَ وَجَعَلْنَـٰهَا رُجُومًۭا لِّلشَّيَـٰطِينِ ۖ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ ٱلسَّعِيرِ [٦٧:٥]

Sesungguhnya Kami telah menghiasi angkasa dunia dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu kutukan syaitan-syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa api yang membakar. (Al-Mulk [67]: 5)



يَوْمَ نَطْوِى ٱلسَّمَآءَ كَطَىِّ ٱلسِّجِلِّ لِلْكُتُبِ ۚ كَمَا بَدَأْنَآ أَوَّلَ خَلْقٍۢ نُّعِيدُهُۥ ۚ وَعْدًا عَلَيْنَآ ۚ إِنَّا كُنَّا فَـٰعِلِينَ [٢١:١٠٤]

(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung sijjil dalam kitab-kitab. Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji atas Kami; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya. (Al-Anbiyaa’ [21]: 104)

ٱلَّذِى يَصْلَى ٱلنَّارَ ٱلْكُبْرَىٰ [٨٧:١٢]
ثُمَّ لَا يَمُوتُ فِيهَا وَلَا يَحْيَىٰ [٨٧:١٣]

(Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka). Kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup. (Al-A’laa [87]: 12-13)

وَجَعَلْنَا سِرَاجًۭا وَهَّاجًۭا [٧٨:١٣]

Dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), (An-Naba’ [78]: 13)


وَجَعَلَ ٱلْقَمَرَ فِيهِنَّ نُورًۭا وَجَعَلَ ٱلشَّمْسَ سِرَاجًۭا [٧١:١٦]

Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita? (Nuh [71]: 16)
وَٱلصُّبْحِ إِذَآ أَسْفَرَ [٧٤:٣٤]
إِنَّهَا لَإِحْدَى ٱلْكُبَرِ [٧٤:٣٥]
نَذِيرًۭا لِّلْبَشَرِ [٧٤:٣٦]

dan subuh apabila berbeban (matahari). Sesungguhnya Saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar, sebagai ancaman bagi manusia. (Al-Mudattsir [74]: 34-36)

وَقُلِ ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ ۖ فَمَن شَآءَ فَلْيُؤْمِن وَمَن شَآءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ إِنَّآ أَعْتَدْنَا لِلظَّـٰلِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا ۚ وَإِن يَسْتَغِيثُوا۟ يُغَاثُوا۟ بِمَآءٍۢ كَٱلْمُهْلِ يَشْوِى ٱلْوُجُوهَ ۚ بِئْسَ ٱلشَّرَابُ وَسَآءَتْ مُرْتَفَقًا [١٨:٢٩]

Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Sangat jahat minuman itu dan tempat istirahat yang paling jelek. (Al-Kahfi [18]: 29)

قُل لِّلَّذِينَ كَفَرُوا۟ سَتُغْلَبُونَ وَتُحْشَرُونَ إِلَىٰ جَهَنَّمَ ۚ وَبِئْسَ ٱلْمِهَادُ [٣:١٢]

Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: “Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahannam. Dan tempat jahat yang TERAYUN”. (Al-Imraan [3]: 12)

زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ مِنَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ۘ وَٱلَّذِينَ ٱتَّقَوْا۟ فَوْقَهُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَـٰمَةِ ۗ وَٱللَّهُ يَرْزُقُ مَن يَشَآءُ بِغَيْرِ حِسَابٍۢ [٢:٢١٢]

Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu berada diatas mereka pada hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (Al-Baqarah [2]: 212)

لَـٰكِنِ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوْا۟ رَبَّهُمْ لَهُمْ غُرَفٌۭ مِّن فَوْقِهَا غُرَفٌۭ مَّبْنِيَّةٌۭ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَـٰرُ ۖ وَعْدَ ٱللَّهِ ۖ لَا يُخْلِفُ ٱللَّهُ ٱلْمِيعَادَ [٣٩:٢٠]

Tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya mereka mendapat tempat-tempat yang tinggi, di atasnya dibangun pula tempat-tempat yang tinggi yang di bawahnya bergerak siang-siang. Allah telah berjanji dengan sebenar-benarnya. Allah tidak akan memungkiri janji-Nya. (Az-Zumar [39]: 20)

خَـٰلِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتُ وَٱلْأَرْضُ إِلَّا مَا شَآءَ رَبُّكَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌۭ لِّمَا يُرِيدُ [١١:١٠٧]

mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. (Huud [11]: 107)

مُّتَّكِـِٔينَ فِيهَا عَلَى ٱلْأَرَآئِكِ ۖ لَا يَرَوْنَ فِيهَا شَمْسًۭا وَلَا زَمْهَرِيرًۭا [٧٦:١٣]

Senang-senang di dalamnya mereka di atas singgasana , mereka tidak merasakan di dalamnya matahari dan tidak pula yang bersangatan (terik). (Al-Insaan [76]: 13)

لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ فِى ٱلْبِلَـٰدِ [٣:١٩٦]
مَتَـٰعٌۭ قَلِيلٌۭ ثُمَّ مَأْوَىٰهُمْ جَهَنَّمُ ۚ وَبِئْسَ ٱلْمِهَادُ [٣:١٩٧]

Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan sangat jahat tempat TERAYUN itu. (Al-Imraan [3]: 196-197)

وَإِذَا قِيلَ لَهُ ٱتَّقِ ٱللَّهَ أَخَذَتْهُ ٱلْعِزَّةُ بِٱلْإِثْمِ ۚ فَحَسْبُهُۥ جَهَنَّمُ ۚ وَلَبِئْسَ ٱلْمِهَادُ [٢:٢٠٦]

Dan apabila dikatakan kepadanya: “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang TERAYUN. (Al-Baqarah [2]: 206)



sumber dari: alquranperadaban.wordpress.com

jadwal sistematik








Tidak ada perhitungan yang lebih cermat daripada perhitungan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Alam semesta yang sangat kompleks dan rumit ini semuanya dalam kendali Allah dengan sangat teliti, sehingga tidak ada satu pun yang menyimpang dari skenario-Nya.

Allah memberikan informasi kepada kita,

“dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk,”
(QS. Al A’laa [87] : 3).

“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha halus lagi Maha Mengetahui.”
(QS. Al An’aam [6] : 103)

Maka pergerakan manusia pun pasti berada dalam skenario-Nya. Saya ingin membagi pengalaman yang sungguh mengharukan bagi saya, semoga demikian juga bagi para Pembaca.

Setelah saya dan keluarga menata ulang buku-buku kami di rumah, maka terkumpul tiga karung lebih buku-buku dan kertas yang sudah tidak terpakai. Kami bermaksud memberikannya kepada petugas pengumpul sampah di lingkungan kami agar bisa dimanfaatkan lebih lanjut. Esoknya, sekitar pukul enam pagi, kami mencari petugas tersebut di Tempat Pengumpulan Sampah Sementara (TPS). Tetapi menurut beberapa orang yang masih ada di situ, petugas tersebut sudah pulang. Maka kami niatkan besuk paginya menemuinya lebih awal.

Benar terjadi, ketika berbelanja sayur di “wlijo” (penjual sayur-sayuran) di lingkungan kami, isteri saya bertemu dengan petugas pengumpul sampah tersebut dan disampaikan kepadanya bahwa setelah tugasnya selesai diharapkan mengambil karung-karung tersebut di rumah.

Kejadian berikutnya -yang tentunya bukan kebetulan- “blue gas” yang sedang digunakan untuk memasak di dapur habis. Sudah tentu menjadi tanggung jawab saya untuk membelinya di pagi buta itu. Karena masih ada sesuatu yang harus saya kerjakan, maka pembelian gas tersebut tertunda beberapa menit. Ketika saya sudah menyiapkan sepeda motor dan tali karet sebagai pengikat tabungnya, ada saja yang tertinggal di dalam rumah sehingga ketertundaan itu semakin lama.

Tatkala bersiap untuk mengikat tabung gas tersebut, tiba-tiba muncul petugas pengumpul sampah dari kejauhan. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, beliau sudah datang mengambil buku dan kertas bekas tersebut. Maka dengan bergegas saya masuk ke dalam rumah mengambil karung-karung tersebut dengan dibantu isteri dan anak saya.

Wajah petugas tersebut nampak cerah sambil berkomentar, “Kok banyak amat pak?” Yang jelas pancaran kegembiraan itu tidak bisa ditutup-tutupi. Saya bersyukur bisa memberikan kegembiraan itu walaupun hanya melalui barang-barang bekas.

Sekali lagi terlontar ungkapan yang mengharukan saya, “Terima kasih banyak ya Pak. Semoga Allah memberikan keberkahan rizki Bapak.”

Tentu saja segera saya sambut dengan ucapan, “Amin,” yang maknanya “Kabulkan ya Allah.”
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Allah telah menunda keberangkatan saya untuk membeli blue gas karena berkehendak untuk tidak menunda pertemuan dengan petugas pengumpul sampah tersebut. Sungguh merupakan skenario yang sangat indah.

Subhanallah.



sumber dari: widyagama.ac.id

Friday, 9 December 2011

Al-A'laa -terjemahan


























Al-A'laa -kandungan

Al A'laa (1_12):
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
1. Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi,
2. Yang menciptakan, lalu membuatnya sempurna,
3. Yang menentukan, lalu memberi petunjuk.
4. Yang menumbuhkan rumput-rumputan.
5. Lalu dia menjadikan kering yang berubah (warnanya).
6. Kami akan membacakan kepadamu (Al Quran)
    maka engkau tidak akan lupa.
7. Melainkan jika Allah menghendaki.
    Sesungguhnya Dia mengetahui yang nyata
    dan apa yang tersembunyi.
8. Dan Kami akan memudahkanmu kepada (agama)
    yang mudah.
9. Maka berilah peringatan karena peringatan itu
    memberi manfaat.
10.Orang-orang yang takut (kepada) Allah,
    akan menerima peringatan,
11.dan akan menjauhi (peringatan) itu
    orang-orang yang celaka,
12.(yaitu) orang yang akan memasuki neraka yang besar.




  • Perintah Allah untuk bertasbih dengan menyebut namaNya.

  • Nabi Muhammad s.a.w. sekali-kali tidak lupa pada ayat-ayat yang dibacakan kepadanya.

  • Jalan-jalan yang menjadikan orang berjaya hidup dunia dan akhirat.

  • Allah menciptakan, menyempurnakan ciptaanNya, menentukan kadar-kadar, memberi petunjuk dan melengkapi keperluan-keperluannya sehingga tercapai tujuannya.
  • Al-A'laa -pengenalan


















    Surah Al-A'laa (Arab: سورة الأعلى‎) ialah surat ke-87 dalam al-Quran. Surat ini tergolong surat Makiyyah yang terdiri atas 19 ayat. Dinamakan Al A’laa yang bererti "yang paling tinggi" diambil dari perkataan Al A’laa yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
    Muslim meriwayatkan dalam kitab Al Jumu'ah, dan diriwayatkan pula oleh Ashhaabus Sunan, dari Nu'man ibnu Basyir bahawa Rasulullah s.a.w. pada solat dua hari Raya (Fitri dan Adha) dan solat Jumaat membaca surah Al-A´laa pada rakaat pertama, dan Surah Al-Ghaasyiah pada rakaat kedua.





    Laman ini diubah buat kali terakhir pada 14:27, 2 September 2011.

  • Terma-terma tambahan mungkin terpakai. Lihat Terma-Terma Penggunaan untuk butiran lanjut.