Dalam kaitannya dengan makna dakwah,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan secara seksama, agar dakwah
dapat dilaksanakan dengan baik.
- Pertama, dakwah sering disalah artikan sebagai pesan yang datang dari luar. Pemahaman ini akan membawa konsekuensi kesalahlangkahan dakwah, baik dalam formulasi pendekatan atau metodologis, maupun formulasi pesan dakwahnya. Karena dakwah dianggap dari luar, maka langkah pendekatan lebih diwarnai dengan pendekatan interventif, dan para dai lebih mendudukkan diri sebagai orang asing, tidak terkait dengan apa yang dirasakan dan dibutuhkan oleh masyarakat.
- Kedua, dakwah sering diartikan menjadi sekadar ceramah dalam arti sempit. Kesalahan ini sebenarnya sudah sering diungkapkan, akan tetapi dalam pelaksanaannya tetap saja terjadi penciutan makna, sehingga orientasi dakwah sering pada hal-hal yang bersifat rohani saja. Istilah “dakwah pembangunan” adalah contoh yang menggambarkan seolah-olah ada dakwah yang tidak membangun atau dalam makna lain, dakwah yang pesan-pesannya penuh dengan tipuan sponsor.
- Ketiga, masyarakat yang dijadikan sasaran dakwah sering dianggap masyarakat yang vacum ataupun steril, padahal dakwah sekarang ini berhadapan dengan satu setting masyarakat dengan beragam corak dan keadaannya, dengan berbagai persoalannya, masyarakat yang serba nilai dan majemuk dalam tata kehidupannya, masyarakat yang berubah dengan cepatnya, yang mengarah pada masyarakat fungsional, masyarakat teknologis, masyarakat saintifik dan masyarakat terbuka.
- Keempat, Sudah menjadi tugas manusia untuk menyampaikan saja (al-Ghaasyiah: 21-22), sedangkan masalah hasil akhir dari kegiatan dakwah diserahkan sepenuhnya kepada Allah SWT. Ia sajalah yang mampu memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada manusia, Rasulullah SAW sendiripun tidak mampu memberikan hidayahnya kepada orang yang dicintainya (al-Qashash: 56). Akan tetapi, sikap ini tidaklah berarti menafikan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dari kegiatan dakwah yang dilakukan. Dakwah, jika ingin berhasil dengan baik, haruslah memenuhi prinsip-prinsip manajerial yang terarah dan terpadu, dan inilah mungkin salah satu maksud hadis Nabi, “Sesungguhnya Allah sangat mencintai jika salah seorang di antara kamu beramal, amalnya itu dituntaskan.” (HR Thabrani). Karena itu, sudah tidak pada tempatnya lagi kalau kita tetap mempertahankan kegiatan dakwah yang asal-asalan.
- Kelima, secara konseptual Allah SWT akan menjamin kemenangan hak para pendakwah, karena yang hak jelas akan mengalahkan yang bathil (al-Isra’ : 81). Akan tetapi, sering dilupakan bahwa untuk berlakunya sunatullah yang lain, yaitu kesungguhan (ar-Ra’d: 11). Hal ini berkaitan dengan erat dengan cara bagaimana dakwah tersebut dilakukan, yaitu dengan al-Hikmah, mau’idzatil hasanan, dan mujadalah billatii hiya ahsan (an-Nahl: 125).
sumber dari: sarjanaku.com
No comments:
Post a Comment