Sebelumnya minta maaf dulu, karena memang aku tak tau banyak tentang ayat ini (9-10)
Tadinya aku berpikir bahwa ayat 9 dan 10, begitu seterusnya sampai 22, ayat-ayat yang turun dalam satu periode, sebagai asbabun nuzul atas pengorbanan keluarga fathimah r.a. namun keluarga fathimah r.ha.
Coba kita tengok ayat 9-10.
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”
Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.
Ini seakan-akan menggambarkan jawaban Fathimah r.ha dari do’a-doa para peminta
Doa si fakir ; “ wahai keluarga Muhammad, aku adalah seorang fakir, berilah makanan kepadaku, semoga Allah swt memberimu makan dari makanan surga.” Begtiu juga dengan do’a yatim dan tawanan. Cerita ini menggambarkan bahwa keluarga fathimah, tidak lah memberi karena indahnya do’a-do’a para peminta, namun karena mereka mengharapkan redha Allah swt dan takut akan azab Allah pada suatu hari nanti di akherat.
Kendati demikian karena didalam buku rujukan pada postingan ayat 8 surah Al Insan hanya tertulis ayat 8, maka aku pun tak berani mengatakan bahwa itu ayat-ayat itu turun dalam satu periode. Tapi karena cerita nya seperti saling melengkapi satu sama lain maka aku tulis ayat 9 begitu seterusnya di bawah cerita fathimah r.a. (bagi yang belum postingan sebelumnya, sebaiknya tengok dulu) Jadi aku nyatakan sekali lagi, aku belum tau asbabun nuzul ayat 9-10. Mudahan saja tidak membuatmu kecewa.
Disini aku muat tafsiran dari 9 dan 10 dari tafsir Al-Azhar, dan Mudahan saja bisa membuat kita sedikit lebih memahami tentang ayat 9 dan 10 ini.;
Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki Balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.
Lalu mereka katakan isi hati mereka;
“Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah” (pangkal ayat 9). Inilah dasar tulus ikhlas ketika memberikan. Tapi sudah di katakan bahwa yang mereka berikan itu ialah makanan yang sedang sangat di kasihi (mereka sendiri sangat memerlukan-admin). Yang di beri makan itu ialah orang miskin, anak yatim dan orang-orang dalam tawanan. Artinya orang yang tipis sekali harapan akan dapat membalas budi di hari depan. Itulah pemberian setulus-tulusnya. Jika orang mengadakan kenduri besar, memanggil orang menghadiri satu walimah, dengan memotong sapi dan kambing, umumnya yang diundang adalah orang-orang kaya. Di jaman modern kita ini sangat diharapkan orang kaya itu, akan membawakan “cadeau” atau oleh-oleh (atau amplop tebal-admin) bagi yang mengadakan jamuan. Tetapi kalau memberi fakir miskin, anak yatim dan orang tawanan, apalah yang diharapkan dari orang itu? Seorang yang sudi berbuat kebajikan, atau orang-orang yang di sebut ‘ibaad Allah” tidaklah mengharapkan balasan apa-apa dari mereka itu. Mereka miskin, lemah dan tidak berdaya buat membalas budi. Yang mereka harapkan hanyalah satu saja, yaitu redha Allah. Allah senang menerima amalan mereka itu. “tidaklah kami mengharapkan dari pada kamu balasan”, supaya satu waktu kelak kami di jamu pula; “dan tidak pula ucapan terimakasih” (ujung ayat 9)
Sesungguhnya Kami takut akan (azab) Tuhan Kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.
Apabila seseorang memberikan pertolongan kepada orang lain, lalu dia mengharap agar orang itu membalas budinya atau mengucapkan terimakasih kepadanya, nyatalah bahwa dia memberi itu tidak dengan tulus ikhlas. Nyatalah dia mementingkan diri sendiri. jatuh lah harga dari perbantuan yang dia berikan itu. Didalam surah Al-Baqarah ayat 264 dijeaskan benar-benar bahwa ini bukanlah perbuatan orang yang beriman;
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”
Sebentar-sebentar sedekahnya di sebut kepada orang lain. Dan jika bertemu dengan orang yang pernah ditolongnya, disakitinya orang itu dengan menyebut kembali jasanya yang telah lalu. Dalam ayat itu dikatakan bahwa perbuatan demikian adalah kelakuan orang yang menafkahkan hartanya karena ingin di riya,” yaitu supaya di lihat orang lain, bukan supaya di lihat Allah.
Oleh sebab lanjutan perkataan dari orang yang sudi berbuat kebajikan dan mendapat julukan ‘ibaad Allah itu ialah “Sesungguhnya Kami takut akan (azab) Tuhan Kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.” (ayat 10) orang yang beriman takut memikirkan hari kiamat itu. Di sana muka akan menjadi masam karena kekecewaan, ketakutan, malu dan merasa hina. Di waktu didunia merasa diri sangat penting. Merasa diri sangat berjasa karena suka menolong orang, suka berkurban, sebab itu suka disebut dimana-mana, suka di puji. Namun setelah datang di akherat, sebelah mata pun mereka tidak dipandang oleh Allah. diri menjadi kecil dan hina; “ dan kesulitan timpa tertimpa (penuh kesulitan” (ujung ayat 10).
Kesulitan timpa tertimpa sebab di hari itulah akan terbuka segala rahasia dan tersembunyi. Akan terbuka rahasia segala amalan di kerjakan bukan karena Allah.” (inilah yang di takut oleh orang sipemberi –admin)
mudahan bisa di pahami..
salam.. :)
sumber dari: sayyidahqurani.wordpress.com/
No comments:
Post a Comment