يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوّاً لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
14 . Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
|
Bagi banyak orang, mencari rizki yang halalan toyyiban (halal dan baik) nyaris dianggap suatu pekerjaan yang sia-sia. Adanya peluang untuk korupsi, kolusi, manipulasi dan sejenisnya yang berseliweran di depan hidung, benar-benar membuat mata mereka menjadi silau. Rangsangan manipulasi dan kolusi itu menjadi hebat manakala kita melihat keadaan ekonomi yang semakin sulit akhir-akhir ini. Susahnya mencari pekerjaan untuk menghidupi anak dan instri, harga barang-barang kebutuhan yang terus melambung serta gaya hidup yang semakin mewah dan melampaui batas hingga membuat kebanyakan manusia jadi lupa diri, tabrak sana tabrak sini tanpa memperdulikan norma agama, yang penting fulus (uang) bisa didapat dengan mudah walupun harus dengan cara yang kotor dan keji. Meski dengan dalih untuk menghidupi keluarga, cara ini sangat tidak diperbenarkan.
Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka jahannam. dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.(Al Baqarah ayat 206)
Apabila diingatkan, baik dengan teguran-teguran religi yang tersirat maupun yang tersurat, sungguh yang keluar dari bibir mereka adalah kata-kata apologi (pembelaan) "Jangankan cari rejeki yang halal, yang haram saja susah !", begitu sering dilontarkan. Hidup dinilai hanya untuk saat ini saja, mereka tidak lagi diilhami oleh kehidupan masa depan yang bersifat ukhrowi nan kekal dan abadi. Orang-orang itu hanya menghargai kekayaan dan kemewahan dengan segala yang berhubungan dengan kehinaan dan kerendahan moral. Mereka akan mencela orang yang tidak ikut berkecimpung dalam perebutan materi tersebut betapapun orang itu baik budi dan berwatak mulia.
Ini semua mengindikasikan bahwa materi berada di atas segala-galanya dan telah menjadi sesuatu yang menentukan tujuan hidup sehingga mempengaruhi cara berpikir dan bertindak secara total, bukan lagi sebagai sarana dan alat untuk mencapai tujuan hidup tersebut.
Kekayaan dan kekuasaan penting bagi Seorang Muslim, lebih dikarenakan untuk membiayai dan mendukung Jihad Fi Sabilllah (Berjuang di Jalan Allah) dan menjadi senjata untuk menundukkan kejahiliyiahan, bukan untuk kepentingan pribadi, keluarga, ataupun golongan tetapi lebih untuk kepentingan dan Kemaslahatan seluruh ummat Islam di manapun berada. Karena antara seorang muslim dengan muslim yang lain adalah bersaudara. Seorang muslim harus tampil sebagai sosok figur yang terbaik dalam segala sudut kehidupan (Kuntum Khairu Ummah).
sumber dari: fullerena.blogspot.com
No comments:
Post a Comment