Friday, 7 March 2014

Shalat dan Sedekah Ibarat Dua Sisi Mata Uang







Dalam surat al-Ma’arij: 19-21, Allah SWT menjelaskan bahwa sifat-sifat dasar yang umumnya dimiliki manusia adalah berkeluh kesah, gelisah, dan bakhil. Kemudian pada ayat setelahnya Allah SWT menyampaikan pada kita tentang adanya insan-insan istimewa yang dapat mengikis sifat-sifat negatif tersebut.

Golongan pertama adalah orang-orang yang konsisten dan istiqomah dalam mengerjakan shalat. Manusia yang masuk dalam kelompok ini sangat memahami bahwa yang diinginkan oleh syariat tidak hanya sekedar melaksanakan shalat tanpa makna, akan tetapi shalat yang dapat memunculkan efek positif bagi para pelakunya.

Saudaraku, perhatikan firman Allah SWT, “...dan dirikinlah shalat, karena sesungguhnya shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar...” (al-Ankabut: 45). Inilah yang diinginkan Allah SWT, mendirikan shalat, bukan sekedar melaksanakan shalat. Ketika seorang muslim telah mendirikan shalat, maka dipastikan ia akan menjadi seorang yang shaleh moralnya.

Selanjutnya golongan kedua adalah yang dapat memenej diri sehingga tidak banyak berkeluh kesah, gelisah, dan bakhil sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Ma’arij: 24-25, yang artinya, “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia  bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).”

Diantara sekian banyak golongan manusia yang terselamatkan dari tabiat negatif umumnya manusia adalah orang-orang yang secara konsisten mendirikan shalat dan senantiasa menyisihkan sebagian hartanya untuk orang-orang yang membutuhkan. Bisa dikatakan bahwa informasi ini mengandung muatan perintah. Perintah mendirikan shalat secara konsisten, langsung diikuti dengan perintah bersedekah. Para sahabat begitu perhatian dengan masalah shalat dan sedekah, sehingga tak ada satu orang pun dari mereka yang menganggap remeh keterkaitan antara shalat dan zakat.

At-Thabarani meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra. Ia berkata, “Kami telah diperintahkan untuk menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Barang siapa tidak menunaikan zakat , maka ia tidak mendapatkan pahala shalat”. Pernyataan ini menunjukkan betapa eratnya hubungan shalat dan sedekah yang sekali waktu diartikan zakat, hingga shalat seseorang yang enggan bersedekah tidak dianggap bermakna. Mengapa demikian? Karena shalat tersebut tidak mempunyai efek sedikitpun dalam membentuk pribadi berakhlak pelakunya. Ia hanya saleh untuk dirinya sendiri dengan shalatnya, akan tetapi ia tidak mempunyai kontribusi kebaikan yang dapat dirasakan orang lain dengan dermanya.

Saudaraku, disinilah kita semakin paham, ibadah shalat dikaitkan dengan sedekah. Shalat sebagai salah satu pondasi dasar bangunan Islam kala didirikan secara maksimal, sudah tentu akan membentuk berbagai karakter positif seorang muslim. Salah satunya sifat dermawan. Kedermawanan yang menghujam dalam diri seorang muslim terbentuk melalui proses pendekatan ibadah kepada Allah. Kala hati seorang muslim telah dekat dengan Rabb-nya, maka janji-janji Rabb-nya tentang keutamaan sedekah pasti akan ia respon dengan cepat. Ia betul-betul yakin bahwa sedekahnya tak akan membuatnya miskin. Ia yakin bahwa sedekahnya akan dibalas Allah SWT dengan balasan yang berlipat-lipat. Ia yakin bahwa sedekahnya akan menaikkan status dirinya menjadi hamba terkasih Allah SWT.



sumber dari: http://lazmm.org/

No comments:

Post a Comment