Thursday, 23 May 2013

kematian sebagai pemberi nasihat




13354066361991769410


Dan memang kehidupan seseorang di dunia ini dimulai dengan dilahirkan-nya seseorang dari rahim ibunya. Kemudian setelah ia hidup beberapa lama, iapun akan menemui sebuah kenyataan yang tidak bisa dihindari, kenyataan sebuah kematian yang akan menjemput-nya.

Allah SWT berfirman: “Tiap-tiap jiwa akan merasakan kematian dan sesungguhnya pada hari kiamatlah akan disempurnakan pahalamu, barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung dan kehidupan dunia hanyalah kehi-dupan yang memperdaya-kan”. (Ali-Imran: 185)

Ayat suci di atas adalah merupakan ayat yang agung yang apabila dibaca mata menjadi berkaca-kaca. Apabila didengar oleh hati maka ia menjadi gemetar. Dan apabila didengar oleh seseorang yang lalai maka akan membuat ia ingat bahwa dirinya pasti akan menemui kematian.

Memang perjalanan menuju akhirat merupakan suatu perjalanan yang panjang. Suatu perjalanan yang banyak aral dan cobaan, yang dalam menempuhnya kita memerlukan perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit. Yaitu suatu perjalanan abadi yang menentukan apakah kita termasuk penduduk surga atau neraka.

Perjalanan abadi itu adalah kematian yang akan menjemput kita, yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan kita dengan alam akhirat. Karena keagungan perjalanan ini, Rasulullah Saw bersabda:“Andai saja engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan sedikit tertawa dan banyak menangis”. (Mutafaq ‘Alaih)

Maksudnya apabila kita tahu hakekat kematian dan keadaan alam akhirat serta kejadian-kejadian di dalamnya, niscaya kita akan ingat bahwa setelah kehidupan ini akan ada kehidupan lain yang lebih abadi.
Allah SWT berfirman:

“Dan kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. (Al-A’la: 17).

Sayangnya di zaman kita sekarang, kebanyakan kita kadang lebih memprioritaskan dunia, tidak sedikit dari kita yang melupakan kehidupan akhirat. kita kejar dunia dengan berbagai cara kita tempuh dengan banyak jalan hingga lupa akan kata-kata bijak bahwa kita di dunia tak lebih hanya seorang anak manusia yang tengah safar (perjalanan) yang hanya sekejap. Kita lupa akan perjalanan panjang itu dan lebih memilih kehidupan dunia yang tidak kekal. Kita korbankan akhirat dan menggantinya dengan dunia

Sahabatku,

Tentang mengingat kematian, Nabi Saw memberi kita nasehat, “Wa Kafaa Bil Mauti Wa Idzho, Cukuplah kematian sebagai pemberi nasehat”

Nabi seolah mengingatkan kita, cukuplah kematian sebagai penasehat kamu, cukuplah kematian menjadikan hatimu bersedih, menjadikan mata-mu menangis, perpisahan dengan orang-orang yang kamu cintai, penghilang segala kenikmatanmu, pemutus segala cita-citamu. Wahai orang yang tertipu oleh dunianya,wahai orang yang berpaling dari Allah , wahai orang yang lengah dari ketaatan kepada Rabbnya, wahai orang yang setiap kali dinasihati, hawa nafsunya menolak nasihat ini, wahai orang yang dilalaikan oleh nafsunya dan tertipu oleh angan-angan panjangnya… Pernahkah engkau memikirkan saat-saat kematian sedangkan engkau tetap dalam keadaanmu semula?

Dalam hadits di atas, Nabi Saw juga seolah mengingatkan kepada kita ummatnya, “Wahai ummatku, sekaya apapun kamu, sesukses apa-pun karirmu, sepandai apapun kamu, secantik apapun kamu, sekuat apapun badanmu, sekeras apapun kerjamu untuk mengumpulkan harta yang banyak, ingat ya, seperti ini lho nanti kamu, terbujur kaku dan tidak berdaya. Hendaklah kamu mengambil nasehat dan pelajaran dari kematian itu. Sebab manakala kamu tidak bisa mengambil pelaaran dari kematian, niscaya nasehat apapun tidak akan berguna bagimu. 

Oleh karena itu, ketika kamu dinasehati saat kami ditinggalkan oleh orang yang kamu kasihi atau sosok yang berharga bagimua, bahwa kematian pasti akan menghampiri-mu, dan rumah terakhir ini menjadi keharusann bagimu, maka kamu harus bersiap-siap untuk menyambutnya, mengevaluasi diri-mu sebelum diri-mu dievaluasi (dihisab). Engkau dulu lahir telanjang dan tidak membawa apa-apa, dan sekarang kembali pada Allah juga telanjang dan tidak membawa apa-apa, selain amal saleh-mu”

Tentang kematian sebagai nasehat, dalam hadits yang lain, Rasulullah Saw bersabda : “…..aku tinggalkan dua penasehat, yang satu pandai bicara dan yang satu pendiam. Yang pandai bicara yakni Al Qur’an, dan yang diam saja ialah kematian …”

Semampang hayat masih dikandung badan, marilah kita siapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk menyempurnakan perjalanan keabadian itu, yaitu dengan melakukan ketaatan-ketaatan kepada Allah, menjalankan perintah-perintahNya dan menjauhi semua larangan-larangan-Nya, serta marilah kita perbanyak taubat dari segala dosa-dosa yang telah kita lakukan.

Marilah kita mencoba merenungi sisa-sisa umur kita, muhasabah pada diri kita masing-masing. Tentang masa muda kita, untuk apa ia kita pergunakan. Apakah untuk melaksanakan taat kepada Allah ataukah hanya bermain-main saja ? Tentang harta kita, dari mana kita peroleh, halalkah ia atau haram ? Dan untuk apa kita belanjakan, apakah untuk kita belanjakan di jalan Allah, bersedekah ataukah hanya untuk berfoya-foya? Dan terus kita muhasabah terhadap diri kita dari hari-hari yang telah kita lalui.

Jadi  sahabatku, sekarang marilah kita tanyakan kepada diri kita masing-masing. Apakah kematian sudah menjadi penasehat kita? Kalau memang iya, lantas apa yang menjadikan diri kita terperdaya dengan kehidupan dunia, padahal kita tahu akan meninggalkannya. Perlu kita ingat bahwa pangkat, harta dan kekayaan dunia yang kita miliki tidak akan bisa kita membawa untuk mendekat dan menemui Allah Swt.

Hanya amal saleh yang akan kita bawa nanti, yang dapat membawa kita menemui Allah.
Suatu ketika Imam Ali Bin Abu Thalib kw melewati daerah pekuburan. Beliau mengucapkan salam lalu berkata, “Wahai para penghuni kubur, istri kalian maka telah dinikahi, rumah kalian telah dihuni dan harta kalian telah dibagi. Inilah kabar dari kami, maka bagaimana kabar kalian?” [Tasliyah Ahl al-Mashā'ib, hal. 194 dan al-`Āqibah fī Dzikri'l Maut, hal. 196.]

Nabi Saw pernah ditanya, “Siapakah yang paling cerdas dari kalangan kaum mukminin?” Beliau menjawab, Orang yang paling cerdas ialan yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya untuk setelah kematian. Mereka itulah orang-orang yang cerdik.” [Shahīh at-Targhīb wa't Tarhīb III/164/3335.]

Sebagai penutup dari tulisan ini, saya kutipkan Hadits lain yang sama, diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah sebagai berikut. 

“Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi, ” Siapakah orang mukmin yang paling baik? ‘ Beliau menjawab, ‘ Yang paling baik akhlak nya.’ Ia bertanya, ‘ Siapakah orang mukmin yang paling beruntung?’ Beliau menjawab, ‘ Yang paling banyak mengingat kematian, dan yang paling baik persiapan nya untuk (alam) setelah kematiannya. itulah orang-orang yang beruntung.” (HR.Ibnu Majah)

Semoga Allah Swt menjadikan kita dan anak keturunan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang cerdas, yang paling banyak mengingat kematian dan mengumpulkan sebanyak-banyak amal untuk persiapan bekal setelah kematian. Amiin YRA.

Selamat beraktifitas menjemput rezeki Allah dan jangan lupa untuk saling berlomba dalam kebaikan & saling berpesan dalam kebenaran & kesabaran.

Allahumma shali ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.

Bâraka Allâh fîkum. Amiin


sumber dari: krisrianto.blogspot.com

No comments:

Post a Comment