Setiap orang yang telah berkeluarga, bisa dipastikan amat mendambakan keturunan. Segala cara akan mereka tempuh, walau harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit jumlahnya, guna memperoleh sang pelanjut generasi. Kondisi ini bukanlah sesuatu yang aneh, apalagi ganjil. Sebab Allah Swt. telah menjabarkan di dalam Alqur’an Surat Ali Imran ayat 14 dengan menyatakan bahwa pasangan hidup dan anak-cucu merupakan perhiasan (ziinah) kemanusiaan. Namun tidak banyak yang sadar di antara manusia tentang “sesuatu” yang mereka dambakan tersebut. Sebab bagi kebanyakan orang tua, anak hanya merupakan investasi masa depan, baik di dunia maupun akhirat, tanpa ada pandangan yang lebih jauh lagi tentang resiko dari investasi tersebut.
Berkaitan dengan masalah anak, Alqur’an telah menjelaskan ada 4 model anak manusia. Yang semuanya merupakan fase-fase yang senantiasa mengiringi eksistensi kita, meskipun kita sendiri mungkin saja sudah beranak cucu pula. Ialah tipe yang menjadi ujian bagi kedua orangtua, tipe yang mencelakakan orangtua, tipe yang menjadi seteru orang tua, dan tipe anak yang bisa membanggakan kedua orangtuanya.
Untuk tipe anak pertama, terdapat di dalam Alqur’an surat at-Taghabun ayat 15 dan al-Anfal ayat 28.
Di dalam surat at-Taghabun ayat 15 dinyatakan bahwa, “Harta benda dan anak-anakmu hanyalah menjadi ujian. Dan di sisi Allah ada pahala yang besar.” Sedangkan di dalam surat al-Anfal ayat 28 disebutkan sebagai berikut, “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu menjadi ujian dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.”
Dari dua ayat di atas bisa dipastikan bahwa pada dasarnya anak adalah ujian dari Allah Swt. yang bermakna ganda, sebagaimana sifat dasar dari sebuah ujian. Ia bisa membawa kebaikan, dan tidak menutup kemungkinan mengajak kejahatan. Meskipun sifat dasar dari anak manusia adalah cenderung pada kebajikan (‘ala al-fitrah).
Tipe kedua adalah anak yang menjadi model di dalam surat al-Munafiqun ayat 9 sebagai berikut, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikanmu dari mengingati Allah. Dan siapa yang berbuat begitu, itulah orang-orang yang menderita kerugian.” Contoh dari model anak kedua adalah seorang anak yang bisa memposisikan orang tuanya berada dalam situasi yang begitu bernafsu melanggar ketentuan-ketentuan Allah, terutama dengan berbekal senjata kasih sayang.
Di dalam surat at-Taghabun ayat 14 disebutkan model anak yang ketiga sebagai berikut, “Hai orang-orang beriman, sesungguhnya di antara isteri dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagi kamu. Sebab itu, berhati-hatilah terhadap mereka. Tetapi kalau kamu suka memaafkan, berhati lapang, dan memberikan ampun, sesungguhnya Allah itu maha pengampun lagi Maha Penyayang.” Anak yang paling tepat menjadi contoh dari tipe anak yang ketiga ini adalah Kana’an, putra Nabi Nuh As.
Keempat, anak yang bisa membanggakan dan menyenangkan hati kedua orang tuanya sebagaimana yang terdapat di dalam surat al-Furqan ayat 74 sebagai berikut ini, “Wahai Tuhan Kami, kurniakanlah kepada kami isteri dan keturunan yang menjadi cahaya mata (yang terdiri dari orang-orang yang beriman, berilmu, berbudi, dan taat beragama), dan jadikanlah Kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” Dan Nabi Ismail AS. adalah figur anak yang paling pas dalam memerankan model yang keempat ini. Bagaimana tidak, kala dimintai penyerahan jiwanya oleh sang ayah, Nabi Ibrahim AS, demi memenuhi amar Tuhan, dengan mudahnya Nabi Ismail memasrahkan dirinya. Itulah gambaran anak yang bisa membahagiakan dan membanggakan kedua orang tuanya. Semoga di bulan Ramadhan yang suci ini, kita bisa bisa menjadi Ismail-Ismail baru dan mempunyai “anak-anak Ismail” pula. Amin Ya Allah, Ya Mujibas Sa’ilin. Semoga.
Wallah A’lam bi ash-Shawwab
sumber dari: pahrurrojimbukhori.wordpress.com/
No comments:
Post a Comment