Diriwayatkan di dalam
Shahih Bukhari dan
Shahih Muslim bahwa Rasulullah S.A.W bersabda pada waktu pembebasan kota Mekah (Fat-hu Makkah),
“Sesungguhnya, Allah telah menahan gajah dari memasuki kota Mekah, dan
Dia menjadikan Rasul-Nya dan kaum mukminin berkuasa atasnya.
Sesungguhnya, kehormatan kota ini telah kembali sebagaimana
kehormatannya kemarin. Karena itu ingatlah, hendaklah orang yang hadir
menyampaikan kepada yang tidak hadir.”
Nah, itu adalah peristiwa yang pasti bahwa Allah telah menahan gajah itu dari memasuki Mekah pada waktu peristiwa gajah.
Kemudian Allah hendak membinasakan pasukan itu beserta komandannya.
Maka, dikirimkan-Nyalah kepada mereka beberapa rombongan burung yang
melempari mereka dengan batu-batu yang berasal dari tanah liat dan dari
batu-batu gunung, sehingga mereka menjadi seperti daun-daun kering yang
terobek robek, sebagaimana diceritakan oleh Al-Qur’anul-Karim. Abrahah
pun tekena lemparan di tubuhnya. Mereka membawanya dalam keadaan
jari-jarinya terputus satu demi satu, hingga sampai di Shan’a. Maka, ia
tidak mati sehingga dadanya terbelah dan kelihatan hatinya, sebagaimana
diceritakan dalam beberapa riwayat.
Bermacam-macam riwayat di dalam menetapkan keberadaan burung-burung
ini, tentang rombongannya, bentuknya, ukuran fisiknya, besar kecilnya
batu-batu itu, jenisnya, dan cara kerjanya, sebagaimana juga terdapat
sebagian riwayat yang mengatakan bahwa pada tahun itu merajalela
penyakit cacar dan campak di Mekah. Orang-orang yang cenderung
mempersempit kawasan kejadian luar biasa dan urusan gaib, memandang
bahwa hukum alam yang berlaku dalam peristiwa itu. Mereka berpendapat
bahwa menafsirkan peristiwa itu dengan terjadinya wabah cacar dan campak
adalah lebih dekat dan lebih tepat, sedangkan, yang dimaksud dengan
burung di situ adalah lalat atau nyamuk yang menyebarkan virus-virus
tersebut, karena arti kata thairadahh segala sesuatu yang bisa terbang.
Ustadz Syekh Muhammad Abduh mengatakan di dalam menafsirkan surah ini di dalam Juz Amma,
“Pada hari kedua, merajalela penyakit cacar dan campak di kalangan
tentara (Abrahah).” Ikrimah berkata, “Itu adalah penyakit cacar yang
pertama kali ada di negara Arab.” Ya’qub bin Utbah berkata tentang
peristiwa yang terjadi itu, “Pertama kali terjadi penyakit campak dan
cacar di negeri Arab adalah pada tahun itu. Wabah itu menimpa tubuh
mereka dengan kondisi yang jarang terjadi keadaan seperti itu. Daging
mereka berserakan dan berjatuhan, sehingga pasukannya menjadi rusak dan
berlarian, dan mereka pun terkena penyakit itu. Daging Abrahah terus
berjatuhan sepotong demi sepotong, dan jari-jemarinya terputus satu demi
satu hingga tembus dadanya, dan ia meninggal di Shan’a.”
Demikianlah yang telah disepakati dalam riwayat-riwayat. Itulah itikad
yang benar tentang peristiwa ini. Surah yang mulia ini telah menjelaskan
kepada kita bahwa penyakit cacar atau campak itu timbul karena batu
kering yang jatuh menimpa personal tentara itu dengan perantaraan
beberapa rombongan burung yang dikirimAllah bersama angin kencang. Maka
boleh saja Anda berkeyakinan bahwa burung ini adalah sejenis nyamuk atau
lalat yang membawa bibit-bibit penyakit, dan batu-batu ini berasal dari
tanah beracun yang kering yang dibawa oleh angin, lalu menempel pada
kaki binatang-binatang tersebut. Apabila ia hinggap pada tubuh, niscaya
akan menempellah racun tersebut padanya. Kemudian menimbulkan luka yang
merusak tubuh dan menjadikan dagingnya berjatuhan.
Kebanyakan dari burung-burung yang lemah ini disiapkan sebagai tentara
Allah yang besar untuk membinasakan orang-orang yang hendak
dibinasakan-Nya. Binatang-binatang kecil ini, yang sekarang mereka
namakan dengan mikroba tidak keluar dari kelompok tentara-tentara Allah
itu. Mereka bermacam-macam kelompok dan jenisnya yang hanya Allah SWT
yang dapat menghitung jumlahnya.
Adanya bekas kekuasaan Allah untuk menekan orang-orang yang zalim dan
diktator tersebut, tidak ditentukan bahwa burung-burung itu harus dari
puncak-puncak gunung, tidak harus dari jenis binatang bersayap yang
aneh, tidak harus memiliki warna tertentu, dan tidak pula harus
diketahui ukuran bebatuannya dan cara kerjanya. Maka Allah memiliki
tentara dari segala sesuatu.
” Pada tiap-tiap sesuatu lerdapat tanda-tanda
Yang meriunjukkan bahwa Allah Maha Esa.”
Tidak ada satu pun kekuatan di dunia ini melainkan tunduk kepada
kekuatan-Nya. Maka terhadap sang tiran yang hendak menghancurkan
Baitullah ini, Allah mengirimkan kepadanya burung atau binatang
penerbang yang menebarkan penyakit cacar atau campak kepadanya. Lalu,
membinasakannya dan membinasakan kaumnya, sebelum memasuki Mekah. Ini
sekaligus sebagai nikmat yang dicurahkan Allah kepada warga tanah Haram,
meskipun waktu itu mereka masih menyembah berhala, untuk memelihara
rumah suci-Nya.
Sehingga, Dia mengutus orang yang akan memeliharanya dengan kekuatan
agamanya, yaitu Nabi Muhammad S.A.W. Nikmat Allah itu dahulu juga
diberikan kepada musuh-musuh-Nya, pasukan bergajah yang hendak memangsa
Baitul Haram tanpa dosa dan kesalahan apa pun.
Inilah yang semestinya dipegang dalam menafsirkan surah ini. Selain
itu tidak dapat diterima kecuali dengan takwil, jika sah riwayatnya. Ada
satu kekuasaan besar yang mengagumkan yang menghukum orang yang
membanggakan diri dengan gajahnya. Kemudian membinasakannya dengan
burung atau makhluk kecil yang tidak tampak oleh mata telanjang. Karena
kecilnya ukurannya, tetapi diberi kemampuan demikian hebat. Tidak
diragukan oleh orang yang berakal sehat bahwa peristiwa ini sangat
hebat, menakjubkan, dan mengagumkan!!
Kami tidak mengetahui, apakah gambaran yang dilukiskan oleh Ustadz
al-Imam mengenai bentuk penyakit cacar atau campak ataukah yang
disebutkan dalam beberapa riwayat bahwa batu-batu itu sendiri yang
mencabik-cabik kepala dan tubuh mereka hingga rusak berantakan seperti
daun-daun yang dimakan ulat, yang disebut
“ashf”, yang lebih menunjukkan kekuasaan dan rencana Allah.
Bagi kami sama saja, apakah hukum alam yang terungkapkan kepada manusia
yang berlaku dan membinasakan suatu kaum yang hendak dibinasakan oleh
Allah, ataukah terjadi sesuatu yang luar biasa yang tidak terungkapkan
dalam ilmu pengetahuan manusia, yang terjadi pada kaum itu untuk
merealisasikan ketentuan Allah.
sumber dari: mytafsirquran.com