Akhlaq yang tampak pada diri seseorang merupakan refleksi zhohir dari batin orang tersebut. Artinya baik buruknya akhlaq yang terlihat maka seperti itulah jati diri batin orang tersebut.
Islam telah menetapkan kaidah agung tentang hal ini, yaitu adanya korelasi yang kuat lagi erat antara akhlaq dan iman seseorang. Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَاناً أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً.
“Seorang mu’min yang paling sempurna imannya adalah seorang mu’min yang paling bagus akhlaqnya.” (HR. Tirmidzi: 1082)Hadits di atas menunjukkan bahwa akhlaq merupakan tolok ukur kadar keimanan seseorang. Apabila seseorang biasa berhias diri dengan akhlaq-akhlaq terpuji ini merupakan tanda yang zhohir atas kekuatan kadar keimanannya. Sebaliknya apabila seseorang terbiasa dengan akhlaq-akhlaq tercela ini merupakan tanda yang zhohir pula atas kelemahan atau bahkan tidak adanya iman pada dirinya.
Kita semua tidak memungkiri betapa sering kita menyaksikan kenyataan di sekitar kita perilaku-perilaku amoral. Sebagai contohnya adalah perilaku sebagian anak dalam kehidupan rumah tangga; kalau dahulu jarang dijumpai anak yang durhaka terhadap orang tuanya, namun sekarang kedurhakaan kepada orang tua telah dianggap biasa. Kalau dahulu usai sholat Maghrib di langgar (surau) atau masjid, anak-anak kembali ke rumahnya untuk ngaji al-Qur’an atau ke rumah guru ngajinya. Namun sekarang realitanya beda, usai sholat Maghrib anak duduk di depan layar TV untuk ‘ngaji’ akhlaq darinya, bahkan pada hampir seluruh waktunya mereka habiskan untuk menyerap “materi akhlaq” darinya.
Dahulu, jika terdengar ucapan kotor yang terucap dari lisan sang anak, dengan serta-merta orang tua menegur bahkan memarahinya, namun sekarang tidaklah demikian, kecuali sebagian orang tua yang dirohmati oleh Alloh. Walhasil, masih ada setumpuk contoh perilaku amoral lainnya yang disaksikan di zaman ini, dan hanya kepada Alloh kita mengadukan musibah yang menimpa umat ini.
Diakui atau tidak semua yang anak-anak lakukan sangat terkait dengan ada dan tiadanya didikan dan arahan orang tuanya. Sebab peran orang tua sangat dominan dalam menjadikan akhlaq anak-anak menjadi terpuji maupun tercela. Ambil contohnya tatkala rasa tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan akhlaq anak mengalami erosi atau bahkan tidak dipedulikan, juga tatkala pendidikan anak lebih dipercayakan kepada orang lain; baik guru di sekolah, atau guru ngaji atau yang lainnya. Atau tatkala pengetahuan agama orang tua sangat minim, sebagai akibatnya mereka kurang perhatian terhadap pendidikan agama anak-anaknya. Atau tatkala orientasi pendidikan orang tua terhadap anak yang cenderung kepada pendidikan dan pelajaran ilmu-ilmu umum saja. Semua ini ternyata berakibat kemerosotan moral dan akhlaq anak-anak baik di desa-desa terlebih lagi di perkotaan.
Bila kita telusuri sebab dan faktor utama adanya dekadensi moral ini maka akan didapati sebuah konsep bahwa antara akhlaq dan keimanan memiliki korelasi yang kuat lagi erat. Tidaklah muncul perkataan maupun perbuatan amoral yang sangat memprihatinkan melainkan sebab utamanya adalah makin sirnanya nilai-nilai dan prinsip-prinsip pokok keimanan pada hati seseorang. Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam telah menegaskan dalam sabda beliau di atas.
Akhlaq tercela baik pada anak-anak maupun orang tua termasuk pemicu utama timbulnya prahara rumah tangga. Kerap kali kita menjumpai broken home yang ternyata pemicu utamanya adalah akhlaq tercela dari anggota keluarga itu sendiri. Sehingga bisa dikatakan kebutuhan umat umumnya, dan sebuah keluarga khususnya terhadap perbaikan kualitas dan kuantitas iman saat sekarang adalah sangat mendesak. Yaitu harus ada usaha mengembalikan umat ini juga keluarga kaum muslimin kepada ajaran keimanan dan mendidik mereka di atasnya.
Sebab dengan keimanan yang mengurat dan mengakar dalam dada akan lahirlah sosok-sosok umat yang jauh dari segala tindak tanduk amoral.
Wallohul-Muwaffiq.
sumber dari: http://alghoyami.wordpress.com
No comments:
Post a Comment