Sunday, 4 May 2014

Menghafal Surah Ar Rahman




Surah Ar Rahman


Bismillahirrahmaanirrahiim...
Pertama-tama, ini bukan untuk riya ya. Ini hanya sekedar ungkapan kegembiraanku, karena sudah bisa menghafal Surat Ar Rahman. Alhamdulillah, hari ini aku sudah sampai di ayat ke-15. Rasanya tak sabar ingin menambah ayat lagi, karena setelah ayat ke-15 ini, menghafal Ar Rahman akan terasa lebih mudah. Bisa hafal 1 ayat sama artinya telah menghafal 2 ayat. Pasalnya, ada yang diulang sampai berkali-kali  dalam surat ini, yang artinya, 'Dan nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?'

    Aku senang sekali dan merasakan betapa sekarang shalatku tidak sembarangan lagi. Sekarang, seolah ingin 'pamer' pada Allah, aku selalu membaca Ar Rahman yang telah kukuasai itu dalam shalatku. Surat 'kul-kul' sejenak aku simpan dulu.

Aku jadi ingat tadi saat Shalat Maghrib di rumah dengan si Tata, ia agak bingung melihat aku tak kunjung rukuk. Ya iyalah, hafalanku masih agak belepotan di ayat-ayat terakhir. Jadilah aku agak terbata-bata. Si Tata sampai menyenggolkan sikunya ke lenganku untuk memberi kode bahwa aku kelamaan berdiri dan tak juga rukuk. Bila ingat itu sekarang, aku jadi tertawa....

    Perkenalanku dengan Surat Ar Rahman diawali dengan pembicaraan dengan ibu mertua, sekitar 10 tahun yang lalu. Beliau memberi aku nasehat, agar membaca Surat Ar Rahman dan Al Mulk sesering mungkin.

    "Suratnya pendek dan ayatnya juga pendek-pendek," kata Beliau.

    Aku tidak tahu apa fadhillah dari kedua surat itu. Bahkan ironisnya, aku juga baru sekali itu membaca surat Ar Rahman dan Al Mulk. Sejak muda aku memang jarang ikut pengajian, baik di masjid ataupun di kampus. Di kampus, sikap teman-teman rohis yang sok alim membuatku tidak simpati pada mereka. Mereka mengeksklusifkan diri bahkan dari sesama muslimah sekalipun. Bahkan dengan yang mengenakan jilbab sekalipun, karena tidak sepengajian dengan mereka. Aku jadi bete deh!

    Di rumah, kami juga bukanlah keluarga yang sangat agamis. Memang akulah yang pertama mengenakan jilbab dalam keluargaku. Bahkan lebih duluan dari ibuku sendiri. Namun kami tetaplah bukan keluarga yang punya tradisi mengaji setiap usai Maghrib. Kami masih seperti keluarga kebanyakan yang menonton televisi di malam hari dan membiarkan Al Quran berdebu di dalam lemari. Aku tak pernah mengkhatamkan bacaan Al Quranku saat masih muda. Jadi wajar bila aku tak kenal Ar Rahman.

    Namun sekarang, aku banyak membaca tentang temuan-temuan ilmu pengetahuan yang secara tidak langsung mengakui kebenaran-kebenaran yang telah dinyatakan dengan terang benderang oleh Allah SWT dalam Al Quran. Semakin hari, Al Quran semakin membuatku takjub. Aku seperti mencandu kalau sudah membacanya, baik versi Arabnya maupun terjemahannya.

    Lalu aku mulai 'berkenalan' dengan Ustad Yusuf Mansur yang setiap pagi memberikan kajian tentang kandungan Al Quran di AN Teve. Aku senang dengan gaya ceramahnya. Jadi, meski berangkat tidur malam  harinya sudah lewat tengah malam, meski lelah sekali sepulang bekerja, tetap saja pukul lima pagi aku sudah duduk di depan televisi untuk mendengar ustad itu mengulas ayat demi ayat Al Quran.

    Sampai ia juga mengajarkan selangkah demi selangkah cara praktis menghafal Al Quran. Aku ikuti sarannya dan alhamdulillah, inilah hasilnya sekarang. Rasanya bahagia sekali, aku sudah mencapai ayat ke-15. Tadi siang, saat memasak di dapur, Al Quranku terkembang di atas lemari es, tak jauh dari dapur, standby bila sewaktu-waktu aku ingin mengecek hafalanku. Sambil memasak, di dalam hati aku terus saja seperti tanpa sadar, menghafal Ar Rahman ayat demi ayat.

    Sambil mengendarai motorku, di dalam hati aku terus menghafalnya, seperti biasa aku menghafal bait-demi bait lagunya Tompi yang membuatku penasaran. Sambil menyetrika, hatiku terus saja menyanyikan Ar Rahman. Dan aku bahagia dengan itu.



sumber dari: fitrimayanidanpemikirannya.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment