Saturday, 17 November 2012

Al-Fattah, yang membuka segala kemenangan






"Sungguh Kami telah memberi kemenangan kepadamu dengan kemenangan yang nyata." 
(QS. Al-Fath: 1)

Kata Al-Fattah yang menjadi sifat sekaligus Asma-Nya dapat dijumpai dalam al-Qur’an surat Saba (34) ayat 26. Sementara sifat Allah sebagai "Khairul-Faatihiin“ (sebaik-baik pemberi putusan) bisa didapati dalam al-Qur’an surat Al-A’raaf (7) ayat 89.

Al-Fattah diambil dari akar kata fa-ta-ha, yang berarti membuka. Mak­na dasar itu kemudian berkembang men­jadi kemenangan, karena dalam ke­menangan itu tersirat adanya se­sua­tu yang harus diperjuangkan meng­hadapi halangan, rintangan, dan segala sesuatu yang tertutup. Di balik se­tiap kemenangan adalah perjuangan menghadapi penjajahan, penindasan, dan pengungkungan. Kemenangan itu sendiri adalah pembebasan.
Al-Fatttah, juga digunakan untuk memberi arti "irfan“ (pengetahuan) ka­rena di dalamnya terdapat usaha mem­buka tabir kegelapan. Orang yang belum berpengetahuan berarti orang yang diliputi oleh kegelapan, sedangkan orang yang berilmu adalah mereka yang melepaskan belenggu kegelapan (minadz-dzulumaat) menuju cahaya terang benderang (ilan-nuur).


Adalah Allah swt yang memiliki sifat dan nama Al-Fattaah yang sebenar-benarnya, sebab Dialah yang membuka segala hal yang tertutup menyangkut per­olehan yang diharapkan oleh se­tiap hamba-Nya. Hati manusia yang tertutup dibuka oleh-Nya melalui pintu hidayah sehingga terisi kebenaran dan jalinan cinta. Pikiran manusia yang ter­tutup dibuka oleh-Nya melalui ilmu pengetahuan sehingga semua kesulitan dapat ditemukan jawabannya, dan semua problem dapat ditemukan solusinya. Pintu rezeki hamba yang tertutup dibuka oleh-Nya melalui kegiatan ekonomi se­hingga mereka menjadi kaya dan ber­kecukupan. Allah, Al-Fattah yang membuka segala kekurangan menjadi cukup, bahkan berlebih.

Al-Fattah telah memberi kemenangan yang nyata kepada Rasulullah dan kaum muslimin ketika berhasil merebut kembali kota Makkah, sebagaimana di­jelaskan dalam al-Qur’an surat al-Fath (48) ayat 1. Kemenangan itu kemudian di­sempurnakan dengan berbondong-bon­dongnya manusia memasuki ajar­an Islam, sebagaimana firman-Nya: “Apa­bila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat menusia memasuki agama Allah secara berbondong-bondong.” (QS. An-Nashr: 1-2)

Allah tidak hanya memberi keme­nangan kepada Rasululah dan para sa­habatnya, juga kepada setiap hamba-Nya, termasuk kita. Bukankah kita se­ring diperhadapkan masalah yang awalnya musykil, kemudian tiba-tiba ki­ta memperoleh secercah cahaya pe­tunjuk-Nya sehingga benang kusut yang ki­ta hadapi terurai dengan sangat mudahnya?

Bukankah kita juga sering mengha­dapi kesulitan ekonomi, kemudian ti­ba-tiba langkah kita terbimbing untuk melakukan langkah-langkah bisnis yang kemudian memberikan keuntungan yang sebelumnya terasa musykil? Dialah Al-Fattah, yang telah membuka pintu rezeki kita. Dia, Al-Fattah terus bekerja memberi pertolongan kepada kita, membuka jalan agar kita sukses dan memperoleh kemenangan dalam menempuh kehi­dupan di dunia dan selamat hingga di akherat dengan memperoleh surga-Nya. Dialah, Al-Fattaah yang membuka pintu surga-Nya lebar-lebar untuk kita yang menaati-Nya.

Sekarang, bagaimana memvisuali­sasikan Al-Fattaah dalam kehidupan se­hari-hari? Bagaimana meneladani akhlaq Allah, Al-Fattah dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan dalam kehidupan sosial?

Sebagai individu kita harus senantiasa membuka hati dan pikiran kita untuk menerima kebenaran. Kita tidak boleh sombong, sebab Ilmu Allah hanya ter­curah kepada mereka yang tidak me­nyombongkan diri. Allah berfirman:

“Aku akan memalingkan dari ayat-ayat-Ku orang-orang yang takabbur di muka bumi tanpa alasan yang benar.” 
 (QS. Al-A’raaf: 146)

Orang yang meneladani sifat Al-Fattah akan senantiasa terbuka untuk menerima pendapat orang lain. Mereka tidak merasa benar sendiri dan tidak mau menang sendiri. Mereka yakin bahwa kebenaran yang hakiki hanya dari Allah, sedangkan kebenaran yang lain bersifat relatif. Karenanya mereka tidak memutlakkan pendapatnya sendiri.

Orang yang menginternalisasikan Al-Fattaah dalam dirinya akan senantiasa termotivasi menghadapi hidup. Mereka tidak mudah patah arang atau frustrasi hanya karena suatu kegagalan. Yang mereka takutkan dalam kehidupan ini hanya satu, yaitu bila Allah menutup pintu-Nya, Dia tak lagi peduli kepadanya, dan membiarkannya terombang-ambing dalam kesesatan.

Sebagai pemimpin, sifat Al-Fattaah itu termanifestasikan dalam kemampuannya untuk menyadarkan kegelapan pikiran orang-orang yang dipimpinnya. Dalam Al-Fattaah tersirat bahwa seorang pemimpin harus memiliki kemampuan lebih, baik ilmu maupun kharisma. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang tidak hanya memiliki kecerdasan intektual, tapi juga kecerdasan emosional dan spiritual. Dengan ketiga kecerdasan itu, bawahan yang paling bandel sekalipun dapat “ditaklukkan”.


sumber dari: rolays.blogspot.com

No comments:

Post a Comment