Thursday 5 September 2013
Rasulullah terisak-isak menangis
PADA suatu hari Rasulullah SAW datang ke masjid Bani Zhafar bersama Abdullah bin Mas’ud, Mu’adz bin Jabal, dan sahabat lain. Dia perintahkan Ibnu Mas’ud membaca Alquran.
“Apakah aku harus membacakan padamu Alquran, padahal Alquran itu diturunkan kepadamu?” tanya Ibnu Mas’ud.
“Benar, tetapi aku ingin mendengarkan dari orang lain,” sabda Nabi.
Ibnu Mas’ud mulai bacaannya dari surat an-Nisa. Ketika sampai kepada ayat 41: “Maka bagaimana sekiranya Kami datangkan seorang saksi dari setiap umat dan Kami datangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu.”
Ibnu Mas’ud mengangkat kepala dan melihat Rasulullah terisak-isak menangis, sehingga berguncang janggutnya. Air matanya membasahi pipi.
Terdengar Nabi bergumam, “Benar, Tuhanku. Aku bersaksi untuk mereka yang berada di tengah-tengahku sekarang. Bagaimana aku harus bersaksi dengan mereka yang tidak aku saksikan?”
Riwayat di atas saya kutip dari buku Indaidzin ‘Bakaa al-Nabi SAW (Pada Saat Itulah Nabi Menangis) tulisan Abu Abd al-Rahman Khalid.
Nabi menangis ketika mendengarkan bacaan Alquran. Nabi melanjutkan tradisi para Nabi sebelumnya dan mencontohkan kebiasaan orang saleh sepanjang sejarah manusia. Tradisi orang-orang yang Allah anugerahkan kepada mereka kebahagiaan. Orang-orang yang Allah anugerahkan kepada mereka kenikmatan, yakni para Nabi dari keturunan Adam, dan dari antara orang-orang yang Kami bawa bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan di antara orang-orang yang Kami tunjuki dan Kami pilih. (Tanda mereka itu) ialah apabila dibacakan ayat-ayat Yang Mahakasih mereka merebahkan diri, bersujud, sambil menangis. (Maryam: 58).
Ibnu Katsir menerangkan tafsir ayat di atas, “Yakni, apabila mereka mendengarkan firman Tuhan yang mengandung “Hujah-hujah”-Nya, dalil-dalil-Nya, dan bukti-bukti-Nya, mereka bersujud kepada Tuhan dengan penuh kerendahan hati seraya memuji-Nya dan mensyukuri anugerah Tuhan yang agung pada mereka.”
Kata bukiy dalam ayat ini artinya bentuk jamak dari baaki yang artinya orang menangis. Karena itu, para ulama ijmak tentang disyariatkannya bersujud ketika sampai pada ayat ini, mengambil contoh dan mengikuti tradisi orang-orang saleh itu. (Tafsir Ibn Katsir 3:131).
Pada suatu kesempatan Nabi SAW membacakan ayat-ayat yang memuji rahib Nasrani. Pujian Alquran untuk para rahib itu begitu indah sehingga sahabat bingung dan mempertanyakan kenapa Islam tidak menyuruh umatnya jadi rahib saja.
Nabi SAW membacakan ayat-ayat itu bukan untuk merahibkan kita, tetapi untuk meniru perilaku mereka. Apa perilaku mereka?
“Sungguh akan kamu temukan orang-orang yang paling keras memusuhi orang-orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sungguh akan kamu temukan orang yang paling mencintai orang-orang beriman adalah orang-orang yang berkata: Kami Nashara. Karena di antara mereka ada para pendeta dan rahib. Mereka itu tidak sombong. Apabila mendengar apa yang diturunkan kepada Rasul, kamu lihat mereka mencurahkan air matanya karena mereka mengenal kebenaran di dalamnya. Mereka berkata: Tuhan kami, kami beriman. Tuliskan kami bersama orang-orang yang menyaksikan kebenaran.” (Al-Maidah: 82-83).
Di antara perilaku rahib yang harus kita tiru adalah kamu lihat mereka mencurahkan air mata ketika mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (dalam hal ini Alquran). Nabi SAW menangis ketika Alquran dibacakan kepadanya, padahal kepadanya Alquran diturunkan. Para rahib menangis ketika mendengar Alquran, padahal itu bukan kitab yang diturunkan kepada Nabi mereka.
Lebih 1.000 tahun setelah Alquran turun, Jeffry Lang, profesor matematika di AS mencari agama dengan sikap kritis. Dia bertemu dengan Alquran dan takjub dengan jawaban Alquran atas pertanyaannya. Di hadapan Tuhan, ketika dia salat pertama kali, waktu membaca Al-Fatihah, dia menangis terisak-isak. Muallaf baru ini ternyata lebih dekat dengan contoh para Nabi ketimbang kita.
Apa yang harus kita lakukan supaya bisa membaca Alquran seperti Lang?
Muhammad Iqbal, filsuf Islam dari anak benua India, menjawab dengan kisah hidupnya.
Pada waktu kecil, dia suka membaca Alquran bakda subuh. Ayahnya selalu menganggap dia belum membaca Alquran.
Ketika dia bertanya, ayahnya berkata, “Bacalah Alquran seakan-akan dia diturunkan untuk kamu!” Supaya Anda bisa menangis, masukkan ke hatimu bahwa Tuhan sedang menyapa kamu, berdialog dengan kamu, dan menjawab semua pertanyaan kamu.
Wallahualam bisshawaab....
sumber dari: ahmadmilady.wordpress.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment