Sunday, 24 November 2013

Pengumpat yang Sakit Jiwa






“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela. Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya.”(Q.S. Al-Humazah [104]:1-2)
Dilihat dari struktur bahasa, kedua ayat di atas sebenarnya adalah satu kesatuan. Ayat kedua mendefinisikan ayat pertama. Sehingga, bila digabung keduanya akan demikian : “Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela yaitu orang yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya.” Seseorang menjadi “pengumpat” dan “pencela” dalam ayat ini karena keberhasilannya mengumpulkan dan memliki kekayaan yang besar.

Mengenai asbabun nuzul-nya, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Utsman dan Abdullah bin Umar, keduanya berkata, “Masih terdengar dalam telinga kami, bahwa ayat ini  turun sehubungan dengan Ubay bin Khalaf, seorang hartawan Quraisy, ia mencemooh dan mengolok-olok Rasulullah Saw. Ia beranggapan bahwa hartanya akan membuatnya kekal sehingga tidak perlu beribadah kepada siapapun (Asbabun Nuzul, Studi Pendalaman Alquran: 948).

Kedua ayat ini juga terkait dengan surat sebelumnya yaitu Surat At-Takaatsur ayat 1 dan 2. Tampak jelas bahwa “bermegah-megahan”  yaitu “mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya”  telah menyebabkan manusia “lalai sampai ke liang kubur ( mati)”. Kemudian pada surat selanjutnya yaitu Al-Ashr ayat 1, Allah bersumpah dengan waktu. Kebanyakan manusia merugi dengan waktu (hidupnya) sebab mereka “lalai dan tidak berbuat kebaikan”. Dapat dipastikan bahwa kelalaian itu adalah karena mengumpulkan dan menghitung harta. Keduanya telah menguras umur manusia sampai ke liang kubur.

Manusia pada dasarnya akan cenderung membanggakan apa yang telah berhasil ia raih. Harta adalah sesuatu yang sementara ini dianggap sebagai hasil jerih payah pribadi atau personal achievement. Karena itu, status ekonomi menjadi suatu keunggulan dan patut dijadikan sandaran atau kebanggaan hidup. Tak heran, bila dengan harta manusia merasa diri telah berkuasa dan merasa mampu menguasai kehidupannya.

Tulisan pada bagian selanjutnya akan membahas sisi psikologis karakter seorang pencela dan pengumpat, juga sisi obyektif dan ekonomis dari harta.


[Dikutip dari makalah Dra. Iip Fariha yang disampaikan dalam Diskusi Tafsir Ilmiah Surat Al-Humazah Kamis sore (10/11)]



sumber dari: salmanitb.com

No comments:

Post a Comment