Friday, 15 November 2013

Menyibak Perintah Berkurban







Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya (Ibrahim) berkata, “ Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” dia (Ismail) menjawab, “ wahai ayahku” lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (Q.S As Saffat: 102)

Secara historis perintah berkurban adalah sebuah perintah dari Allah SWT, yang diberikan kepada Nabi Ibrahim AS. Pada mulanya, Nabi Ibrahim yang telah dijanjikan Allah sebagai sumber suatu bangsa yang besar, ternyata belum juga dikarunia anak, meskipun usia pernikahanya dengan Sarah sudah cukup lama. Dengan demikian, atas permintaan Sarah yang sudah uzur, Ibrahim akhirnya menikah lagi dengan Hajar. Dari pernihakan tersebut lahirlah seorang putera bernama Ismail. Di kemudian hari, Ismail ternyata menjadi leluhur dari Bani Ismail, suatu suku yang mendiami Jazirah Arab bagian utara. Setelah Ismail dilahirkan , barulah Sarah yang sudah terlalu tua memperoleh Putera dan diberi nama Ishak. Putera kedua Ibrahim inilah yang menjadi leluhur bani Israil. Ketika salah satu di antara kedua puteranya itu sedang tumbuh dan mengembirakan orang tuanya. Ibrahim bermimpi diperintahkan oleh Allah Swt menyembelih putra kesayanganya .

Perintah tersebut adalah perintah yang berat dan irrasional, tapi Ibrahim sebagai Hamba yang taat dan tunduk kepada Allah Swt tidak pantas apabila menolak perintah tersebut. Tidak lama kemudian Ibrahim menceritakan mimpinya kepada anaknya. Dan terjadilah proses dialogis antara ayah dan anaknya, yang sangat mengangumkan puteranya merestui dan membenarkan perintah dalam mimpi tersebut. Karena faham dan yakin bahwa perintah tersebut adalah perintah yang mulia disisi Allah.
Di dalam Al qur’an tidak terdapat informasi tentang siapa dari kedua puteranya yang diperintahkan untuk disembelih. Menurut tradisi umum umat Islam, yang akan dijadikan kurban adalah Ismail. Sedangkan menurut tradisi Kristen, yang akan dijadikan kurban adalah Ishak. Akan tetapi, putera Ibrahim itu tidak jadi dikurbankan diganti dengan seekor binatang kurban yang besar. Dari peristiwa tersebut, Islam menjadikan peristiwa itu sebagai tradisi penyembelihan binatang kurban pada setiap hari raya idul Adha.

Pada tahap berikutnya, Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk hijrah ke Makkah bersama isteri dan puteranya. Ketika itu, Makah, yang merupakan daerah yang tandus, belum berpenghuni. Keluarga Ibrahim tinggal di sekitar reruntuhan bangunan ka’bah yang pernah dibangun oleh Nabi Adam. Di tempat itulah Ibrahim berdo’a kepada Allah agar anak cucunya kelak dapat melaksanakan shalat, dipertautkan hati umat manusia dengan anak cucunya, dicurahkan kepada mereka rezeki, dan dijadikannya mereka bagian dari orang-orang yang pandai bersyukur. peristiwa diatas dianggap sebagai cobaan terbesar bagi Ibrahim, Allah mengungkapkan beberapa nilai luhur dari kepribadian dua hamba Allah yang patut dijadikan contoh bagi mereka yang berbuat baik. Diantara nilai-nilai itu adalah ketaqwaan dan keikhlasan yang diperlihatkan oleh Bapak (Ibrahim) dan puteranya (Ismail) dalam melaksanakan perintah Allah. Untuk merealisasikan kedua nilai itulah keduanya bersedia mengorbankan sesuatu yang paling dicintai, sebagai manusia, bukankah Ismail sangat mencintai diri dan jiwanya? Begitu juga dengan Ibrahim, sebagai seorang Ayah, bukankah ia sangat mencintai Ismail yang kehadiranya sangat diharapkan dan realisasi dari do’anya kepada Allah? Penyembelihan binatang kurban adalah perlambang bagi penyembelihan sifat-sifat kebinatangan yang bercokol dalam diri manusia. Seperti, Serakah, egois, dan permisif. Sifat-sifat kebinatangan itu dapat menghalangi manusia untuk bertaqwa kepada Allah.

Setelah binatang kurban disembelih, dagingnya dibagikan kepada kaum fakir dan miskin serta mereka yang memerlukannya. Dengan begitu, ada dua makna lain dari penyembelihan binatang kurban, yaitu kepedulian individual dan kepedulian sosial. Taqwa adalah wujud dari kepedulian individual untuk kepentingan dan keselamatan diri sendiri, sedangkan pemberian daging kurban kepada yang berhak, adalah wujud dari kepedulian sosial. Kedua kepedulian itu secara seimbang diperlukan oleh seorang manusia untuk keselamatan dan kesejahteraan hidup orang lain.

Cerita diatas adalah sebagai penyemangat kita untuk menjalankan perintah yang telah diturunkan oleh Allah kepada kita, sekaligus sebagai pengingat kita, apabila melanggar perintah-perintah Allah, karena tujuan diciptakan manusia di muka bumi ini tidak lain dan tidak bukan hanyalah untuk beribadah kepada Allah Swt. Seperti firman Allah dalam Al Qur’an : “Dan tidak aku ciptakan jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaku”. Selain itu kita harus belajar kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail untuk bertaqwa kepada Allah supaya kita tidak terlena dengan kehidupan dunia yang sangat fana ini.

Wallahu A’lam Bishowab.



sumber dari: hismag.wordpress.com

No comments:

Post a Comment